Berada didalam air laut dengan keaadaan yang tak bisa berenang membuat Ayumi kewalahan. Badannya terasa berat dan air laut itu terus menariknya tenggelam kedalam.
“Hap-hap-puhhh.” Gadis itu berusaha sekuat tenaga agar dirinya tetap bisa terapung diatas permukaan. “Tolo—puh” seraya mengeluarkan air asin yang bergantian masuk kedalam mulutnya. “Tolong-“ Matanya kini beralih kesosok yang kini tengah terapung diseberang, sekitar seperempat meter didepannya. Tangan gadis itu bergantian menepuk-tepuk permukaan, kakinya digerak-gerakkan bagai katak (paling tidak, untung dia pernah melihat gerakan ini di iklan TV) dan sedikit demi sedikit mampu meraih kemeja lelaki itu. Tampak olehnya, lelaki berbaju kemeja itu tengah menutup mata dan Ayumi sekarang berusaha keras mengalungkan tangannya dileher lelaki itu.
“Heii-hap-puh. Melek bisa kan-puh?” sambil berusaha mengambil nafas dan berulang kali mengeluarkan air laut dari mulutnya. Tangannya kali ini beralih menepuk pipi lelaki itu. Ia masih tak bergeming. Ayumi masih terus-terusan menepuk pipi orang itu yang kini memerah. “Kalo-hap-puh, lo mau bunuh diri-hap-puh-glek, mending jangan-hap-puh-sekarang.” Air laut itu terus terusan memasuki rongga mulut Ayumi. Entah sudah berapa liter air yang diminumnya.
Duh aku sudah tak sanggup lagi bernafas seperti ini. Gumam Ayumi setengah menyerah.
Apakah aku akan mati disini bersamanya? Tuhan, aku belum siap-
Kaki Ayumi melemah namun tangannya masih terus mencengkeram kerah baju lelaki itu. Ia memandang seksama wajah yang kini berada tepat beberapa senti didepannya. Gelap. Ya wajar lah, kan malam.
Tak berapa lama, mata lelaki itu terbuka. Maniknya tampak berkilat dibawah sinar bulan. Tiba-tiba Ayumi merasa gentian lehernya yang tengah dikaitkan dengan lengan kekar lelaki itu. Tubuh besar itu membalikkan badan Ayumi kepermukaan dan berusaha mengepakkan kakinya sekuat tenaga. Tangan yang satu lagi ia gunakan untuk mendayung. Terasa agak lama untuk lelaki itu menuju ketepian. Secara, membawa perempuan seberat 45 kilo bukanlah hal yang mudah. Apalagi didalam air dengan rambutnya yang panjang tergerai. Bikin susah aja ni rambut pake nyangkut-nyangkut di ketek gue, batin cowok itu kesal.
Tuh kan, dia masih hidup! Gumam Ayumidalam hati. Mata Ayumi yang terpicing langsung terbuka lebar. Berbinar. Alhamdulillah, aku tak jadi mati. Gumamnya senang. Walaupun saat itu, air laut sudah memasuki rongga telinga, hidung dan mulutnya. Paling tidak ia merasa bersyukur masih bisa bernafas dan tidak hilang kesadaran. Dan merasa bersyukur lelaki ini ikut membawanya ketepian.
Selang beberapa menit kemudian mereka sampai dipinggiran pantai dan disambut oleh beberapa penduduk yang memang lalu lalang. Nelayan yang tadinya sibuk di kapal masing-masing pun ikut berdatangan. Mereka semua berhenti dari pekerjaannya dan lari berbondong-bondong setelah mendengar teriakan perempuan dari arah bangunan lighthouse itu.
“Anak muda, kalian baik-baik saja kan?”
“Kok bisa jatuh?”
“Ada yang terluka tidak, Nak?”
“Ini percobaan bunuh diri ya?!”
Berbagai pertanyaan bertubi-tubi ditujukan kepada mereka berdua. Ayumi melirik kearah lelaki yang kini tengah tidur terlentang dan terbatuk. Nafasnya terengah-engah dan tampak juga ingusnya meleleh. Ayumi yang telah meminum air laut berliter-liter juga ikut tiduran di pasir itu dengan keadaan yang sama. Beberapa menawarkan air minum, ada juga yang membawa baju kering dan juga handuk. Dalam posisi terbaring, Ayumi meraih botol air itu sambil berusaha mendudukkan tubuhnya. Ibu-ibu yang tengah memegang handuk dengan sigap menyelimuti tubuh mungil itu yang kini menggigil.
“Aduh Nak cantik, kok bisa jatuh didalem laut gitu sih?” tanya ibu itu kepada Ayumi. Sambil menutup rapat tubuhnya, gadis itu berusaha keras menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories in NOKORI (ON-HOLD)
Teen Fiction“Anak muda, kalian baik-baik saja kan?” “Kok bisa jatuh?” “Ada yang terluka tidak, Nak?” “Ini percobaan bunuh diri ya?!” Berbagai pertanyaan bertubi-tubi ditujukan kepada mereka berdua. Ayumi melirik kearah lelaki menyebalkan yang kini tengah tidur...