PROLOG

80 13 1
                                    

  "Tok tok tok!" Terdengar suara ketukan pintu dari bawah. Aku segera berlari menuruni tangga demi membuka pintu dan melihat siapa yang datang, siapa tahu aku mendapat kejutan. Dan benar, aku mendapat kejutan dari seorang kurir pos.

Jika ada kurir, berarti ada barang yang akan diberikan. Ia menanyakan namaku, aku mengangguk, menunjukkan ekspresi wajah seperti berkata, ya, itu aku. Lalu ia memberikan sebuah paket seukuran kotak jam. Ia menyuruhku menandatangani surat terima. Aku berterimakasih padanya, lalu ia pun pergi mengantarkan paket yang lain.

Aku sangat senang mendapat paket. Namun, di dalam hatiku aku masih bertanya siapa pengirim paket ini? Untuk menemukan jawabannya, aku meniti anak tangga menuju ke kamarku. Kututup pintu rapat-rapat, dan memastikan tidak ada orang dirumah yang bisa menggangguku.

Kulihat kertas yang ditempel di sisi paket, alamat pengirimnya; PHEDESPENISIA.  Sebuah tempat yang tidak pernah kudengar namanya. Tidak peduli, aku mengabaikan alamat pengirim.

Kali ini aku fokus dengan isinya. Kubuka balutan bungkus paket yang sangat banyak itu, satu persatu kurobek dengan paksa, menyisakan kotak berwarna hitam legam bertuliskan; ACSEDOFAM. Kubuka kotak itu perlahan, agar suasana lebih tegang seperti di film-film. Dan ternyata, isinya adalah sejenis headset bluetooth earphone, namun lebih kecil.

Strukturnya seperti kristal, berwarna hitam, bertuliskan namaku disana. Lebih tepatnya diukir dan diberi warna pink. Cantik sekali.

Saking senangnya melihat benda yang kuimpikan, aku meloncat kegirangan dan berhenti saat kakiku terantuk ujung meja belajar. Segera kuambil gawaiku untuk mencobanya. Kuaktifkan bluetooth di gawaiku, kupasang benda itu di telingaku, kutekan tombol di benda itu. Bukannya tersambung ke gawaiku, benda itu malah memunculkan proyeksi layar biru di depan mataku. Kaget, aku terjatuh, kepalaku terantuk ranjang tingkat.

Layar itu memunculkan sebuah kalimat berbahasa inggris; ACSEDOFAM is already activate. Aku menuju cermin di sebelah meja belajarku. Aku melihat diriku disana. Tapi tidak dengan layar proyeksi biru itu. Wujudnya tak tampak di cermin. Dan aku pun mengambil kesimpulan, layar proyesi biru itu tak bisa dilihat orang lain.

Merasa aneh, aku menekan tombol yang kutekan tadi saat mengaktifkannya. Bukannya mati, layar proyeksi malah menunjukkan kalimat seperti ini; Sensor active, dan melakukan gerakan seperti memindai.

Sontak aku menoleh kesana kemari. Aku terkejut. Bukan terkejut karena apa, namun aku terkejut karena sensor itu membuatku dapat melihat barang barang di ruang kerja ayahku, yang berada di sebelah kamarku. Dari komputer, kursi, koin jatuh, bahkan komponen penyusun laptopnya!

Aku menekan tombol di benda itu sekali lagi. Syukurlah benda itu menjadi tak aktif lagi--Yah, mulai saat ini aku akan menamainya dengan ACSEDOFAM, setelah tahu dari surat yang terselip di kotaknya--aku melepasnya dan memasukkannya kembali ke dalam kotaknya. Kesiapan kotak itu di lemari bajuku di rak paling atas, ditutupi kain hitam.

Aku membuka grup persahabatanku. Bertanya kepada ketujuh sahabatku, yang syukurlah sedang aktif, apakah mereka mendapat barang yang sama denganku. Dan sangat mencengangkan, mereka menjawab dengan arti yang sama, ya, mereka juga mendapatkannya.

รєcяєт cαรє αdvєитυяє тнє รєяiєร | şćåřTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang