CHAPTER 19

825 63 24
                                    

"Loh Ca baru jam 7 malam, serius kamu mau tidur? " tanya Aunty Ocha. Anak sulung Ocha menarik-narik rambut coklat remaja yang berada di sebelah Papanya.

"Aduh Tezza rambut kakak jangan di tarikin dong, " gaduh Bianca berusaha melepaskan tangan Tezza dari rambut panjangnya.

Altezza Gionino, anak laki-laki yang selalu menjadi incaran mata. Anak kecil dengan sejuta senyuman dan segudang tingkah yang tidak bisa di jabarkan dengan kata-kata. Anak dari Ibu Ocha yang sangat menggemaskan mata.

"Tezza kamu jangan kayak gini, lepasin rambut kakak, " racau Bianca. Gadis itu berusaha meraih tangan Tezza.

Tezza mengulurkan tangannya ke puncak kepala Bianca, anak itu selalu mengikuti apa yang dilakukan oleh Papanya kepadanya.

"Yambut tata Bi hayum, tuka tuka tuka," jawab Tezza polos. Ya begitulah Tezza, anak itu selalu pandai merayu agar kak Biancanya tidak marah kepadanya.

"Makasih Tezza, sini biar kakak bantu pasangin tali sepatu kamu, "

"Nini, tepatu teyya dambai tayo dong tata Bi," Tezza memamerkan sepatunya yang bergambar bus tayo.

"Iya bagus, kamu mau kemana sih malam-malam begini? " Bianca mengulurkan tangannya untuk mengikat tali sepatu anak kecil berumur 3 tahun. Anak kecil yang sedang lucu-lucunya dengan tingkah petakilan tingkat dewa.

"mau yayan-yayan," jawab Tezza gembira. Tezza sengaja menjatuhkan diri nya pada tubuh Bianca, mendorong tubuhnya yang mungil sampai Bianca ikut terjengkang ke belakang.

Tezza membuat Bianca lupa bahwa Benaya masih ada di tempat, disampingnya sambil memandangi Tezza tanpa berkedip. Dan memandangi Bianca dengan tatapan tidak suka.

"Cari perhatian, " gumam Benaya kepada Bianca yang terdengar jelas oleh Bianca.

Bianca lantas menarik tangan Tezza, mengikatnya dengan tangannya. Dan memeluk anak lelaki itu sampai anak itu memekik tertahan. Bianca memencet hidung Tezza sampai memerah.

"Hukuman buat Tezza karena udah buat kakak jatuh," ucap Bianca menghiraukan perkataan Benaya yang jika ditanggapi bisa membuat dinding ketabahannya runtuh seketika.

"Maafin teyya tata Bi, teyya tidak tengaja, " mohonnya.

Dengan satu tangan Benaya menarik tubuh Tezza, menjauhkannya dari Bianca, " Ayo ikut Abang, katanya mau jalan-jalan," Benaya menggendong Tezza di punggungnya dan berlalu meninggalkan Bianca yang sedang menjulurkan lengannya untuk memencet hidung anak kecil itu lagi saking gemasnya.

"Yey teyya yayan-yayan tama abang, " sorak Tezza.

Bianca terdiam sesaat, semua yang berada di tempat juga di buat bungkam. Hanya anak Ocha yang paling kecil yang tidak tahu apa maksud dari semua ini. Bayi itu tertawa kecil melihat cicak di dinding.

🌻🌻🌻

"Ra rumah Benaya rame bener, tumben, " kata Alfaro.

Kinara mengamati rumah Benaya, semua lampu di ruangan rumah itu menyala. Tidak seperti biasanya, hanya kamar Benaya lah satu-satunya yang terang benderang.

Dilihatnya lagi, ada beberapa mobil terparkir di depan rumahnya. Motor Benaya juga terparkir rapi di samping sedan putih yang hampir menutupi sebagian jalan menuju pagar.

BENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang