part 9

7.1K 280 12
                                    

Happy reading

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Ikbal menepati janjinya untuk mengajak Nabila jalan-jalan hanya mereka berdua, ia menunggu gadis itu keluar dari kamarnya. Sejak pulang sekolah tadi Ikbal mengantarkan Nabila ke rumah gadis itu terlebih dahulu untuk berganti pakaian. Cowok berkulit putih itu menunggu Nabila di ruang tamu,  matanya menelusuri seluruh sudut rumah orang tua sang kekasih. Ia tersenyum menatap foto sang kekasih saat maaih kecil, lucu dan imut sekali.

"Ikbal"

Ikbal melihat ke arah tangga,  di mana sumber suara itu memanggilnya. Mata itu terpanah melihat kecantikan sang kekasih, matanya tak pernah lepas memandang gerak langkah Nabila yang mendekatinya. Hingga Nabila di buat oleh tatapan intensnya.

"cantik"gumam Ikbal yang maaih bisa di dengar oleh Nabila. Pipi cabi itu bersemu merah.

Ikbal berdiri dari duduknya mensejajarkan tingginya dengan Nabila.

"beautiful girl"bisik Ikbal.  Membuat kerja jantung Nabila tak beraturan baru kali ini Ikbal memujinya dan itu membuat Nabila bahagia sekaligus deg-degan luar biasa. Tangan besar itu mulai menggandeng tangan mungil sang kekasih,  membawanya keluar menuju mobil Ikbal. Nabila tersenyum menatap Ikbal, namun senyum itu di gantikan gurat khawatir ketika melihat wajah pucat sang kekasih.

"Ikbal kenapa?  Ikbal sakit? Kita kerumah sakit aja ya"

Ikbal terkekeh "Aku gak papa,  ayo kita habiskan waktu hari ini untuk berdua"

"Tap... "

"Aku gak pa-pa sayang"

Dengan berat hati Nabila mengangguk, langkahnya kembali terlihat ringan ketika Ikbal tersenyum padanya. Mereka sudah berada di dalam Ikbal sekarang, lelaki itu mulai menjalankan Mobilnya  dengan tangan yang satu tetap setia menggenggam tangan Nabila.

"Kita mau kemana? "

"ke suatu tempat yang indah"

"beneran? "ucap Nabila berbinar

"benaran sayang". Setelah itu hanya kebisuan yang menyapa mereka. Suasa terlalu canggung di saat dua kekasih itu sedekat ini. Biasanya selalu ada jarak antara mereka, namun sekarang mereka sangat dekat. Perasaan Nabila mulai tak tenang,  seperti ada yang membuatnya sedih nanti tapi apa?  Gadis itu tak tau. Yang ia harapkan sekarang adalah ia dan Ikbal bisa aelalu bersama dan sedekat ini sampai mereka menikah dan mempunyai anak.

Setelah menempuh waktu 30 menit mobil Ikbal berhenti di sebuah gedung besar seperti tak terpakai lagi,  ada keraguan di mata Nabila ketika menatap gedung itu. Namun jemari yabg sudah tertaut dengan Ikbal di tarik lembut sehingga langkahnya juga mengikuti langkah kaki Ikbal yang memasuki gedung tersebut. Nabila takut gelap,  Ikbal tau itu. Makannya tangannya tak pernah lepas dengan tangan sang kekasih,  mereka mulai menaiki satu persatu anak tangga  yang berada di gedung tersebut. hingga sampai pada tempat akhir gedung itu,  Nabila terperangah cantik sekali. Di sini kita bisa melihat lampu ksrlap kerlip ibu kota,  memamdang ibu kota dari atas gedung tersebut. Mereka duduk di sebuah kursi panjang yang memang sudah berada di sana. Ikbal tak membiarkan Nabila duduk di sebelahnya gadis itu ia tarik sehingga duduk di atas pangkuannya. Mata mereka bertemu,  lalu sepasang kekasih itu sama-sama tersenyum. Ikbal menyelipkan anak rambut nabila di belakang telinga gadis itu, gadis itu masih memandang Ikbal dengan mata tak berkedip. Ia tersentak ketika Ikbal membawa tubuhnya kepelukan tubuh cowok itu.

"Kamu suka? "

"Suka banget,  makasih ya Ikbal"

Dimana pun tempatnya asal bersama Ikbal,  ia bahagia. Ada sesuatu yang tak bisa di jelaskan, tetapi hatinya sangat bahagia sekarang. Mereka saling mendekap menikmati rasa hangat yang tercipta dari pelukan mereka.

"Sayang"

"Iya"

"Apa pun yang terjadi nanti,  janji sama aku Nabila harus menjadi gadis yang kuat"

"Nabila janji Ikbal,  asal ada Ikbal di samping Nabila"

"Tanpa aku juga kamu harus jadi gadis yang kuat sayang, janji tidak akan mengeluarkan air mata kesedihan"

Nabila menatap ke mata Ikbal, ada yang aneh dari tatapan Ikbal.  Mata itu tampak sayu dengan beban berat yang memikulnya.

"Ikbal ada masalah?  Cerita sama Nabila"

"Tidak sayang"

Keduanya saling menatap mengunci tatapan mereka,  jarak semakin dekat. Dekat dan semakin dekat, hingga benda kenyal itu mulai menyatu. Itu adalah ciuman kedua mereka ketika berpacaran,  nabila hanyut dalam ciuman Ikbal yang sirat akan kasih sayang,  salung mencecap rasa. Menggerakkan bibir sesuai perintah naluri hati. Hingga lumatan yang menggebu itu mebjadi rasa anyir. Nabila menjauhkan wajahnya dengan nafas terengah-engah. Matanya membola ketika melihat darah mengalir dengan banyaknya dari hidung sang kekasih.

"Ikbal kenapa? "panik Nabila turun dari pangkuannya

Ikbal tersenyum lirih menahan sakit kepalanya yang mulai menyerang,  mengapa rasa sakit itu harus hadir ketika ia sedang bersama Nabila.  Bukannya sebelum berangkat tadi ia sudah meminum obatnya, erangan mulai terdengar dari bibir pucatnya

"Ikbal,  Ikbal kenapa. Jangan buat aku takut Ikbal."

"A...ku gak papa sayang"

"Tapi hidung Ikbal berdarah"ucap Nabila sambil terus menyeka dara yang keluar dari hidung Ikbal.

"Aku telepon kak Alvin bentar"panik Nabila di saat tubuh kemah Ikbal mulai bersandar pada bahunya.

"peluk aku sayang,  aku mohon ini sangat dingin"

"hiks..hiks... Ikbal harus bertahan"ucap nabila sambil memeluk Ikbal sangat erat

"Ja...ngan me..na...ngis"

"Ikbal jangan banyak bicara,  sebentar lagi kak Alvin akan datang"

"A....ku men...cin..tai...mu"

"IKBAL"

my posesif doctor (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang