"Appa, kenapa appa suka memancing?"
"Memancing itu menyenangkan. Saat memancing kita tidak tau apa yang akan terjadi. Saat kita menunggu untuk memancing, kita bisa saja dapat yang besar atau yang kecil, mendapat kebahagiaan atau kekecewaan. Tapi walau kita dapat kekecewaan, maksudnya dapat ikan kecil, pasti ada kebahagian karena kita dapat ikan tersebut."
.
.
"Sepertinya kita tidak bisa memancing." Namjoon yang sudah berpakaian casual bersiap berangkat memancing bersama Seokjin baru saja menerima telepon. Telepon yang mengharuskan dia untuk membatalkan janjinya bersama Seokjin untuk memancing.
"Kenapa?"
"Ibuku." Namjoon menyimpan ponsel dimeja nakas lalu kembali membuka lemarinya. "Ibuku memintaku segera melakukan perjalanan bisnis. Kau tau jelas kan perusahaanku sedang bermasalah." Namjoon mengambil kemeja formalnya.
"Pergi lagi? ke Paris lagi?"
Namjoon mengangguk.
"Kau terlalu sering pergi untuk perjalanan bisnis." Akhirnya Seokjin mengeluarkan keluhannya.
Namjoon mengedikan bahu. "Mau bagaimana lagi. Perusahaanku sedang bermasalah."
Seokjin yang sejak tadi menunggu Namjoon di sisi ranjang berdiri, tungkai panjangnya berjalan mendekati Namjoon. "Pergi sekarang juga?" Tanyanya.
Namjoon membuka baju dan menggantinya dengan kemeja. "Ya."
"Sini menghadapku biar aku kancingkan."
Namjoon berbalik menghadap Seokjin dan Seokjin dengan telaten membenarkan kemeja Namjoon.
"Kau kecewa?" Tanyanya.
Seokjin mengangguk jujur. "Ya. Sangat."
Namjoon menghela nafas, "Masalah perusahaan menyangkut seluruh keluargaku."
Seokjin meninju pelan bahu Namjoon setelah beres merapihkan kemeja Namjoon. "Bilang maaf padaku apa susahnya. Seokjin maaf aku harus pergi kerja nanti kita memancing setelah pulang." Seokjin membuat suaranya berubah bermaksud meniru suara Namjoon.
Namjoon tersenyum, merendahkan tubuhnya untuk mencium bibir Seokjin. "Aku berangkat. Kita memancing saat aku pulang nanti." Namjoon berbalik untuk mengambil tas kerjanya.
"Maafnya mana?" Tanya Seokjin ke Namjoon. Namun Namjoon yang sibuk menyiapkan diri nampak tidak mendengar -atau memang sengaja abai. Seokjin tau Namjoon adalah orang yang anti minta maaf. Baginya meminta maaf sama saja menurunkan derajat yang ia junjung tinggi itu. Selama dia menjalin hubungan dengan Namjoon dia tidak pernah mendengar kata maaf dari Namjoon.
"Mau aku antar?" Seokjin mengganti topik pembicaraan.
"Tidak usah. Kau pergilah memancing dengan bibi. Aku sudah menyewa kapal." Jelas Namjoon seraya menggunakan jam tangan yang ia beli sepasang dengan Seokjin. "Sangat di sayangkan aku sudah menyewa mahal kapal tersebut."
Seokjin mengangguk setuju. "Aku akan ke sana bersama bibi Yoo."
"Oke, antarkan aku sampai depan gerbang saja. Kemari," Namjoon melambaikan tangannya agar Seokjin mendekat.
Seokjin menurut. Dia mendekati Namjoon. Dengan jarak yang dekat mereka berhadapan. Kembali, Namjoon menciumnya. Bukan ciuman kasar yang membuatnya terluka. Bukan ciuman menuntut yang harus membuatnya membalas ciuman Namjoon.
Seokjin merasa Namjoon menciumnya penuh dengan ketulusan dan kelembutan bukan tipikal Namjoon sekali. Namjoon menjauhkan bibirnya dari bibir Seokjin, mereka saling tatap dengan jarak begitu cepat. "Aku mencintaimu." Pengakuan cinta dari Namjoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempramental
Fanfic[TAMAT] Sebuah kisah dimana Kim Seokjin memilki kekasih dengan emosi yang buruk. Sangat buruk. Seokjin juga tau kalau dia itu bodoh. Sangat bodoh. Dan masokis sudah menjadi nama tengahnya.