Mesin Waktu | 6

569 59 6
                                    

Author's Note: [Edited Version]

Ada beberapa bagian yang harus diedit sedikit dan disempurnakan, plus ditambahin backsound juga biar makin gremet-gremet cihuy!

Selamat menikmati Mesin Waktu part 6 dengan diiringi oleh On the Night Like This-nya Mocca.

Jangan lupa vote dan comment-nya ya! Yang buanyaaaakkkk!!!


xoxo,
Sarah

*

Aku paling nggak bisa tidur dengan lampu menyala. Ada sinar sedikit saja, pasti tidurku terganggu. Aku lebih suka tidur dalam keadaan gelap gulita, hitam pekat, dan sunyi. 

Namun malam ini, bahkan ketika lampu kamar semuanya sudah dimatikan dan nggak ada suara sama sekali, aku tetap nggak bisa tidur. Aku berguling ke kanan dan mencoba memejamkan mata. Gagal. Gantian, aku berguling ke kiri. Gagal juga. Terlentang, telungkup, semua nggak juga berhasil membuatku tertidur. 

Dan semua ini terjadi karena Akar. Sejak pulang dari rumahnya, kepalaku nggak berhenti memikirkan dia, pertanyaannya tentang aku dan Kak Pras, dan gelitik-gelitik aneh yang aku rasakan ketika Akar mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa sepertinya dia cemburu ketika tahu bahwa Kak Pras cukup sering menungguku selesai latihan cheers dan mengajakku pulang sekolah bareng. 

Aku juga nggak bodoh. Aku bisa merasakan bahwa bahwa kayaknya Kak Pras naksir sama aku. Dan kalau aku boleh jujur, sebenarnya jika dia beneran naksir pun aku nggak menolak. Kak Pras itu pintar, ganteng, kapten basket sekolah, punya mobil sendiri, baik banget. Siapa sih yang nggak suka sama cowok kayak Kak Pras?

Masalahnya, sekarang ada Akar. Dan kembalinya Akar membuatku merasakan lagi sensasi-sensasi yang dulu pernah hadir ketika aku naksir dia. Senyum jahilnya, celetukan-celetukan garingnya, gestur-gestur kecilnya yang sebenarnya sederhana tapi entah kenapa selalu sukses membuat jantungku seperti melompat keluar dari rongga dada.

Dan saat Akar bertanya tentang hubunganku dan Kak Pras malam tadi, aku hanya bisa terpaku. Nggak mungkin aku mengaku di depan Akar bahwa dia berhasil membuatku merasakan apa yang nggak aku rasakan ketika aku sedang bersama Kak Pras. Wajahku mau ditaruh di mana?

"Lo sebenernya ada apa sih sama Pras?" Begitu tadi Akar bertanya. 

Padahal aku masih belum bisa menguasai diri dari rasa terkejut karena tiba-tiba Akar meraih pergelengan tanganku. Ketika jantungku masih jumpalitan nggak karuan karena sentuhan tangannya, Akar mengajukan pertanyaan yang membuatku bingung memikirkan jawabannya.

Dan untuk menutupi kegugupan itu, aku memilih untuk tertawa kencang. Bersikap seolah-olah pertanyaannya nggak berarti apa-apa untukku adalah satu-satunya cara yang bisa ku pikirkan supaya Akar nggak tahu kalau aku masih deg-degan setengah mati karena sentuhan tangannya barusan.

"Kok malah ketawa sih?" Akar bertanya lagi.

"Ya abis, pertanyaan lo aneh." Aku bergeser menjauh dari Akar, berjaga-jaga supaya dia nggak pegang-pegang lagi. Walaupun tadi cuma sebentar, tapi sepertinya efeknya akan panjang.

"Nggak aneh ah," Ujar Akar membela diri, "Gue kan kepengen tahu."

Aku menoleh ke arahnya, "Ya ngapain juga lo kepengen tahu? Buat apaan?"

"Emangnya gue nggak boleh tahu?" Akar mulai sewot, "Kok lo sekarang mulai main rahasia-rahasiaan sama gue?"

Aku tertawa lagi, "Lo kenapa sih pengen tahu banget? Jealous, sahabatnya lagi deket sama cowok lain?"

"Jadi lo beneran deket sama si Pras?" 

"Jawab dulu pertanyaan gue, lo jealous?"

Akar mengerutkan dahinya, heran, "Kenapa jadi gue yang mesti jawab pertanyaan lo? Kan gue yang duluan nanya."

Mesin Waktu (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang