Bab 20

1.1K 18 0
                                    

Malam ini aku sejenak mengingat kenangan dulu saat bersama Rafan. Naif  bila aku tidak menyayanginya namun rasa cinta itu memang tidak ada di dalam hati ini. Aku tidak ingin seorang pangeran seperti Rafan akan merasakan sakit yang lebih dalam nantinya. Lelaki yang menerima aku apa adanya tanpa pernah memandang status pekerjaan yang aku geluti, ia rela merintihkan air matanya yang sangat berharga demi seorang perempuan hina seperti diriku, bahkan lelaki yang memiliki senyum manis itu menjadi anak durhaka demi membela diriku yah itulah Rafan seorang pangeran bermotor ninja yang mencintai gadis jalang seperti diriku.

Canda, tawa, senyum, tatapan, sifatnya yang manja dan polos, aku merindukan semua itu Raf. Semua tentang mu dan kenangan saat kita bersama. Meski harus berkata bohong tetap saja bibir ini tak bisa berucap saat kau menyuruhku untuk bilang ‘Aku Mencintaimu’

Cintaku dia adalah seorang pria pemilik gelang kayu berwarna hijau dan sampai kapanpun aku akan tetap menunggunya menjemputku seperti bagaimana janjinya dulu.

Aku berjalan di bawah terangnya rembualan malam dengan mengenakan dress mini, tatapan para manusia-manusia yang berlalu lalang membuatku sangat risih. Tapi, sekarang aku harus terbiasa untuk itu semua, sebab tidak adak lagi sosok Rafan yang mengantar jemput dan rela memberikan jaket yang ia pakai untuk menutupi tubuhku.

“Sayang kau sangat mengodaku malam ini. Mari aku antar ke club Neptu.”

Bangsat! Suara pria yang sangat ku benci mengapa bisa terdengar di indra pendengaran ku.

“Ayolah sayang.”

Sumpah demi apapun aku sangat membenci Baron. Pria itu berhasil menghentikan langkahku dan membuat aku menoleh ke arah mobilnya.

Aku tidak memperdulikan ucapannya dan lebih memilih melanjutkan langkahku ke club Neptu. Namun, untuk kedua kalinya langkahku terhenti saat mobilnya berhenti mengadang jalanku.

Rajungan! Apa yang pria tua ini inginkan. Oh peri dari kayangan jemput aku saat ini juga agar terbabas dari juragan gila seperti Baron.

“Jangan terus menghindar sayang. Aku sangat mencintaimu, jika kau mau menikah dengan ku semua kebutuhan dan keperluan keluarga mu akan aku tanggung.”

“Hentikan Baron. Aku ingin bekerja!” ucapku agak sedikit membentak.

“Jika nanti aku menjadi suami mu kau tidak perlu bekerja sayang, cukup layani aku dan tugasmu memberikan goyangan setiap malam di atas ranjang. Bagaimana?” Baron berkata sambil menyentuh dagu ku.

“Dasar pria tua bangka gila!” lontar ku keras, lalu aku berlari ke jalan raya dengan terus bermupah serapa di dalam hati.

*****

“Furqon, jika kamu mempunyai kakak seperti kak Ransi apa kamu akan membencinya?” tanya Ara yang duduk di bangku teras.

“Jika kak Ransi kakak kandungku, aku akan sangat bersyukur karena Allah Azza Wajalla memberikanku seorang kakak berhati malaikat seperti kak Ransi.” jawab Furqon sambil berdiri menatap langit di teras rumahnya.

“Bagaimana mungkin kamu berpikir seperti itu?”

“Kak Ransi adalah perempuan yang luar biasa dan sangat bertanggung jawab untuk kelurganya. Mungkin jika aku di posisinya aku tidak mampu sekuat dan setegar dirinya dalam menjalani cobaan hidup.”

Ara tertunduk diam.

“Memenuhi kebutuhan keluaraga, membiayai mu sekolah, ia tidak kenal lelah untuk melakukan itu semua meski aku tau hatinya ingin menjerit kencang bahwa dirinya tak setegar yang terlihat.”

“Kamu tau Furqon, aku menyayangi kak Ransi namun aku juga membencinya,” ujar Ara pilu.

“Apa alasanmu membenci kak Ransi? Apa karena pekerjaannya?”

“Ngg!”

“Jika itu alasannya mengapa sampai sekarang kamu masih tetap sekolah Ara? Bukankah kamu membenci kak Ransi, kakak yang mempertaruhkan harga dirinya demi melihat adiknya berhasil dikemudian hari.”

Perkataan Furqon seperti tamparan dahsyat dalam benak Ara. Gadis itu menjatuhkan air mata, tak seharusnya ia membenci kakaknya sendiri hanya karena bekerja di club malam dan selalu mendengarkan bisikan tetang yang teramat tidak penting.

“Terima kasih Furqon, perkataan mu membuat ku sadar bahwa seharusnya aku memberi dukungan untuk kak Ransi bukan malah membencinya.”

Furqon tersenyum ke arah Ara yang masih tertunduk.

“Meski pekerjaannya hina. Akan tetapi kak Ransi yang memberiku warna kehidupan, tanpa dia mungkin aku tidak bisa bertahan mengingat perlakuan bapak dan bang Adzriel yang selalu kasar.” Lanjut Ara.

“Ara setelah kita lulus nanti aku ingin langsung melamarmu.”

Spontan Ara memandang bingung ke arah Furqon. Gadis itu berpikir apa yang di ucapkan Furqon barusan adalah halusinasi yang benar-benar membuatnya tak tau ingin berkata apa. Belum lama membahas Ransi, mengapa Furqon bisa berkata seperti itu. Yah namanya juga anak muda sulit untuk dipahami masa labilnya.

“Ngomong apa sih? Gak jelas banget.”

“Hehehe,” kekeh Furqon pelan.

“Emangnya kamu gak mau nikah sama aku, Ra?”

“Yah maulah, mau banget malahan.” Spontan Ara menutup mulutnya dengan tangan.

“Ciye yang mau,” goda Furqon membuat Ara tersipu malu.

“Apaan sih Furqon.”

“Masuk sana udah larut. Aku bakal ngawasi kamu dari dalam rumah sampai kak Ransi pulang,” suruh Furqon.

“Buat apa ngawasi aku, lebih baik kamu juga tidur besok kan mau sekolah.”

Selalu saja setiap malamnya selama Furqon melakukan hal itu, menjaga Ara dari rumahnya sendiri. Di sekolah Furqon tak henti-hentinya menguap karena sangat mengantuk akibat mengawasi Ara sampai ayam berkokok dengan nyaringnya. Furqon melakukan semua itu semata-mata untuk melindungi Ara dari kekejaman bapak dan juga Adzriel yang bisa saja memukuli Ara jika pulang larut malam. Jika sampai itu terjadi Furqon akan menjadi pahlawan untuk gadis yang ia cintai.

“Udah masuk sana! Ayo buruan.”

“Iya-iya,” ujar Ara sambil melangkah masuk.

“Terlelaplah bidadariku, aku akan menjagamu dari kejauhan,” batin Furqon dengan menatap pintu rumah Ara yang telah terkunci rapat.









Kritik dan saran gaes..









EX-BITCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang