Four

177 20 5
                                    

Beberapa mobil pemadam kebakaran datang untuk memadamkan api yang berkobar. Selain itu juga ada mobil ambulan dan mobil polisi. Mereka semua berkumpul mengelilingi tempat kejadian perkara. Hal itu sedikit membuat Keyla yang terjebak di sana merasa khawatir. Apalagi semua peralatan membunuhnya masih ia bawa di dalam tas. Ingin hati segera kabur dari sana, tapi itu tidak mungkin dilakukan jika Evan terus menangis dengan memeluk lengannya.

Setelah beberapa menit, akhirnya api berhasil dipadamkan. Para petugas segera mengamankan lokasi. Jasad kedua orang tua Evan berhasil dievakuasi. Namun naas. Mereka tidak selamat. Dalam hati Keyla berteriak senang karena cara saudaranya itu sangat manjur untuk membunuh orang. Tapi sayangnya ia masih terjebak di sana. Gadis itu harus memikirkan cara untuk pergi, atau setidaknya membuang semua peralatannya.

Evan melepaskan lengan Keyla dan berjalan ke arah jasad orang tuanya. Laki-laki itu menatap dua orang yang telah terbujur kaku di depannya dengan tidak percaya, ia tidak menyangka kalau mama dan papanya meninggal dengan cara yang setragis ini. Tangannya terkepal kuat menahan tangis yang tidak juga mau berhenti dari tadi.

Perlahan tangan Evan melemas. Ia menjatuhkan dirinya, berlutut di samping dua jasad orang tuanya yang dibungkus oleh kantung jasad karena keadaannya yang sangat mengenaskan. Tanpa merasa jijik Evan memeluk dua kantung jasad berisi jasad orang tuanya tersebut. Laki-laki itu menangis begitu keras. Isakanya yang pilu terdengar memecah keheningan malam.

Sebenarnya Keyla bisa memanfaatkan kesempataan itu untuk pergi dari sana, namun ia hanya berdiri mematung dan menatap punggung belakang Evan yang bergetar sangat hebat karena menangis dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah kenapa hatinya merasa begitu sakit saat melihat Evan menangis seperti itu.

Ia tahu seperti apa rasanya kehilangan. Ia tahu bagaimana itu ditinggalkan. Ia tahu. Gadis itu jadi teringat pada kedua orang tuanya. Bagaimana keadaan mereka sekarang? Apa telah bahagia di sana?

Bagai ditarik kembali ke masa lalu. Gambaran Evan yang menangis berubah menjadi sebuah ruangan yang dipenuhi warna orange dan asap. Keyla berputar untuk melihat sekitarnya. Namun yang ada hanyalah kobaran api. Warna orange itu berasal dari kobaran api tersebut yang melahap hampir seluruh isi ruangan. Keyla berlari keluar dari pintu.

"PAPA! MAMA! KAK!" Keyla kecil berteriak memanggil keluarganya di tengah kobaran api yang melahap sebuah bangunan, lebih tepatnya rumah Keyla sendiri.

"Key!" Sahut Kayla dari suatu tempat. Keyla yang mendengarnya langsung berlari melewati kobaran api untuk pergi ke sumber suara.

Keyla masuk ke sebuah ruangan yang sebelumnya terkunci dari luar. Gadis kecil itu berusaha masuk. Karena di sanalah ia mendengar suara Kakaknya, Kayla.

"Kay! Kamu di mana?!" Seru Keyla setelah berhasil membuka pintu.

"Key!" Teriak Kayla lagi. Namun kali ini dengan suara yang lebih pelan karena lemas. Keyla segera menghampiri.

Gadis itu melihat saudaranya terjebak di antara balok kayu dan tidak bisa melepaskan diri. Ia bingung harus berbuat apa. Dengan ukuran badannya yang kecil tidak mungkin Keyla mengangkat balok kayu itu sendirian. Gadis itu menangis karena tidak bisa berbuat apapun. Apalagi saat melihat Kayla semakin lemas karena terlalu banyak menghirup asap.

BRUAK!

Keyla tersadar saat ada sebuah tepukan di pundaknya. Keyla berbalik menoleh. Itu Kayla. Belum sempat Keyla mengucapkan apapun Kayla telah lebih dulu menarik tangannya untuk segera pergi dari kerumunan.

"Kenapa lo bisa ada di sana?!" Tanya Kayla saat keduanya telah berada di mobil dan berlalu pergi. Terlihat raut khawatir di wajah gadis itu menatap adiknya yang kini tengah menunduk.

The Death TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang