Bab 1

13.8K 56 11
                                    

Jambi ,  (2010)

Di tepi danau yang sunyi terdapat satu anak lelaki dan  bocah perempuan sedang duduk sambil menghirup udara sejuk yang masuk ke dalam pori-pori tubuh mereka. Terasa damai saat pandangan bocah perempuan itu beralih menatap lelaki yang duduk di sampingnya sambil memejamkan mata.

“Bang, keluargaku akan pindah ke Palembang.”

Mendengar perkataan itu, anak lelaki tersebut membuka matanya sambil menatap tak percaya.

“Kita tidak bisa bertemu dan bermain bersama lagi,” lanjut bocah perempuan itu tampak murung.

“Meski tubuh kita tak saling menyapa. Namun, percayalah bahwa hati kita akan terus berkomunikasi dari jarak yang jauh.”

“Apa suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi?”

“Tentu saja, kita akan bertemu lagi dalam keadaan yang berbeda.”
Bocah perempuan berkepang dua itu tersenyum hangat dan berharap bahwa kesempatan tersebut akan datang suatu hari nanti.

“Pakailah gelang kayu berwarna hijau ini agar aku bisa langsung memelukmu di kemudian hari,”
ujarnya sambil memakaikan gelang kayu ke tangan sang abang.

“Aku berjanji akan selalu memakai gelang pemberian darimu tanpa pernah berpikir untuk melepasnya,”

Rintik hujan perlahan turun membuat keduanya beranjak pulang ke rumah masing-masing. Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan dan jika Tuhan memberi bonus, perpisahan itu akan berujung pada pertemuan selanjutnya. Dimana takdir akan merombak  masa depan yang tak bisa terlepas dari masa lalu yang pernah di jalani.

Hingga saatnya tiba dan kebahagian itu akan datang dengan sendirinya, melalui proses yang teramat sulit untuk di lalui.

*****

Palembang, (2019)

Ransi berdiri di depan cermin sambil mengamati tubuhnya. Dress pendek tanpa lengan yang ketat di kenakan setiap malam saat berkerja. Demi memenuhi kebutuhan dan biaya sekolah adiknya, gadis yang hampir menginjak usia 18 tahun itu rela bekerja di club malam untuk mendapatakan rupiah. Kecantikan yang ia miliki digunakan untuk mengoda para pria hidung belang di luar sana. Siapa yang tak menyukai dirinya? Gadis yang teramat cantik berkulit putih pucat dengan jenjang kaki panjang yang kurus.

Namun, bagimana dengan fakta  kehidupnya? Kepergian sang ibu lima tahun lalu membuat luka itu terus terasa, dunia seolah ambruk seketika. Ibu adalah sosok malaikat bagi Ransi, akan tetapi malaikat hidupnya telah pergi untuk selama-lamanya.

Tak ada yang dapat diharapkan selain dirinya yang menjadi tulang punggung kelurga. sang ayah yang pengangguran, pemalas dan pemabuk berat membuat dirinya berusaha untuk sabar. Serta ditambah adik perempuan yang bersekolah di Madrasah Aliyah (disingkat MA) setiap bulannya memerlukan uang untuk bayaran dan keperluan sekolah lainnya. Belum lagi Adzriel, anak pertama yang tak mempunyai rasa tanggug jawab kepada keluarga, setiap pulang ke rumah selalu meminta uang kepada Ransi, jika gadis itu tak memberi sang abang akan membanting atau merusak barang-barang yang ada di dalam rumah.

“Kak, ada bang Rafan di depan,” ucap Ara dari depan pintu kamar kakaknya.

“Iya. Kakak akan keluar.”

Ransi mengambil tas berukuran sedang tak lupa ia menaruh Hp dan dompet di dalam tas bercorak polkadot tersebut, lalu melangkahkan kakinya keluar rumah menghampiri lelaki yang telah menunggunya.

Meskipun setiap malam mengantar Ransi bekerja, saat melihat Ransi memakai pakaian mini, Rafan selalu meghembus nafas kasar dengan memasang ekspresi tidak suka.

EX-BITCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang