Malam itu Seokjin terdiam sendiri di atas ayunan setengah lingkaran yang menghadap langsung ke kaca yang tengah menampilkan indahnya pemandangan malam Seoul. Seokjin sendiri karena tadi sore Namjoon menghubunginya tidak bisa pulang lantaran harus membereskan pekerjaannya. Seokjin maklum akan hal tersebut.
Ponselnya berdering memperlihatkan notifikasi dari emailnya. Dibukalah notifikasi email tersebut yang berasal dari ibunya.
Oppa, ini aku adikmu. Oppa berikan kontakmu agar aku bisa menghubungimu dengan mudah. Rasanya kuno sekali harus menghubungimu melalui email. Kirim segera.
PS: Aku merindukanmu oppa jadi kirim nomernya sekarang. Ingat, SEKARANG!!!
Seokjin tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. Ah, dia juga merindukan adiknya. Bagaimana dia tumbuh? Bagaimana dia berinteraksi? Apa dia lebih pendek darinya? Apa dia masih nakal seperti dulu?
Dengan cepat dia membalas email tersebut. Sebuah pesan berisi nomernya. Lalu tak lama berselang ponselnya berdering. Sebuah nomer yang bukan dari Korea.
Seokjin mengangkatnya, "hallo?"
"OPPA!!"
Ah, Seokjin merindukan adiknya. Mengenai dia sudah memberitahukan Namjoon prihal dia yang mencari ibunya maka jawabannya belum. Seokjin belum memberitahu Namjoon. Karena Namjoonnya sendiri tengah sibuk dengan pekerjaannya. Niatnya dia akan memberitahu malam ini tapi nyatanya Namjoon tidak pulang. Jadi nanti saat Namjoon pulang dia akan memberitahu. Rasanya lebih nyaman saat memberitahu secara langsung.
.
.
"Bibi!" Panggilan riang itu membuat bibi Yoo -yang tengah mempersiapkan sarapan untuk Seokjin- tersentak kaget.
"Astaga, tuan." Ujarnya seraya mengelus dada.
"Tuan?" Bibir Seokjin melengkung kebawah seketika. "Aku kan sudah bilang, jangan memanggilku begitu." Sekarang Seokjin sudah berada tepat di depan bibi Yoo.
Bibi Yoo melirik takut ke arah pintu kamar Seokjin yang tertutup. Seokjin mengikuti arah pandang bibi Yoo yang ternyata ke kamarnya. Seokjin mengerti. "Tidak ada Namjoon. Dia tidak pulang jadi panggil aku Seokjin."
"A-ah ya, tuan."
"Bibi!"
"Maksud bibi, ya, Seokjin-ah."
Seokjin tersenyum senang. "Bibi sedang apa?" Tanya, berdiri di samping bibi Yoo dan melihat beberapa bahan makanan yang sedang di olah oleh bibi Yoo. Seokjin tipikal orang yang tidak memilih makanan dan apapun dia suka.
"Membuat sarapan untukmu, nak."
"Boleh aku membantu?"
"Tentu. Tapi ingat, jangan melukai diri sendiri!" Ujar bibi Yoo penuh peringatan.
Seokjin mengangguk berulang kali layaknya anak kecil. Bibi Yoo tersenyum seraya memberikan satu pisau untuk Seokjin.
Makan malam ini Seokjin yang membuatnya -dibantu bibi Yoo tentu saja. Seokjin tersenyum senang. Bibi Yoo sudah pulang beberapa menit yang lalu karena memang begitulah jam kerja bibi Yoo -pagi datang lalu menjelang malam pulang di kediaman rumah utama Kim. Setelah membersihkan diri, mengganti stelan casualnya dengan piyama, Seokjin kembali ke meja makan. Dia akan menunggu Namjoon di meja makan.
Detikan jam terus terdengar menandakan waktu yang terus berlalu. Detik pun berubah menjadi menit dan menit kini berubah menjadi jam. Senyum yang terulas tadi perlahan luntur, lengkungan bibir ke atas tadi pun berubah menjadi lengkungan ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempramental
Fanfiction[TAMAT] Sebuah kisah dimana Kim Seokjin memilki kekasih dengan emosi yang buruk. Sangat buruk. Seokjin juga tau kalau dia itu bodoh. Sangat bodoh. Dan masokis sudah menjadi nama tengahnya.