BAGIAN 4

515 11 0
                                    

Ghaffar melihat sebuah kertas di atas meja nakasnya, Ghaffar berusaha meraih kertas itu dan membacanya, di situ tertulis bahwa bi ina-pembantu dan sekligus yang merawat Ghaffar, cuti karena perintah dari papanya.

"Sial, mau papa apa sih?!" Ghaffar mengumpat pada papanya, bagaimana dia bisa tidur jika tak ada yang membantunya beranjak dari kursi roda.

Rasa lelah Ghaffar tidak lagi tertahan, akhirnya dia pun terlelap di atas kursi rodanya.

...

Ulya tebangun dari tidurnya, dia tertidur di sofa ruang keluarga, di lihatnya jam yang ada di ruangan itu menunjukkan pukul 03.30, Ulya pun beranjak mencari kamar mandi untuk berwudhu.

Tak lama Ulya mengambil wudhu ia pun melaksanakan sholat tahadjudnya.

"Ya allah, kau telah mentakdirkan mas Ghaffar sebagai suami Ulya, tolong, bantu Ulya untuk bisa menjadi istri yang taat ya allah, sembuhkan mas Ghaffar, dan buka kan hatinya untuk menerima kehadiran Ulya" Ulya terisak dalam doanya, di sepertiga malam inilah Ulya bisa berkeluh kesah, bercerita pada rabnya, karena tak ada tempat yang lebih baik selain kepada Allah.

Seusai sholat, Ulya memberanikan dirinya membuka pintu kamar Ghaffar, untuk melihat Ghaffar, secara Ghaffar tak bisa bergerak, bagaimana beranjak dari kursi rodanya.

Setiba di dalam, Ulya merasa bersalah karena membiarkan Ghaffar sendirian di kamarnya dan tidur di atas kursi rodanya.

Ulya berusaha mengangkat tubuh kekar Ghaffar, walau terlihat mustahil untuk Ulya dengan badannya yang mungil itu. Namun dengan tekadnya Ulya berhasil membaringkan Ghaffar di kasurnya.

Ulya tak ingin Ghaffar menyadari kehadirannya, Ulya pun bergegas keluar dari kamar Ghaffar.

Di ruang keluarga, Ulya membaca Al-qur'an sembari menunggu adzan subuh.

...

Pagi ini Ulya sedang membuat sarapan di dapur, dengan bahan seadanya, ya tidak lain dan tidak bukan adalah nasi goreng.

"Assalamualaikum" terdengar salam seorang wanita dari arah ruang tamu.

"Wa'alikumsalam" Ulya pun menjawab dan berjalan ke luar dapur.

Belum sempat beranjak dari dapur, wanita itu telah sampai di dapur.

"Pagi non, kenalin bibi namanya ina, bibi pembantu disini, non istri den Ghaffar kan?" ucap bi ina dengan ramah memastikan seraya memperkenalkan dirinya.

"Pagi bi, iya, nama saya Ulya bi" Ulya kembali menjawab bi ina dengan ramah.

"Oh iya non bentar lagi jam den Ghaffar makan obat, lebih baik non bawakan air putih dan roti selai kacang sama obatnya ke kamar den Ghaffar"

Ulya bingung, dia berfikir bahwa Ghaffar pasti akan menolaknya, melihat kejadian tadi malam.

"Hm maaf bi, bibi aja ya bi, Ulya segan" tolak Ulya halus.

"Ini perintah Tuan Hary, kan non istrinya heheh, suapi ya non, non tau kan kondisi den Ghaffar, lebih baik secepatnya non" ucap bi ina memohon.

"Baiklah bi, jika paman yang minta" Ulya hanya pasrah.

"Den Ghaffar orangnya baik kok non, bibi izin ke pasar ya non mau beli bahan masakakan" bi ina meyakinkan Ulya, walau Ulya tidak merasa yakin.

"Iya bi hati hati"

...

Perlahan lahan Ghaffar membuka matanya, dia merasa ada yang aneh, semalam dia tertidur di kursi rodanya, namun kenapa sekarang dia ada di atas kasurnya, Apakah bi ina? Apa Ulya? Ah tidak mungkin fikirnya.

'toktoktok'"Assalamualaikum" ucap Ulya sembari membuka pintu.

Ulya membawa nampan yang berisi roti air dan obat.

"Ini mas, sarapan sama obatnya" Ulya meletakkan nampan itu di atas nakas.

"Mana bi ina?" Ghaffar bertanya tanpa menatap Ulya.

"Bi ina ke pasar, bi ina bilang, paman nyuruh Ulya antarkan ini ke mas" Ulya merasa takut mengingat kejadian semalam takut terulang.

"Keluar!"

Ulya masih berdiri diam di hadapan Ghaffar, dia bingung, harus menyuapi Ghaffar, atau keluar seperti perintah Ghaffar.

...

Akankah Pernikahan ini bahagia?

Ikuti terus kisah Ulya dan Ghaffar

Semoga kalian menikmati kisah Ulya

Salam Hangat dari saya, LIA

Cinta UlyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang