Sembilan Belas

69.2K 2.7K 97
                                    

Malam semakin larut, Aaron dan Kara sudah sampai di kamar hotel mereka. Acara para pengusaha elit itu telah selesai sekitar tiga puluh menit yang lalu, dan kini, waktunya Kara untuk beristirahat.

"Kamu tidur sendiri, tidak apa-apa?" tanya Aaron memastikan.

Kara mengangguk.

"Enggak mau ditemenin?"

Kara sejenak berpikir, "hm ... aku tanya tante Alenka dulu ya, boleh apa enggak."

Aaron langsung mengurungkan niatnya, "sudah sana tidur!"

Kara mengulas senyum di bibirnya, "Good night, Prof."

"Good night, My Sugar."

Aaron dan Kara masuk ke kamarnya masing-masing. Kara langsung menuju merebahkan diri di atas kasur karena lelah, sedangkan Aaron, pria itu melihat Devano sedang duduk di balkon kamarnya bersama dua wanita yang entah dari mana asalnya.

Aaron langsung menghampiri Devano, menggeser pintu kaca menuju balkon itu dengan kasar, sehingga membuat Devano langsung gelagapan.

"Bos, kok ... udah—"

"Lo gila?! di samping ada Kara!" Aaron menarik Devano menjauh dari dua wanita itu. Ia melirik ke balkon, "siapa mereka?"

"Gimana? sip enggak? mereka datang buat Bos," ujar Devano.

"Suruh mereka keluar dari kamar ini!" titah Aaron.

Devano melirik ke dua wanita itu, "beneran enggak mau? sekali dua lho."

"Kau itu bodoh apa memang ingin mencari perkara dengan saya?!" suara Aaron menggema kuat di ruangan itu.

Kara yang sedang merebahkan diri di kasurnya, sekita terbangun, ketika mendengar keributan dari kamar Aaron. "Prof, kenapa?"

Aaron gelagapan, ketika mendengar suara Kara dari sebelah kamarnya. Ia langsung berjalan cepat ke pintu penghubung itu. Takut kalau Kara tiba-tiba saja membuka pintu itu, ia pun menarik badan Devano yang tambun, untuk menahan pintu.

Kara mencoba membuka pintu, namun tidak bisa. "Perasaan kuncinya udah gue buka."

Kara mengetuk dan berusaha mendorong pintu itu, "Prof, kenapa sih ribut-ribut?"

Devano sekuat tenaga menahan pintu itu, namun Kara, masih tak gentar mendorong hingga akhirnya, Devano menyerah. Pria berbadan tambun itu jatuh tersungkur di lantai. Mendongakan wajahnya menatap pada Aaron yang sedang membawa dua wanita itu keluar dari kamarnya.

Dan pada akhirnya, pintu penghubung itu terbuka.

"Sorry, Bos ...."

Kara masih belum bisa menelaah, mengapa ada wanita di kamar Aaron?. Kara berdiri menatap pada Aaron bersama dua wanita, dan Devano yang tergeletak di bawahnya.

Hingga akhirnya, Kara mempunyai kesimpulan sendiri— tanpa berpikir lama, ia langsung menutup pintu, tanpa bertanya apapun pada Aaron atau Devano.

Bukan maksud hati ingin melukai hati Kara. Tapi, gara-gara si Jarwo dableg ini, Aaron harus menelan pil pahit. Sekeras apapun ia menjelaskan pada Kara, tetap saja tiada guna, karena ia sudah tertangkap basah.

Aaron pernah baca survey di sebuah artikel; ada tipe wanita kalau sedang marah— menyindir, yang ini masih mudah ditaklukkan. Mengoceh sampai se-isi kebun binatang disebutkan, yang tipe ini, harus banyak sogokan agar bisa memaafkan kesalahannya.
Kalau wanita sudah diam— lebih baik kamu pura-pura gila.

Aaron menghela nafasnya, dan menatap nanar pada pintu itu. "Lebih baik, dia mencaci maki aku, dari pada dia harus diam, dan menutup pintunya begitu saja."

Hello, Professor (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang