Chapter 4

634 43 0
                                    

(Namakamu) hanya duduk terdiam di kursi teras rumahnya. Tak lama kemudian, Iqbaal pun datang lalu duduk di kursi seberang (Namakamu).

"Kenapa si, lo. Daritadi kerjaannya cuman diem aja. Mana main pasrah aja lagi." Celoteh (Namakamu).

"Yaa— Mau gimana lagi? Gue emang bener-bener gabisa nolak kalo ini emang udah kemauan orang tua gue." Jawab Iqbaal dengan nada pasrahnya.

"Lagian gue juga gamau jadi anak durhaka kalo gue—"

"Halah. Modus!" Cetus (Namakamu).

"Modus apaan si? Ga jelas." Desis Iqbaal.

"Lagian kalo bukan karena orang tua gue yang ngejodohin gini, ya gue juga ga bakal mau sama lo." Lanjutnya.

(Namakamu) pun berdiri.

"Eh, lo mau kemana—"

"Bukan urusan lo. Permisi." (Namakamu) memotong pembicaraan Iqbaal lalu pergi begitu saja.

Untung saja, ia mengantongi kunci motornya. (Namakamu) pun menuju garasi mobil. Tak lama kemudian, ia menaiki motornya lalu memakai helmnya.

Berhasil! (Namakamu) kabur dari rumahnya dengan mengendarai sepeda motor Scoopy berwarna merah-hitam miliknya dan memakai helm berwarna hitam miliknya. Ia pun membawa motornya dengan kecepatan rata-rata menuju kampusnya.

FYI. Sebelumnya (Namakamu) emang udah ngantongin dompet dan handphonenya, dan dia udah naruh barang2nya di garasi mobilnya. So, (Namakamu) tinggal ranselin tasnya yang isinya perlengkapan tanding basket miliknya beserta power bank miliknya lalu ia pake helm. Abis tu, langsung deh cuzzz kampus. hehehehe.

"Nih, minum dulu." Riska menyodorkan air mineral untuk (Namakamu).

"Thanks, Ris." (Namakamu) mengambil air mimeral tersebut lalu meminumnya sedikit demi sedikit.

"Lagian kok bisa si, lo tiba-tiba dijodohin sama Iqbaal?" Celoteh Anita.

"Nit, Please! Jangan bahas itu. Gue ga suka." Lirih (Namakamu).

"O— Okey." Jawab Anita dengan nada bersalah.

Iqbaal yang daritadi bingung karena (Namakamu) pun merasa bosan untuk duduk di teras rumah (Namakamu). Ia pun masuk ke rumah (Namakamu) lalu menghampiri kedua orang tuanya yang sedang asik ngobrol bersama kedua orang tua (Namakamu).

"Baal, gimana?" Tanya Ayah Zainal.

"(Namakamu) tiba-tiba pergi, Om." Jawab Iqbaal lalu duduk di samping Bunda Rike.

"Ck— Bener-bener itu anak." Ayah Zainal berdecak kesal.

Ayah Zainal pun mencoba untuk menghubungi (Namakamu).

DRRRT DRRRT DRRRT

Handphone (Namakamu) bergetar. Di layar handphonenya muncul panggilan masuk dari Ayahnya.

"(Nam), Bokap lo tuh nelfon daritadi." Ujar Riska.

"Gausah diangkat. Paling dia juga marah-marah ke gue." Celoteh (Namakamu).

"Gaboleh gitu, (Nam). Kali aja Bokap lo nelfon karena Bokap lo lagi darurat atau Bokap lo bener-bener butuh bantuan lo." Bujuk Anita.

"Tapi kan—"

DRRRT DRRRT DRRRT

Lagi lagi dan lagi, handphone (Namakamu) bergetar.

"Angkat, gih." Perintah Anita.

"Ssshh. Iyaiya." Desah (Namakamu).

Dengan terpaksa, (Namakamu) pun mengambil handphonenya lalu menggeser tombol hijau di layar handphonenya.

Normal : (Namakamu).
Italic : Ayah Zainal.

"Halo?"

"Halo, (Namakamu)? Kamu nih apa apaan sih? Kok tiba-tiba menghindar dari Ayah?"

"Maaf, Yah. Seharusnya (Namakamu) yang nanya sama Ayah. Kenapa si, Ayah selalu aja pake cara ini?" (Namakamu) tanya balik ke Ayah Zainal.

"Ayah lakuin ini semua demi kebaikan kamu, sayang."

"Ga. Ayah ga sayang sama (Namakamu)." Ketus  (Namakamu).

"(Namakamu), kamu nih apa apaan. Kok ngom—"

"Yah. (Namakamu) udah gede, Yah. (Namakamu) udah dewasa. Masa (Namakamu) masih aja dijodoh-jodohin kek gini sih? Harusnya Ayah tau, kalo cara ini bener-bener ga menjamin kebahagiaan (Namakamu) nantinya." Lirih (Namakamu).

"Kamu dimana—"

"Maaf, Yah. Ga penting Ayah harus tau kalo (Namakamu) dimana. Sekarang (Namakamu) sibuk." (Namakamu) memotong pembicaraan Ayahnya.

"Assalamualaikum." Lanjutnya.

"Gita—"

TUT TUT TUT

(Namakamu) memutuskan sambungan telfon Ayahnya. Kini, (Namakamu) hanya bisa nangis ketika mengingat perkaraan Ayahnya barusan.

"Ck." Ayah Zainal berdecak kesal.

"Gimana, Yah? Apa kata (Namakamu)?" Tanya Bunda Yanti dengan ekspresi penuh tanda tanya.

"Mungkin (Namakamu) butuh waktu." Sahut Ayah Zainal dengan nada pasrahnya.

"Oiya, Tante. Kalo boleh tau, (Namakamu) ikut eskul basket?" Tanya Iqbaal ragu-ragu.

"Iya." Jawab Bunda Yanti.

"Mungkin hari ini (Namakamu) ikut tanding basket, Tant. Karena malam ini final basket antar kampus." Ujar Iqbaal.

"Bisa jadi sih." Gumam Bunda Yanti.

"Tanding basketnya dimana, Baal?" Tanya Ayah Zainal.

"Di kampus, Om." Jawab Iqbaal.

Ba'da Isya' telah berlalu. Kini saatnya Team Basket bersiap-siap untuk bertanding. Begitupun dengan (Namakamu). Ia mempersiapkan dirinya untuk berhadapan dengan musuhnya nanti.

"(Nam), fokus ya. Gausah mikirin masalah lo dulu." Ujar Riska lalu rangkul (Namakamu).

"Semangat!!" Ketus Anita lalu rangkul (Namakamu).

(Namakamu) tersenyum bahagia, lalu memeluk kedua sahabatnya itu.

"Kalian juga harus semangat." Gumam (Namakamu).

"Always!" Sahut Anita dan Riska secara serentak.


💨💨💨

Next?
Hayuuuu, vote + comment nya jangan lupa. 😋

-d.

Water (masih revisian)Where stories live. Discover now