Six

125 14 4
                                    

Hening. Evan diam sambil memandangi setir mobil di depannya. Jantungnya berdegub tak beraturan. Matanya hanya menatap kosong setir di depannya, berusaha mencerna baik-baik ucapan Keyla.

Keyla, gadis itu sendiri juga terdiam. Namun kegelisahan telah menelusup masuk ke dalam hatinya. Ia sendiri masih tidak mempercayai yang baru saja ia ucapkan.

Apa yang Keyla ucapkan hanya bohongan bukan? Evan masih belum bisa mempercayai sepenuhnya pengakuan dari gadis di sampingnya.

Hahh~

Helaan napas itu keluar begitu saja dari mulut Evan, masih dengan posisi yang sama.

Malam yang sunyi, hanya ada bulan di atas sana. Sebagian langit terlihat mulai kemerahan, mendung. Evan kebingungan saat melihat Keyla yang tiba-tiba turun dari mobil dan berjalan menuju halte, kebetulan tadi di dekat Evan mengerem mendadak ada sebuah halte kecil. Ia melepaskan sealtbelt berniat menyusul Keyla.

Evan mulai berlari kecil, mengikuti Keyla. Ia ingin penjelasan, tentang pengakuan mengejutkan tadi. Dan kenapa Keyla bisa mengatakannya dengan tenang. Kalau dipikir-pikir, dari kejadian semalaman ini, Evan bisa percaya dengan Keyla dan Kayla, bahwa keduanya membunuh orangtuanya. Tapi atas alasan apa?

Apa mereka memiliki dendam? Atau apa? Evan tidak mengerti!

Arghh!!

Evan mengacak sendiri rambutnya, ini sangat memusingkan!

Laki-laki itu menghampiri Keyla dan mengambil duduk di samping gadis itu. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini. Sungguh, kalau memang Keyla dan Kayla yang membunuh kedua orang tuanya...

Ah! Evan ingat! Malam itu, saat rumahnya terbakar. Keyla ada di sekitar sana. Apa benar? Apa Keyla tega melakukan itu?

Evan bodoh! Tadi saja ia hampir mati di tangan dua kembaran ini. Kenapa harus ragu lagi? Dasar bodoh.

"Key," panggil Evan begitu pelan.

Haruskah Evan menganggap semua ini tidak pernah terjadi dan membuat semuanya baik-baik saja? Ataukah ia harus menuntut balas? Lagi-lagi Evan bodoh. Bagaimana ceranya menuntut balas? Kalau tadi saja Keyla yang menyelamatkannya. Ia berhutang pada gadis itu. Gadis yang ia cintai selama ini. Apa cinta itu masih ada?

Keyla tak menoleh sedikitpun, iris matanya hanya fokus menatap langit yang tidak lagi dihiasi satu bintang pun, bulan pun seprrtinya juga sudah menghilang. Digantikan oleh awan mendung yang terlihat begitu merah.

"Kasih gue alasan. Gue bingung. Gue gak tau harus apa!" Evan sedikit menaikkan nada suaranya. Frustasi. Itu yang laki-laki itu rasakan sekarang.

"I-ini cuma bohong, kan? G-gue pasti mimpi!" racaunya. Air mata perlahan mulai membasahi pipinya.

Namun Keyla malah hanya menyenderkan kepalanya di tiang penyangga halte yang besinya sudah mulai berkarat. Warna cat merah pada besi pun juga sudah agak menghilang. Gadis itu memiringkan kepalanya agar dapat melihat bagaimana sekarang ekspresi Evan.

"Ini nyata. Gue pembunuh. Kenapa gue bunuh orang tua lo, karena itu tugas gue. Ada yang ngasih misi itu ke gue sama Kayla," ujar Keyla menjelaskan perlahan. Evan diam dan mendengarkan. Tidak ada niat sama sekali untuk memotong.

"Awalnya gue pikir lo orang yang beda. Makannya gue batalin buat bunuh lo. Karena seharusnya misi gue adalah bunuh keluarga lo, termasuk lo sendiri," Evan tercekat mendengarnya. Apalagi melihat wajah Keyla yang terlihat menyeramkan saat mengatakan itu. Namun tak ada keberanian sama sekali di dalam diri Evan untuk sekedar memotong ucapan Keyla.

"Tapi kayaknya gue salah," perlahan Keyla memasukkan tangan kanannya ke dalam saku hoodie.

Evan menatap kedua mata Keyla dengan penuh selidik, apa maksudnya? Apa kesalahan yang Keyla buat?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Death TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang