Hello, Professor

247K 5.1K 101
                                    

Warning!

Cerita ini mengandung kehaluan akut.

Emosi naik turun. Berbahaya buat kesehatan jantung. wkaka.

Dibutuhkan hati yang kuat, enggak gampang rapuh, biar enggak ambyaarr.

Dan kuota.

Selamat datang di dunia Kara dan Aaron!

BEBERAPA PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN

================================

Kelompok mahasiswa akhir itu terlihat riuh di depan papan pengumuman fakultas. Mereka tengah memastikan bahwa nama mereka bisa mengikuti skripsi di tahun ini. Bagi yang sudah mendapat dosen pembimbing, mereka bersorai, yang belum dapat, mereka mulai panik. Karena krisis jumlah dosen, ada diantara mereka yang bingung karena tidak mendapat dosen pembimbing.

            Namun sialnya, dari lima puluh mahasiswa teman satu jurusannya, hanya satu orang yang tidak ada namanya di daftar itu. Kara Arumi. Entah apa yang salah dengannya, apa karena judul skripsinya yang dinilai nyeleneh? atau memang tidak ada dosen yang mau jadi pembimbingnya?

            Kara seorang diri, berlari menuju ruang Ketua Jurusan. Ia membawa proposal pengajuan judul di tangannya. Terengah-engah dia berlari menerobos kumpulan mahasiswa lainnya. Sudah mau jam makan siang, Kara takut, Ketua Jurusannya tidak ada di ruangannya.

            Nyatanya, ketakutan Kara sirna saat ini. Melihat Ketua Jurusannya ada di dalam sana, sebuah ruangan yang pintunya terbuat dari kayu mahoni kokoh, bertuliskan Ruang Ketua Prodi Psikologi.  Gadis itu segera masuk, ia tidak ingin kalau sampai skripsinya ditunda hingga semester depan.

            Ibu Sora namanya, wanita berumur 50 tahunan itu membaca isi prosopal pengajuan skripsi milik Kara. Keningnya nampak mengerut, dan diakhir, ia melepas kacamatanya.

            "Tidak ada judul lain yang bisa kamu ajukan ke pihak kampus?" tanya Bu Sora.

            Kara menggeleng pelan, "saya rasa, belum ada yang meneliti tentang ini, Bu."

            "Pengaruh Stress Tinggi terhadap Hyperseksual Disorder? Kamu tau, itu apa?"

            Kara mengangguk, "keinginan seks yang tinggi, bu."

            "Bukan hanya keinginan seks, tapi kecanduan. Atau bisa dikatakan, ini kelainan. Kamu menelitinya bagaimana? Hanya lewat artikel, penelitian kamu tidak valid, Kara," Bu Sora menghela nafasnya, ia memberikan lagi proposal itu pada Kara.

            "Jadi, bagaimana, Bu? saya masih bisa mengajukan ini?"

            "Tanya pada diri kamu sendiri, apa kamu sanggup membuat penelitian tentang ini?"

            "Sanggup, Bu."

            Kara jelas tidak mau goyah dengan pendiriannya.

            "Baik. Kalau kamu sanggup. Tapi, dosen pembimbing yang kamu butuhkan, bukan dosen yang bisa kamu temui di kelas. Kamu tahu, Profesor Aaron?"

            Seketika, Kara ingat nama itu, seorang dosen yang selama ia berkuliah, tidak pernah muncul wajahnya, dosen itu selalu digantikan dengan asistennya.

            "Iya, yang tidak pernah mengajar itu, kan, Bu?" tanya Kara.

            Bu Sora mengangguk, "Saya dapat kabar, kalau dia sedang ada di Indonesia," Bu Sora memberikan secarik kertas pada Kara, "ini nomor ponselnya. Pengalamannya berpindah-pindah negara, dan juga dia sudah menjadi Professor, saya yakin dia bisa membantu kamu."

Hello, Professor (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang