Tentang kemampuan Sojung membaca pikiran dan isi hati orang lain hanya diketahui oleh Tuhan, Bunda dan dirinya sendiri. Ia tidak bisa menerka bagaimana jika seandainya ketiga sahabatnya mengetahui hal ini.Apa yang akan kamu lakukan jika ada orang lain yang bisa membaca isi hatimu? Ada orang lain yang mengetahui apa yang sedang kamu pikirkan? Tidak nyaman bukan?
Sebenarnya kemampuan ini membuat Sojung menanggung beban yang cukup berat. Ia dapat mengetahui apa yang dipikirkan orang lain dengan hanya menatap mata orang tersebut.
Melelahkan. Setiap harinya ia bertemu puluhan orang dan tak jarang mengobrol dengan mereka juga. Saat mengobrol sangat tidak sopan jika tidak menatap mata lawan bicara. Maka dari itu Sojung mau tidak mau mengetahui apa yang sedang dipikirkan orang itu.
"Bona!"
"Sojung!"
Sojung dan Bona saling melepas rindu setelah lama tak bertemu. Ini adalah hari pertama masuk setelah libur semester berakhir.
"Kangen banget!!" Sojung tak bisa melepaskan pelukannya pada Bona.
"Gue juga! Tapi ini lepasin dulu—gila lo mau bunuh gue ya?"
"Meluk lo tuh enak tau. Mungil." Sojung kembali memeluk Bona.
Jeonghan.
Sojung mengalihkan pandangannya ke arah dimana Bona memperhatikan seseorang. Seseorang yang sudah lama Bona sukai. Meskipun Bona sendiri sudah tahu bahwa Jeonghan sedang tidak ingin berpacaran dan ingin fokus dengan studinya, Bona masih tetap saja menyukai lelaki itu.
"Halo? Polisi? Tolong di sini ada perempuan bucin." Sojung meletakan ponsel di telinganya, berpura-pura menghubungi polisi.
"Kim Sojung! Bener-bener lo ya!" Bona segera menutup mulut Sojung dengan susah payah.
Sebenarnya, tanpa Sojung membaca pikiran Bona pun semua orang bisa saja mengetahui fakta bahwa Bona menyukai Jeonghan. Semua terlihat jelas di wajah Bona.
Bona masih berusaha menutup mulut temannya itu. Ia berhenti setelah mendengar bunyi ponsel Sojung.
"Halo? Iya gue udah selesai kok—NEBENG? Lo yang nyetir ya? Yaudah gue ke sana." Sojung menghela napasnya setelah sambungan itu berakhir.
Yang barusan menelepon adalah adiknya, Mingyu, yang juga berkuliah di universitas yang sama dengannya.
"Kenapa Mingyu?"
"Mau pulang bareng soalnya mobil dia masih di bengkel."
Dengan ekspresi sedih, Sojung meninggalkan Bona dan langsung pergi ke Fakultas Hukum untuk menjemput adiknya.
••
"Jadi mau sampe kapan lo nebeng gue?" tanya Sojung setelah Mingyu duduk di kursi pengemudi.
"Sampe mobil gue selesai, sebulan lah kira-kira—ADUH SAKIT KAK!!"
Mendengar ia harus berbagi kendaraan dengan adiknya ini selama sebulan membuat Sojung kesal hingga menarik rambut Mingyu.
"Anak setan emang lo ya. Mobil lo apain sampe bisa masuk bengkel sebulan?!" Sojung masih menarik rambut Mingyu.
"Kalo gue anak setan berarti lo juga lah! Bunda lo juga bunda gue." Mingyu berusaha melepaskan tangan Sojung sambil mempertahankan mobil agar tidak oleng.
Saat tiba di persimpangan jalan, Mingyu melihat ada mobil yang melaju kencang ke arahnya. Beruntung Mingyu bisa mengerem tepat waktu, sehingga mobil mereka tidak menabrak mobil itu.
"Lo sih narik rambut gue. Gue jadi gak konsentrasi."
Melihat pengemudi mobil itu turun, Mingyu dan Sojung juga turun untuk memastikan keadaan mobil dan orang tersebut.
"Maaf ya. Adik saya gak konsen tadi. Ada yang lecet gak?" tanya Sojung pada orang tersebut—yang sepertinya juga mahasiswa kampus ini.
"It's okay, gak lecet kok." jawab orang tersebut ramah.
"Masnya juga ngebut nih. Ini masih area kampus tau mas bukan tempat balapan." kata Mingyu blak-blakan.
Orang itu hanya membalas Mingyu dengan senyumnya hingga terbentuk lesung pipi di sana, "Maaf ya."
Gagal lagi. Kapan matinya sih?
Kening Sojung berkerut, bingung mendengar suara barusan. Itu bukan suara Mingyu. Itu suara lelaki ini. Apa maksudnya mati?
—
Entah kenapa suka banget bikin Mingyu sama Sojung jadi adek-kakak😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Darkest Secret
Short StoryApa yang akan kamu lakukan jika aku bisa mengetahui rahasiamu? • 𝓓𝓪𝓻𝓴𝓮𝓼𝓽 𝓢𝓮𝓬𝓻𝓮𝓽 •