Selamat membaca
***
"Astaghfirullah! Rahma! Kamu kenapa?!." Pekik Aisyah, menghampiri Rahma.
Rahma menujuk Anisa, "dia! Anak gak tau malu! Jelasin, Anisa!" Rahma melempar patahan Tes Pack kearah Anisa.
"Astaghfirullah! Sabar Rahma, Sabar," Aisyah mengelus punggung Rahma yang sedang tersulut emosi, dikarenakan melihat adanya benda itu.
"Bun-"
"Jangan panggil saya Bunda kamu! Gak sudi saya punya anak seperti kamu, susah diatur!." potong Rahma penuh penekanan.
"Istighfar, Rahma. Anisa butuh waktu untuk menjelaskan, ayo kamu duduk dulu.." Aisyah menggiring Rahma ke arah sofa dikamar Anisa.
Aisyah menghampiri Anisa, mengelus pundak Anisa lembut. Hidungnya sudah memerah akibat menangis.
"Sudah, istirahat dulu ya, fisik kamu masih belum stabil, biar Bunda kamu umi yang urus.."
"Tapi, Tan-"
"Panggil umi ya, kamu kan mau jadi menantu umi," ucapnya lembut membelai pipi Anisa.
"Umi, gak mau batalin pernikahan nya?,"
Aisyah tersenyum, "umi tau, ini bukan salah kamu, dan Ibrahim pasti akan mengerti" tangannya terulur untuk menyeka air mata Anisa yang masih saja mengalir.
"Kamu tidur lagi ya.." lanjutnya.
Anisa mendekap erat tubuh Aisyah, sungguh beruntung ia akan mempunyai mertua seperti Umi Aisyah.
"Ma-makasih, Mi, ma-maaf Anisa sudah dijebak.." tangisnya dipelukan Aisyah. Ia mengelus lembut punggung Anisa.
Tokk.. Tokk..
"Mi? Ada apa?" tanya Ibrahim dibalik pintu, sedari tadi ia mendengar keributan dari atas.
Aisyah melepas pelukan Anisa, "sebentar ya," Aisyah membukakan pintu untuk Ibrahim.
Anisa menghapus air matanya, ia tidak ingin menangis dihadapan cowok itu. Gengsinya masih ada.
"Masuk, Im," Aisyah menggandeng lengan Ibrahim, dan membuatnya semakin bingung. Sebenarnya, ini semua ada apa?.
Ibrahim duduk disamping Rahma yang masih saja memegangi kepalanya, menatap uminya meminta penjelasan.
Aisyah memperlihatkan patahan Tes Pack kepada Ibrahim, Ia mengerutkan keningnya, "apa itu, mi?"
Ah, Aisyah lupa, jika Ibrahim tidak tahu itu benda apa, "Anisa, hamil." jelas Aisyah.
Ibrahim kaget bukan main, ia melihat Anisa sekilas, wajahnya sangat pucat, hidungnya memerah bekas menangis, Anisa terlihat sangat kacau.
Harus apa dia sekarang? Ia tidak bisa apa-apa, semuanya sudah terjadi. Pernikahan sudah didepan mata.
Ibrahim berpikir keras, ia sekarang harus bagaimana? Semua orang menatapnya. Akhirnya, Ibrahim menghela napas, meyakinkan dirinya. Tak lupa mengucap basmalah dalam hati.
"Tidak apa, umi. Ibrahim tetap akan melanjutkan pernikahan ini, dan menjadi orang tua untuk janin yang ada di perut Anisa." ucapnya yakin, semoga keputusannya ini tidak salah. Anisa menatap Ibrahim tak percaya, begitupun Rahma.
Aisyah memandang Ibrahim bangga. Sekarang tinggal menunggu waktu untuk bicara dengan Adam, suaminya.
***
"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq" ucap Ibrahim dengan lantang menjabat tangan Ayahnya Anisa, sebagai wali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh ku Santri!
Random[BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Apa?! Nikah?!! Gamau! Nisa kan masih sekolah Bun! Apa-apaan sih bunda tuh." Nisa pergi dari hadapan bundanya. Diumur yang masih belasan tahun ini, sama sekali ia tidak pernah memikirkan pernikahan. Dirinya masih...