Bimbang itu manusiawi. Kala dirimu dihadapi oleh sebuah masalah dimana dirimu diharuskan memilih antara dua opsi, rasa bimbang itu pasti adanya. Korelasi antara dilema dan bimbang tentu saja sangat erat, tak elak bahwa keduanya saling berkaitan. Kau bimbang karena kau dilema, memilih diantara dua pilihan berat dimana kau tak pernah tahu bagaimana akhir yang akan kau dapat.Begitupun yang dirasakan oleh Dana. Salahkan lelaki bernama Riyan Baskoro yang membuatnya uring-uringan sekarang. Menggulingkan tubuhnya di lantai tanpa lelah, dengan bibir yang terus mengoceh sesuatu yang tak dapat didengar dengan jelas. Hari-harinya semenjak dimana Riyan marah akibat kesalahan pahaman, perasaan Dana hanya luntang-lantung tak tentu arah. Yang Ia lakukan adalah menjaga jarak dari Riyan, sebab Ia tak tahu harus bersikap seperti apa saat Riyan dengan gamblang mengatakan bahwa pemuda itu cemburu padanya.
Dana terlalu bingung. Ia masih tak mengerti arah pernyataan Riyan kedalam konteks apa. Bisa saja kan Riyan cemburu karena temannya dekat dengan orang lain, atau kemungkinan lainnya? Ayolah, Dana sampai tak nafsu makan hanya dengan memikirkannya saja. Benar-benar tipikal orang yang sedang jatuh cinta. Kehilangan arah. Namun yang namanya Argadana Pahlevi mana mungkin mengerti akan dirinya sendiri.
Dana butuh seseorang yang mampu menyadarkan perasaan nya yang buta ini.
"Dannn!! Jemurann loo basaaah tuhhh!! Hujaann diluar!!!" Teriakan yang berasal dari luar kamarnya itu mampu menghentikan Dana yang tengah mengigit ujung bantalnya. Pria jangkung itu kemudian diam sejenak, seakan baru saja kembali dari mimpi yang menenggelamkannya.
"Seriusss lo hujaann? Orang tadi terang-terang aja dah!!" Balas Dana dengan berteriak pula, dan Ia tahu siapa yang Ia teriaki. Lingga.
"Makanya seharian jangan dikamar mulu lo kayak anak perawan! Udah jam berapa ini hah?! Cepetan! Makin deres nohh!!" Dana kemudian melirik jam dindingnya yang menunjukkan pukul sembilan malam. Dana takjub Ia ternyata bisa berdiam diri di kamar tanpa melakukan apapun hampir satu hari penuh.
Dengan terburu-buru akhirnya Dana segera berlari keluar kamar. Mendapati Lingga yang sepertinya juga habis mengangkat jemuran miliknya. Dana melirik sinis pada pria itu, kemudian dengan acuh melewati yang lebih tua.
"Lo... Marahan kan sama Iyan?" Jika saja Lingga tak bertanya hal yang menyangkut soal Riyan, mungkin saja Dana enggan untuk menghentikan kakinya dan berbalik untuk menanggapi Lingga. Namun Dana bisa apa ketika kakinya memilih untuk otomatis berhenti, tanpa aba-aba darinya.
"Urusan nya sama lo apa?" Elang itu memandang tajam pada lawan bicaranya, Dana seakan sejak awal mempertegas bahwa Ia tak mampu untuk dilawan.
"Gak perlu gue jelasin, lah." Dana menggeram, sedangkan Lingga tampak begitu santai. Membuat Dana makin sebal.
"Lo gak ada kesempatan. Mending mundur!"
"Kenapa gue harus mundur? Ganteng gue kelewatan. Atau perhatiannya gue ke Iyan kelewatan? You know, i'm better than you." Dana bersumpah jika saja Ia sedang tidak menumpang di rumah Lingga, pria itu sudah Ia cekik sampai kehabisan nafas. Bisa-bisanya Lingga berbicara menggunakan bahasa Inggris yang tak dapat Ia pahami!
"Diem! Ngomong apa sih bangsat!" Lantas Dana memilih untuk pergi, Ia tak mau makin emosi hanya karena Lingga. Ia memutar kenop pintu kamarnya, hendak masuk kembali ke dalam ruangan itu. Namun tak jadi ketika Lingga kembali memanggilnya.
"Dan!"
"Apa?!!" Dana dengan berbaik hati memutar tubuhnya kembali kala Lingga memanggil. Meski rasa kesalnya sudah di ambang batas.
"Jemuran..."
"IYAA IYAAA INI JUGA MAU GUE AMBILL!!! YOUR BEHAVIOR ISS SOO UGHHHH!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[12]Petal Fortune 🌼 - Hyunjin x Changbin √
Ficção Adolescente[COMPLETE] Hampir seluruh dari anak cucu Adam dan Hawa sering terjebak dalam hubungan "friendzone". Klasik memang, dan mungkin terkesan mainstream dan membosankan. Tapi disetiap cerita punya masalah tersendiri, yang terkadang jarang sekali dialami...