Asa Tanpa Jeda [ SUDAH DITERBITKAN ]

Rahasia Istri Kedua

MBAK ARUM.... jika ada wanita yang paling berhak atas Mas Hamdan diantara kami bertiga, itulah dia. Jika ada wanita yang paling besar berkorban perasaan, itu juga dia. Dan jika ada orang yang paling dikasihi Mas Hamdan, mungkin itu juga adalah dia. Wanita yang sekarang duduk di hadapanku. Berkali-kali ia menyeka air mata dengan jilbabnya yang lebar. Dia terlalu anggun di mataku.

Aku meminta mbah Dar membuatkan minum, lalu mengajak anakku jalan-jalan ke rumah ibu agar kami bisa berbicara berdua.

“Riris... semua salah dia. Semula aku iba, sebab dia merupakan korban perkosaan. Kami sudah saling mengenal sejak SMA. Dan ibunya merupakan dukun pijat, langganan ibuku. Suatu hari ibunya menceritakan padaku bahwa Riris depresi karena mengandung anak hasil perkosaan. Begitu mudahnya bagi seseorang yang tak menginginkan anak untuk hamil, sedangkan kami yang begitu lama menanti malah tak kunjung diberi,” kata mbak Arum bercerita tentang Riris setelah menenangkan diri.

Perlahan-lahan tabir itu terbuka. Ternyata Mbak Riris juga sudah tidak perawan saat menikah dengan mas Hamdan. Teringat aku pada waktu ia menyambutku pertama kali. Ia bilang apa? Tak berpengalaman dan baru disentuh oleh Mas Hamdan. Oh, rupanya ia suka berdusta.

“Ibunya menggugurkan kandungan itu karena malu. Sempat ia mengurung diri di rumah hingga ibunya cemas. Selama ia depresi, aku selalu datang mengunjunginya untuk menguatkan batinnya.” 

“Tapi kenapa mbak pilihkan mbak Riris untuk mas Hamdan? Kenapa harus wanita korban perkosaan?” tanyaku.

“Di saat Riris depresi, aku sebenarnya juga mengalami hal yang sama. Ibu mertuaku tak suka padaku dan selalu menyindirku karena belum mampu memberikan keturunan pada mas Hamdan. Kami sudah mencoba berbagai cara, mulai medis hingga alternatif. Tapi memang dalam hal ini, aku yang memiliki kekurangan. Dokter memvonis sulit hamil. Beruntung mas Hamdan setia mendampingi walau aku tak sempurna. Padahal dia menikahiku bukan karena cinta. Itulah mengapa di mataku, mas Hamdan sangat mulia.”

Jadi mulanya mas Hamdan menikahi mbak Arum bukan karena cinta. Meskipun begitu, mas Hamdan menunjukkan rasa sayang yang sangat besar untuk istri pertamanya itu. Mungkinkah, aku lah satu-satunya wanita yang dinikahi mas Hamdan berlandaskan cinta? Kataku dalam hati. 

“Kami dulu dijodohkan. Abah merupakan kawan lama bapaknya mas Hamdan. Dia sudah 27 tahun kala itu, namun tak juga memiliki calon. Mungkin karena ibu mas Hamdan sangat keras. Setiap wanita yang dikenalkan Mas Hamdan, tidak ada yang ia suka. Kurang cantiklah, kurang kayalah, kurang sepadan, dan masih banyak lainnya.”

Aku membayangkan situasi mbak Arum. Tentu sangat berat sekali menghadapi tekanan masyarakat. Apalagi jika lingkungan sendiri tidak memberi dukungan. Sehari-hari ditekan mertuanya sendiri. Yah, tentu sangat depresi. Apalagi mas Hamdan adalah putra tunggal. Sangat penting bagi sebuah keluarga kaya untuk punya keturunan yang meneruskan bisnis keluarga, bukan begitu? 

“Tapi kenapa mbak bilang semua salah mbak Riris? Apa hubungan antara hilangnya kejantanan mas Hamdan dengan mbak Riris?” tanyaku hendak membuka tabir itu. Rahasia yang selama ini ingin diketahui banyak orang.

“Sebab Riris itu wanita gila. Tak bermoral!” Mbak Arum mulai emosi kembali. Ia pukul-pukul bantal di sofa. Aku berusaha menenangkan dengan menepuk-nepuk pahanya. Ku lihat nafasnya mulai tersenggal-senggal saat emosi.

“Mbak Riris??? Dia mengguna-gunai mas Hamdan?” tanyaku takut-takut. Melihat emosi mbak Arum yang selalu naik setiap kutanya perihal itu, sepertinya ada yang mbak Riris lakukan untuk merenggut keperkasaan mas Hamdan.

“Lebih buruk dari itu. Mas Hamdan, Mas Hamdan..." lagi-lagi mbak Arum sulit mengatakan. Ada apa? Ayo dong mbak, jangan buat aku penasaran.

“Mas Hamdan, waktu itu sepertinya normal.” Kataku mengingatkan kembali kejadian di mana aku tertangkap basah olehnya tengah bercumbu mesra.