Bab 8

1.8K 20 0
                                    

Satu minggu telah berlalu, Ransi tetap tak merubah keputusannya untuk berhenti sekolah. Rafan dan Ara terus membujuk Ransi agar mau kembali bersekolah, tapi Ransi mati-matian menolaknya. Gadis itu sudah terlanjur malu kepada seluruh murid SMA Galaxy yang telah menganggap dirinya sebagai perempuan murahan.

Hinaan yang terlontar belum lama masih sangat jelas terbayang di pikiran Ransi, membuatnya tak bisa tidur dalam beberapa hari belakangan ini. Zoya sudah sangat keterlaluan, tak seharusnya ia membeberkan pekerjan Ransi kepada seluruh murid bahkan para guru pun sudah mengetahui hal tersebut.

Ransi berharap jika ia dikeluarkan dari sekolah, akan tetapi mengingat Ransi adalah siswa yang jenius dan banyak mendapatkan penghargaan dari setiap lomba yang ia ikuti, membuat guru-guru tak tega untuk mendepak Ransi dari sekolah, terlebih lagi ujian nasional akan berlangsung minggu depan, sangat tidak mungin jika Ransi pindah atau dikeluarkan dari sekolah.

Satu minggu terakhir ini Ransi jarang pulang ke rumah dan memilih menenangkan dirinya di rumah Azalea. Sebelum pergi ke rumah Azalea, Ransi memberi tau Ara kemana ia akan pergi dan menjelaskan kepada adiknya siapa itu Azalea. Kekahawatiran begitu terasa di benak Ara, gadis itu takut jika nantinya sang kakak akan berbuat nekat karena tekanan batin yang dialami.

Namun, Ara mempasrahkan semuanya kepada sang Pencipta dan tak hentinya berdoa di persetiga malam. Ransi dan Ara sangat berbeda jauh. Di dalam maupun di luar rumah Ara selalu menggunakan jilbab panjang untuk menutup auratnya sedangkan Ransi? Hmm sudahlah tidak perlu di jelaskan lagi.

Selama Ransi tak ada di rumah, Furqon mengawasi Ara yang tinggal di rumah sendirian. Bukan apa-apa, lelaki tampan itu takut jika nanti bapak maupun Adzriel pulang akan bersikap kasar kepada Ara. Sementara ustadz Ibrahim dan ustadzah Fatmah masih berada di Jambi karena ada urusan penting yang harus segera diselesakan dalam waktu yang cukup lama.

Ara begitu merindukan ustadzah Fatmah karena biasanya kalo Ransi tak pulang ke rumah ustadzah Fatmah lah yang akan menemani Ara tidur di rumah dan memasak makanan kesukaannya. Namun, sekarang Ara merasa sepi dan takut. Tak ada seorang pun yang dapat menengkan hatinya saat ini. Ingin sekali Furqon menemani dan menghilangkan rasa takut dalam benak Ara, tapi apa yang bisa lelaki itu lakukan selain memandang rumah Ara dari balik jendela rumahnya yang bersampingan dengan jarak yang tak begitu jauh.

Tanpa suatu ikatan Furqon tidak akan pernah berani menyentuh seseorang yang bukan muhrimnya, meskipun seseorang itu adalah gadis yang ia sayangi. Saat Ara menjerit kesakitan akibat pukulan keras yang dilayangkan dari tangan sang bapak atau Adzriel, Furqon dapat mendengarnya dari balik tembok rumah. Hatinya begitu sakit saat ia mendengar semua itu. Lagi-lagi Furqon tak bisa berbuat apapun selain berdoa agar Ara dan keluarganya dapat hidup rukun, saling menyayangi satu sama lain serta dijauhkan dari kekerasan yang selalu dilakukan pak Krisna dan Adzriel jika kemauan mereka tidak di turuti.

Bukan hanya Ara yang mengalami siksaan, Ransi pun mengalami hal yang sama jika ia tak memberi bapak dan abangnya uang yang nantinya akan digunakan untuk membeli minuman keras, berjudi dan membeli barang haram.

Terlihat indah. Namun, begitu perih jika duri itu tergores. Yah seperti itulah kehidupan yang harus di jalani setiap manusia di muka bumi ini.”

Terlintas seketika dalam benak Ransi perkataan Azalea yang belum bisa ia mengerti sampai detik ini.

“Bunga Mawar? Duri? Goresan luka? Apa maksud dari perkataan Azalea tempo hari, aku benar-benar tak bisa memahaminnya,” grutu Ransi sambil menatap  langit yang di penuhi dengan taburan bintang dan rembulan.

Sementara Azalea telah tertidur pulas di dalam kamar dan tak mengetahui jika Ransi berada di luar rumah.

Seiring berjalannya waktu keduanya nampak semakin akrab satu sama lain. Ransi yang sudah tidak ingin melanjutkan pendidikannya, setiap pagi sampai sore hari membantu dan menemani Azalea di taman untuk berjualan bunga, selama satu minggu belakangan  ini Ransi pun tak bekerja. Rafan yang mengetahui itu semua dari Ara tidak berani menganggu kekasihnya untuk saat ini dan membiarkan Ransi menengkan diri bersama teman barunya.

*****

Rafan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Hatinya terasa kosong tak meihat Ransi selama beberapa hari ini. Tak banyak yang dilakukan olehnya, melaksankan kewajiban sebagai seorang pelajar jika telah pulang mengurung diri di dalam kamar sampai pagi menjelang, begitu seterusnya.

Saat masuk ke dalam kamar, ia melihat seorang pria duduk di atas kasur sambil membolak-balik album foto berukuran sedang yang bersampul batik coklat.

“Papa?” sebut Rafan, pria yang dimaksud pun menoleh ke arahnya.

“Dari kecil sampai sekarang tak ada perubahan di dalam kamar mu ini.” Ucap Strio dengan memandang ke arah putrannya.

Meski tidak mencintai Refa, Satrio sangat menyayangi putranya yang di kandung selama sembilan bulan oleh sang istri. Jika pulang ke rumah, pengusaha kaya itu selalu menyempatkan waktu untuk masuk dan meliahat-lihat ke dalam kamar Rafan, putra kecilnya yang sekarang telah tumbuh dewasa.

“Aku tidak ingin merubah apapun, begitu pun dengan kisah asmaraku,” balas Rafan sambil meletakan tas dukungnya ke atas meja.

“Sudah berapa lama hubunganmu dengan dia?”

“Dua tahun. Sewaktu MOS aku dinobatkan menjadi king dan Ransi sebagai queen disitulah awal mulanya cinta ini tumbuh.” Ada kepilauan saat Rafan mengatakan hal itu, sebab ia sangat merindukan Ransi.

“Yaampu putraku benar-benar sudah dewasa sekarang,” ujar  Satrio sambil meninju pelan perut putrannya.

“Pa, berhentilah bercanda.” Sepertinya saat ini Rafan tak ingin diajak bercanda dan lebih memilih berbaring di atas kasur.

“Apa yang menganggu pikiran mu, Nak?” tanya Satrio dengan ikut membaringkan tubuhnya di samping Rafan. Keduannya pun memandang ke langit-langit kamar.

“Mama tidak menyetujui hubungan ku. Aku takut jika mama akan menganggunya terlebih lagi mama memaksa ku untuk bertunangan dengan Zoya.”

“Tak usah memperdulikan Refa. Teruslah perjuangkan cintamu itu, jangan sampai nasib asmara mu sama seperti papa.”

“Maksud papa?”

“Ada seorang lelaki semester akhir yang di jodohkan dengan perempan yang tidak di cintainya, lelaki itu mencintai perempuan lain dan hubungan mereka sudah berjalan lima tahun lamanya. Karena paksaan orang tua lelaki semester akhir itu dengan sangat terpaksa menerima perjodohan tersebut dan memutuskan hubungan dengan kekasih yang begitu ia cintai.”

Rafan menatap wajah papanya dan larut ke dalam cerita yang sangat menarik baginya.

“ Meski hatinya hancur, lelaki itu tetap berharap bahwa suatu hari ia akan kembali berjodoh dengan mantan kekasihnya. Namun, saat mengethui mantannya juga akan menikah di hari yang sama, harapan itu lenyap dengan sendirinya bersama dengan semua kenangan yang sangat manis untuk di kenang.”

“Lelaki semester akhir itu adalah papa,” perkataan Rafan membuat Satrio tersenyum kecut ke arah putranya.

“Yah kamu benar, Raf.”

“Itu sebabnya mengapa papa tak pernah menganggap mama sebagai seorang istri.”

“Cinta tidak bisa di paksakan. Meskipun papa mencoba untuk memulai dan membangunnya kembali, hati ini tetap tidak bisa menerima cinta yang lain. Maka dari itu pertahankan cintamu Rafan, jangan sampai apa yang papa alami juga terjadi kepada mu.”

“Tapi jika takdir membuat kisah asmara ku sama seperti papa, menurut papa apa yang akan terjadi selanjutnya.”

“Penyesalan yang akan menghantui mu seumur hidup.”



Mohon kritik dan saran gaes..





EX-BITCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang