"Hidup itu seperti memancing bukan? Kadang kala kita sudah menunggu lama tapi pada akhirnya kita kecewa. Tapi tidak apa-apa karena pasti terselip kebahagiaan di sana."
Hey, appa. Kenapa aku merasa ucapanmu benar? Aku tengah kecewa sekarang tapi aku juga merasa bahagia sekarang.
Hey, appa. Walaupun kata orang appa adalah appa yang buruk karena terus memukulku aku rasa appa tidak pernah membuat hatiku sesakit ini.
Hey, appa. Aku rindu.
.
.
Seokjin itu pecinta makan tapi entah kenapa rasanya dia tidak bisa makan makanan manis yang tersaji di depannya. Padahal Seokjin adalah pecinta manis nomer satu. Seokjin terus menunduk, menghindari tatapan mata yang ia dapat dari Namjoon yang duduk di depannya. Jisoo duduk di dekat jendela secara otomatis Namjoon yang duduk di samping Jisoo berada di depannya.
Appa...
Seokjin tidak pernah mengadu apapun ke ibunya karena memang sejak kecil hingga ayahnya meninggal Seokjin selalu bersama ayahnya.
"Namjoon oppa, berhenti menatap Seokjin oppa seolah kau mau melubangi kepalanya."
Seokjin masih menunduk. Dia tau dia terus ditatap Namjoon makanya dia menunduk.
"A-aku ke kamar mandi dulu." Ujar Seokjin seraya membawa dompet, ponsel dan kunci mobilnya.
Sebenarnya Jisoo heran kenapa ke kamar mandi harus membawa semua barangnya namun dia tidak jadi menegur kala Seokjin berjalan cepat ke arah kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Seokjin terdiam cukup lama menatap pantulan dirinya di depan kaca; mengasihani dirinya sendiri. Air mata yang sejak tadi ditahan pun menetes dengan sendirinya.
Seokjin menyalakan keran westafel, membungkukan tangannya lalu menampungnya dengan tangan dan membasuhnya ke wajah. Terus berulang karena saat dia membasuh mukanya dia menangis. Terlihat bodoh menang namun itu cara menutupi tangisnya. Seokjin berhenti membasuh muka kala pintu toilet terbuka.
"Berhenti membasuh mukamu. Bajumu basah."
Seokjin kenal suara ini.
Hati ayo bertahan sebentar. Kuatlah sebentar. Dan mata. Ayoo jangan menangis dulu. Sebentar saja.
Seokjin berusaha menahan tangisnya lagi. Di depannya Namjoon berdiri dan mulai berjalan mendekatinya. Pintu toilet tertutup menyisakan mereka berdua di dalam kamar mandi.
Namjoon berdiri di westafel sebelahnya. Seokjin pun lewat. Dia tidak bisa bersama Namjoon dalam satu ruangan. Ini menyiksanya.
Saat Seokjin lewat di belakangnya, Namjoon menahannya. Namjoon menatap keduanya dari cermin sedangkan Seokjin masih enggan menatapnya.
"Mau kemana?" Tanyanya.
"Pulang." Jawab singkat Seokjin berikan.
Namjoon menarik Seokjin ke sampingnya hingga mereka bisa saling berhadapan dengan tangannya masih belum melepaskan tangan Seokjin. Namjoon melihat bagaimana tatapan Seokjin begitu kosong. Seokjin tidak menatapnya dia menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.
"Lepas."
Seokjin tidak menatapnya.
"Lepas, Namjoon-ah."
Namjoon menggeleng.
Seokjin menatapnya, "aku mohon."
Entah kenapa hatinya terluka kala Seokjin menatapnya, memohon agar Namjoon melepasnya. Namjoon tidak mengerti arti kata lepas di sini apa. Apa melepas agar Namjoon tidak menggengam tangannya? Atau melepas ini semua?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempramental
أدب الهواة[TAMAT] Sebuah kisah dimana Kim Seokjin memilki kekasih dengan emosi yang buruk. Sangat buruk. Seokjin juga tau kalau dia itu bodoh. Sangat bodoh. Dan masokis sudah menjadi nama tengahnya.