Batin Ayumi benar. Hari-hari Ayumi telah berubah. Lebih tepatnya, berubah menjadi mimpi buruk.
Hari ini tepat dua bulan setelah kejadian itu. Tsugure semakin sering mengganggu Ayumi. Alasannya simpel. Ia tidak pernah suka dengan orang-orang yang pernah membuatnya dipanggil oleh wali kelas. Apalagi sampai dimarahi.
Kalau dulu ia hanya sibuk melempari Ayumi dengan butir-butir kertas, sekarang ia semakin sibuk meng-isengi barang milik gadis pecinta kue pukis itu. Bermacam-macam aktifitas telah dilakukannya. Mulai dari kotak pensil Ayumi yang sengaja disembunyikan di lokernya, buku tulis yang dicoret-coret dengan spidol, kaus kaki Ayumi yang dihilangkan sebelahnya, sampai lunch box Ayumi yang ditukar dengan roti tawar. Dan yang paling mengesalkan bagi Ayumi adalah bocah tengil itu berani memegang buku sketch kesayangannya. Dibuktikan dengan hilangnya buku bercover polkadot berwarna hitam putih itu.
Ini pasti ulah Tsugure. Batin Ayumi jengkel. Ia mengepalkan tangan yang kebetulan tengah menggenggam rok merahnya sambil menghentakkan kaki.
Harus aku apakan dia supaya dia berhenti menggangguku?
Selama ini, bila diganggu seperti itu, reaksi Ayumi selalu ngomel-ngomel tapi tak pernah membalasnya. Hal ini yang membuat Tsugure kesal. Seolah-olah semua kerjanya sia-sia.
Satu lagi, perubahan juga ia dapatkan dari sikap teman-temannya yang sudah mulai terbiasa dengan aksi dua sejoli yang selalu bertengkar. Kebanyakan dari mereka lebih sering menggoda Ayumi. Misalnya, “Ayumi, kamu sering sekali ya digangguin Tsugure. Mungkin saja dia suka denganmu!” atau “Tsugure, Tsugure, kamu lagi dicari tuh!” dengan muka penuh bahagia dari teman-temannya dan ini membuat Ayumi merasa kesal sendiri.
Kenapa harus aku korbannya. Ujarnya sambil menggerutu.
Hari itu rabu siang. Dibawah panasnya terik matahari, Tsugure tengah menggali tanah dikebun belakang sekolah demi menguburkan buku sketch milik Ayumi. Setelah puas dengan lubang yang ada, ia merebahkan badannya sebentar dan mulai tertarik pada isinya. Lembar demi lembar ia amati lukisannya. Halaman pertama, gambar anak yang tengah berlari bermain layang-layang dipinggir pantai. Pantai itu dikelilingi oleh pepohonan hijau yang menghiasi pesisirannya. Ia tahu, ini pantai Orekaniyaki yang letaknya 20 meter dari sekolah. Jari jemari Tsugure terus membalik ke halaman selanjutnya. Ada hamparan rumput yang bergoyang dan seorang anak perempuan yg tengah tertidur dengann muka yang tertutupi oleh rambut. Pelan ia telusuri gambar-gambar itu dengan seksama.
Ternyata Ayumi punya bakat menggambar. Gambar-gambar ini begitu indah....
Dalam diam, Tsugure mengagumi bakat Ayumi dan tanpa ia sadari, bibirnya mengulum senyuman. Tengah asik membolak balikan tiap lembarnya, matanya pun tertegun pada satu gambar. Gambar yang kira-kira berada di halaman lima belas. Setting pada gambar itu adalah sebuah ruangan berpapan tulis, dengan seorang guru yang tengah berdiri menghadap murid-muridnya. Lebih tepatnya gambar itu adalah aktivitas didalam kelas. Namun yang membuatnya tercekat adalah sesosok anak dengan rambut berponi lebat dan tertiup angin, hidung mancung yang menjulang dibalik rambutnya yang menutupi sebagian matanya, dan mata yang sayu tengah memandang kearah jendela. Tangan anak itu berpangku pada meja didepannya.
I...ini... Siapa?
Bagi Tsugure, muka anak itu begitu familiar. Rambut berponi lebat, berbibir tipis dan aktivitas yang sering dilakukannya, yaitu memandang langit luar disaat ia bosan. Tsugure berfikir keras.
Bukankah itu dirinya? Bukankah ini aku, Ayumi?
Ia melihat ke bagian pojok halaman pada gambar itu. Tanggalnya 21/01/2002. Berarti gambar itu dibuat awal tahun mengingat bulan ini adalah bulan Juli. Memang waktu itu tempat duduk Tsugure berada tepat didepan Naomi duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories in NOKORI (ON-HOLD)
Teen Fiction“Anak muda, kalian baik-baik saja kan?” “Kok bisa jatuh?” “Ada yang terluka tidak, Nak?” “Ini percobaan bunuh diri ya?!” Berbagai pertanyaan bertubi-tubi ditujukan kepada mereka berdua. Ayumi melirik kearah lelaki menyebalkan yang kini tengah tidur...