Chapter 3

685 42 0
                                    

Pagi ini, (Namakamu) sedang CFD di Bundaran Hi, Jakarta Pusat bersama Anita dan Riska. Mereka pun CFD dengan rasa senang dan bahagia.

"Akhirnya kita bisa CFD full team lagi." Gumam Riska dengan ekspresi senangnya.

"Iya, Ris. Alhamdulillah." Sahut (Namakamu).

"Oiya, minggu depan gue sidang skripsi. Doain ya." Lanjutnya.

Anita dan Riska pun bingung.

"Lahh, kok lo tiba-tiba sidang minggu depan si?" Tanya Anita.

"Gue juga gatau, Nit." Balas (Namakamu).

"Kemarin gue tiba-tiba dikabarin sama Dosen Pembimbing gue, katanya minggu depan gue udah boleh sidang skripsi." Ujar (Namakamu) lalu meneguk air mineralnya.

"Wahh, gila!" Cetus Riska.

"Bismillah aja, (Nam). Semoga bisa." Gumam Anita.

"Aamiin, Ya Allah." (Namakamu) meng-Aamiin-kan ucapan Anita.

"Makasih ya. Kalian emang the best!" Gumam (Namakamu) lalu tersenyum manis.

"Sama-sama, (Nam)." Balas Anita dan Riska secara serentak.

Setelah makan siang, (Namakamu) pun menghampiri Bi Inah yang sedang cuci piring kotor bekas makan siang tadi.

"Bi, ga makan?" Tanya (Namakamu) lalu menaruh piring kotornya di wastafel cuci piring.

"Udah, Non." Jawab Bi Inah sambil nyuci piring.

"Malah sebelum Non (Namakamu) makan, Bibi udah makan daritadi." Lanjutnya.

(Namakamu) hanya meng-Oh-kan ucapan Bi Inah. Tak lama kemudian, (Namakamu) pun menuju kamarnya untuk lanjutin tidur siangnya.

"(Namakamu)?"

"Hmmm." Sahut (Namakamu).

"Bangun, sayang." Bunda Yanti menepuk pipi kanan (Namakamu) agar ia segera bangun dari tidurnya.

(Namakamu) membuka matanya lalu melihat Bunda Yanti yang sedang duduk di sampingnya sambil mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Baru aja 5 menit yang lalu." Desis (Namakamu).

"Ayo, bangun." Perintah Bunda Yanti.

(Namakamu) pun duduk.

"Abis bangun makan kok tidur lagi sih." Cibir Bunda Yanti.

"Namanya juga istirahat, Bun." Ujar (Namakamu).

"Udah-udah, kamu siap-siap ya. Tuh, ada tamunya Ayah di bawah."

"Harus banget nih?"

"Iya, sayang." Sahut Bunda Yanti.

"Cepetan ya. Bunda tunggu di bawah." Lanjutnya.

"Iyaiyaiya." Jawab (Namakamu) dengan nada pasrahnya.

Bunda Yanti keluar dari kamar (Namakamu) kemudian menuju ruang tamu. (Namakamu) pun siap-siap sesuai perintah Bundanya barusan.

"Hahaha--"

Mereka pun tertawa ketika mendengar cerita Ayah Herry dan Bunda Rike— Kedua orang tua Iqbaal.

"Oiya, Bun. (Namakamu) kok lama sih?" Tanya Ayah Zainal.

"Bentar—" Sahut Bunda Yanti.

"(Namakamu)?" Teriak Bunda Yanti.

"Iya, Bunda?" Sahut (Namakamu) sambil turun tangga.

(Namakamu) pun menghampiri Bunda Yanti.

"Udah?"

"Udah." Jawab (Namakamu) lalu tersenyum tipis.

Iqbaal terkejut ketika melihat (Namakamu). "Hah? Lo—" Iqbaal nunjuk (Namakamu).

(Namakamu) pun nengok. "Lo lagi, lo lagi—" (Namakamu) balas nunjuk Iqbaal.

"Ngapain lo disini?" Tanya Iqbaal dengan nada kesalnya.

"Lahh, rumah ya rumah gue. Lo yang ngapain disini?" Cetus (Namakamu).

"Lohh— Kalian udah saling kenal?" Tanya Bunda Yanti dengan nada kebingungannya.

"Bun— Kenapa harus dia yang disini si— Argh!" Kesal (Namakamu) lalu mengepalkan kedua tangannya sekilas.

"Duduk dulu, sayang. Ntar Bunda jelasin. Ok?" Bujuk Bunda Yanti.

"Ogah, Bun. Mending (Namakamu) siap-siap latihan basket buat ntar ma—"

"Gita!" Belum selesai (Namakamu) ngomong, Ayah Zainal telah memotong pembicaraannya.

(Namakamu) tahu, bahwa jika Ayahnya memanggilnya dengan sebutan Gita, pasti Ayahnya marah. Akhirnya, (Namakamu) pun ketakutan.

"Iyaiya." Jawab (Namakamu) dengan nada ketakutan. Kemudian (Namakamu) pun duduk di samping kanannya Iqbaal.

Kini, Iqbaal dan (Namakamu) hanya terdiam. Dan keduanya saling lempar-melempar tatapan sinis.

"Kalian— Kami jodohkan." Ujar Ayah Zainal.

Iqbaal dan (Namakamu) pun terkejut.

"Yah, (Namakamu) kan udah gede. Kenapa harus dijodohin segala si?" Gerutu (Namakamu).

"Sayang, Ayah jodohin kamu karena Ayah gamau kamu sampai digangguin terus-terusan sama cowok-cowok diluar sana. Ayah ga suka." Ucap Ayah Zainal sambil elus punggung (Namakamu).

"Ga gini juga caranya, Yah. (Namakamu) ga suka!" (Namakamu) menepis tangan Ayah Zainal lalu pergi meninggalkan orang tuanya dan tamu orang tuanya.

"(Nam)—"

"Gita—"

(Namakamu) pun jalan cepat menuju teras rumahnya sambil nangis.

"Udah, Om. Biar saya aja yang bujuk." Tawar Iqbaal.

"Yaudah." Jawab Ayah Zainal dengan nada pasrahnya.

Iqbaal pun berjalan menuju keluar rumah untuk susuli (Namakamu). Sesekali sambil rapiin kemejanya yang ia pakai saat ini.


💨💨💨

Next gak nih? wkwk
Eitsss, vote + comment dulu, baru lanjut! 😋

-d.

Water (masih revisian)Where stories live. Discover now