EXTRA

5.5K 680 52
                                    


Senja menghangat menemani dua makhluk berbeda dunia.
Waktu berlalu begitu cepat bagi si raven yang masih terlihat muda diusia senja bagi bangsa Manusia.

"Tak terasa waktu berlalu begitu cepat"

Siraven tersenyum tipis.
Pandangannya menerawang berusaha menembus waktu yang telah lalu.

"Sousuke, hilangkan kedua tandukmu! Atau ibu tak mengijinkan kau makan malam. Kau!...."

Naruto menunjuk si sulung dengan wajah memerah menahan kesal. Pasalnya kedua anaknya tak mau mengalah untuk mendapatkan masing masing jatahnya pada pembagian pertama.

"....yang lebih tua harus mengalah dan menjaga adikmu. Dan kau orang tua! Anakmu bertengkar tapi kau malah asik menikmati makan malammu sendiri"

"Aku pernah mengataimu orang tua, padahal..."

Naruto mengangkat tangan kirinya kedepan wajahnya.
Ia membolak balikkan tangan tersebut dengan perlahan.

Sebuah senyum tipis tersungging dibibir sipirang mengingat saat ini ia tak lagi muda.

Usia telah mengubah bentuk tubuhnya.
Layaknya semua makhluk hidup lainnya, ia lahir dengan tubuh mungil.
Lalu beranjak menjadi anak anak, remaja, lelaki dewasa, tua kemudian menghilang tertelan bumi.

"Aku bahagia menghabiskan sisa waktuku bersama kalian. Maaf tak menyampaikan pesan terakhir Itachi padamu"

Naruto menyandarkan kepalanya dibahu Sasuke.
Ia tahu waktunya tak lagi lama.

"Aku akan menunggumu untuk mengatakannya padaku suatu saat nanti"

Setetes air mata jatuh kepangkuan Sasuke.
Ia tak menyangka jika waktu singkat yang ia habiskan bersama si pirang membuatnya mampu membangkitkan emosi dihatinya.

Hatinya terluka merasakan sebuah kehilangan sekaligus bahagia dapat merasakan arti keluarga yang sesungguhnya.

"Ayah"

Sasuke tetap bergeming ditempatnya meski panggilan Iryuu terlihat jelas ditelinganya.

"Ijinkan ayah bersamanya sebentar lagi"

Sasuke melingkarkan lengannya ditubuh dingin sipirang.
Ia hanya ingin menikmati matahari senja kembali keperaduannya.

Sousuke yang mengerti akan keadaan sang ayah segera menarik tangan Iryuu dan membawa sang kakak memasuki rumah.

Rumah itu mengalami banyak perubahan. Begitu pula penghuninya, Iryuu dan Sousuke tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan baik seperti ibunya.

Setelah pemakaman Naruto, Keluarga Sasuke memutuskan kembali kedalam hutan.

Setiap setahun sekali mereka akan kembali untuk merayakan ulang tahun orang yang sangat berharga bagi mereka.

Mereka akan membersihkan rumah dan tinggal disana seharian penuh.

Hingga perayaan ke lima puluh tahun, mereka dikejutkan dengan suara pintu utama yang terbuka dan suara cempreng seorang pemuda memenuhi rumah tersebut.

Dengan hati berdebar, Sasuke segera menghampiri manusia yang berani memasuki kawasan rumah berharganya.

"Ugh! Hadiah ulang tahun macam apa ini? Kenapa ayah tega sekali padaku. Disaat semua mendapatkan mobil mewah, aku harus terdampar dirumah jelek ini. Duagh!"

Pemuda berambut pirang itu menendang pintu kayu disampingnya dengan kuat.

Bibirnya mengerucut lucu.
Mata birunya meneliti rumah barunya.
Ayolah, dari sekian banyak kota yang bagus untuk melanjutkan sekolah, kenapa Konoha yang menjadi pilihan utama sang ayah membuangnya.

"Kenapa di kota besar masih ada bangunan seperti ini? Manusia tak waras mana yang masih menggunakan kayu sebagai dinding rumah. Dari sekian banyak bangunan modern, kenapa ayah membeli rumah butut seperti ini?"

Sipirang melangkahkan kakinya untuk melihat lihat ruangan lainnya.

"Brak!"

Sang pemuda berjengit kaget saat pintu dibelakangnya tertutup dengan kencang.

"Pa pa pasti angin! Ya ya ya angin ha ha ha, a ngin"

Sipirang menoleh kearah samping saat ia merasakan sebuah cahaya menerangi ruangan tersebut.
Lebih tepatnya api yang menyala dan melayang diudara.

"fiuh! Selamat datang istriku"

"Kyaaaaaa hantuuuuu!"

Pemuda pirang itu berlari kearah pojok ruangan dan memeluk lututnya.
Matanya terpejam erat, bibirnya berkomat kamit mengucapkan mantra pengusiran hantu.

"Hantu pergilah, naru anak baik. Anak baik selalu dilindungi. Hantu pergilah, hantu pergilah"

"Ayah, kenapa kau menakutinya sampai seperti itu?"

Sasuke segera memadamkan api yang berkobar ditangannya.
Mata kelamnya memandang Iryuu yang sedang bersedekap dada, sedang Sousuke berjongkok dengan dahi berkerut dalam didepan pemuda pirang yang baru saja datang kerumah mereka.

"Sepertinya ini akan sulit"

Ketiga lelaki bersurai sama menghela napas panjang secara bersamaan.
Pasalnya orang yang mereka tunggu kedatangannya malah tak mampu melihat wujud mereka dengan jelas.

"Tapi, sepertinya ini akan menarik. Bukan begitu, ayah, Ryuu nii"

Sebuah seringaian tercetak jelas dibibir ketiganya.
Kapan lagi bisa membuat orang itu berteriak setiap saat.

Iblis tetaplah iblis. Selalu menikmati penderitaan bangsa manusia.

End.

Akuma no Noroi (Kutukan Iblis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang