Tongkat Sihir

1.9K 296 21
                                    

Asap mengepul di udara, terbang bersamaan dengan angin yang berhembus. Burung merpati terbang beriringan mengintari perkarangan rumah bewarna cokelat pekat dengan kayu-kayu sebagai pondasinya. 

Burung merpati itu jumlahnya semakin banyak dengan surat-surat berada di kaki mereka, mata tajam salah satu burung merpati tersebut menatap cerobong asap yang berada diatas atap rumah itu. Tidak lama burung itu terbang dan membuang surat -surat itu lewat cerobong asap diikuti dengan beberapa burung merpati lainnya.

Lelaki bersurai pink melihat surat-surat itu masuk kedalam cerobong asapnya. Dia memijat pangkal hidungnya, lalu menunduk untuk mengambil tumpukan surat yang dia lihat. Tidak bisakah mereka berhenti mengirim surat ini?  Taeyong menekuk mukanya tanda tidak suka dengan surat-surat itu semua.

Jaehyun yang turun dari tangga melihat Taeyong memegang sepucuk surat dari tangannya. Lelaki itu melangkah mendekati Taeyong. "Apa mereka mengirim surat itu lagi?" Jaehyun mengambil surat yang ditangan Taeyong, ia menghembuskan nafasnya dengan berat setelah tahu siapa yang mengirimkan surat itu.

"Sampai kapan mereka mengincar Mark, Jaehyun?" air mata mengalir dari sudut matanya. Tangannya terkulai lemas memegang kursi bantal berudu yang didekat tugu perapian. Dia menangis dengan bayangan-bayangan menakutkan di penglihatannya.

Jaehyun mengelus surai pink Taeyong dengan lembut, tangan satunya memegang erat surat itu sampai menonjolkan urat-urat hijau di tangan kekarnya. "Mark tidak akan pergi dari kita, percayalah padaku." Jaehyun mencoba menenangi Taeyong, dia mencium lembut pucuk kepala Taeyong memejamkan mata, menyalurkan kenyamanan yang ada.

"Mimpi itu datang setiap malam Jaehyun, aku—aku," tangisan Taeyong semakin menjadi. Setiap malam ia bermimpi Mark pergi meninggalkan dia dan Jaehyun untuk berangkat ke Ilvermony untuk bersekolah ditempat sihir dia mengajar dulu dan tempat dia tinggal dulu.

Jaehyun memeluk Taeyong dengan erat, "Percayalah  dia akan bersama kita, dia tahu orangtuanya sangat menyayanginya." Jaehyun mengusap pelan air mata yang mengalir di pipi Taeyong.

"Mom?" Mark berjalan dengan kaki kecilnya mendekati orangtuanya. Ia berlari ketika melihat Taeyong melepaskan pelukannya dari Jaehyun, lalu dengan cepat Mark menghampiri Taeyong.

Taeyong dengan sigap menangkap Mark yang berlari  kearahnya. Mark menenggelamkan kepalanya ke leher Taeyong, lalu mengecup pipi Taeyong dengan bibir mungilnya.

"Mom lapee—lapell."

"Ayo kita makan jagoan, mommy sudah membuat roti keju kesukaanmu." Taeyong mengenggam tangan kecil Mark dan berjalan kearah dapur. Jaehyun menatap tubuh mereka berdua dari belakang. Senyuman tulus terukir di wajah tampannya.

Suhu diluar sudah semakin dingin, akan ada badai salju malam nanti. Jaehyun harus menyiapkan beberapa kayu untuk perapian mereka. Dia melihat sekilas surat yang berada di tangannya, lalu surat itu ia taruh di kantung celananya.

Jaehyun mengambil jumbahnya yang tergantung dekat tugu api, memakai sarung tangan pemberian  dari Taeyong disaat natal lalu. Jaehyun keluar dari rumahnya untuk mengambil beberapa kayu di hutan. Satu hal, dia lupa memberitahu Taeyong.

Jaehyun menutup pintu kayu itu, diluar sana banyak burung merpati melihat kearahnya. Salah satu diantara mereka mengikuti Jaehyun yang sudah masuk kedalam hutan.

                                           ***

Pria dengan jubah birunya, dengan berbagai simbol dibahunya duduk di singgah sananya dan didepannya terdapat banyak penyihir yang punya jabatan penting sedang berbincang sembari mendisikusikan lembaran kertas ditangan mereka.

Baby Lion - JaeYongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang