Five

105 12 4
                                    

"Pak Mario, ini laporan hasil penyelidikan kami," seorang polisi memberikan sebuah amplop coklat yang berisi kertas-kertas data kepada atasannya.

"Kami menemukan sesuatu yang mecurigakan di lokasi kebakaran. Dari bentuk dan ukurannya benda ini seperti tabung granat," polisi itu memberikan barang bukti yang ia katakan tadi. Sesuatu yang mirip granat, namun sayangnya benda itu telah rusak dan meleleh hingga sulit untuk dikenali.

"Granat?" tanya Mario.

Polisi tadi mengangguk. "Benar, pak," jawabnya.

"Harusnya benda itu sudah hancur kalau memang granat. Tapi benda itu masih utuh dan rusak terkena kobaran api," Mario memperhatikan barang bukti yang dibawa oleh bawahannya itu.

"Hanya itu yang bisa kami temukan di lokasi, Pak."

Mario termenung, tangannya meraih sebuah foto di saku seragamnya. Raut wajah Mario begitu sulit diartikan saat memperhatikan foto tersebut.

"Inspektur Mario, putra anda menelpon," seorang polisi lain membuka pintu ruangan laki-laki bernama Mario tersebut.

"Sebentar, kita lanjutkan nanti," ujar Mario pada bawahannya. Laki-laki itupun mengangkat telpon yang telah tersambung dengan anaknya itu setelah bawahannya pergi.

"Halo? Roby? Kenapa?" sapa Mario pada anaknya di seberang sana.

...

Keyla masih diam di tempatnya, tidak beranjak ke manapun, ia bingung harus ikut Kayla atau menyelamatkan Evan. Kenapa ia jadi bimbang seperti ini? Tentu ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Tapi, rasanya ada sesuatu yang menghalanginya, dan itu berasal dari hati.

"Key.. Keyla!" Keyla menoleh ke arah Kayla. Kembarannya itu sudah bersiap dengan seragamnya.

"Oke gue aja yang berangkat," dengan mengenakan hoodie berwarna hitam dan celana berwarna senada, Kayla memasukkan sebuah pistol Glock 20. Lebih ringan dibandingkan koleksi pistol Kayla yang lain. Pistol ini mampu memuat 15 peluru 10 mm yang masing-masing mampu dilontarkan hingga kecepatan 1600 kaki per detik. Ringan tapi mematikan, julukan yang tepat untuk Glock 20.

"Kay, tunggu dulu!" Keyla mencekal tangan Kayla untuk menghentikan langkah kembarannya itu.

"Apa lagi?" Kayla menatap Keyla malas.

"Jangan buru-buru!" ujar Keyla.

"Terus lo mau apa?"

"K-kita bikin rencana dulu? Gue gak mau misi ini gagal lagi!"

...

Roby keluar dari kamarnya pukul 11 malam untuk mengambil minum di dapur. Namun perhatiannya teralihkan saat melihat ayahnya yang tertidur di sofa dengan banyak kertas di sekitarnya.

Selalu seperti ini setiap ada kasus baru. Roby menghela napasnya, kemudian berjalan ke tempat ayahnya itu dan membereskan kertas-kertas yang berserakan di sana.

Tanpa sengaja, ia melihat sebuah foto yang menampakkan sepasang suami istri dan dua orang anak perempuan mereka yang berusia sekitar 3 tahun, foto itu berada di atas meja, tertutup beberapa kertas berkas milik ayahnya. Tangan Roby terulur mengambil foto tersebut.

Wajah dua anak kecil di foto itu terasa tidak asing di mata Roby. Ia langsung menyimpan foto itu ke dalam saku celananya saat melihat pergerakan ayahnya. Entah kenapa Roby merasa harus menyimpan foto itu.

Setelah itu Roby langsung meninggalkan ayahnya dan kembali menuju dapur, melupakan niatnya yang ingin merapikan berkas-berkas milik ayahnya.

...

The Death TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang