Kehujanan

2.3K 219 183
                                    


Gemuruh petir malam itu mengusir sepi, setiap kilatan yang tercipta cukup membuat asa yang temaram terlihat bercahaya meski menakutkan. Tergopoh-gopoh kaki pendeknya melangkah ke sebuah bangunan yang di depannya terdapat banner besar bertuliskan "PUJASERA". Dengan jaket kulit tiruan yang Ia miliki, Ia beranikan untuk menerobos hujan yang semakin lama semakin deras. 

"Anjing anjing! Basah dah gua!" Umpatnya ketika berhasil sampai di teras bangunan sebelumnya. Ia melepaskan jaket yang melekat ditubuh, kemudian mengibaskan benda tersebut berniat untuk membuang air yang menempel disana. Meskipun percuma karena Ia basah kuyup. Sebasah-basahnya.

"Awas aja si bego, gue gigit pentilnya gara-gara nggak ngangkat telpon gue. Bangsat emang si dower." Masih dengan perasaan jengkel, Ia menekan bel bangunan rumah tersebut. Meski Ia tinggal disana, tapi ada peraturan tentang sopan santun yang sangat dijunjung tinggi ditempat tersebut meski tidak tertulis.

"Assalamualaikum! Iyaann pulang!! Bukaiinn pintuuu!!" Teriaknya menerobos riuhnya suara hujan, bibirnya kini bergetar sebab rasa dingin yang menusuk tulang. Bisa dipastikan sehabis ini suhu tubuhnya akan naik karena Ia punya alergi terhadap hawa dingin. Tidak hanya itu, tubuhnya pasti akan gatal-gatal dan berakhir Ia tidak akan bisa tidur nyenyak pada malam hari.

Ceklek..

"Ya ampun, Yaan. Kok basah kuyup gini?" Ia pikir yang membukakan pintu adalah orang yang saat ini sangat ingin Ia jambak, namun ternyata yang muncul adalah salah satu penghuni rumah besar ini.

"Ya namanya juga kehujanan bang! Kalo kering, berarti abis jemuran dilapangan gue." Jawabnya sebal, padahal Ia marah karena sang sahabat yang belum menampakkan batang hidung, tapi malah orang lain yang kena getahnya. Yang membukakan pintu untuknya itu tersenyum tipis, Ia sudah terbiasa dengan sikap pemuda yang kini tengah mengomel entah apa.

"Bang, bisa minta tolong ambilin handuk gue di kamar nggak? Nggak gue kunci." Nah, padahal Ia baru saja melampiaskan amarahnya pada pria yang memiliki senyum teduh itu, dan sekarang Ia dengan tidak tahu malu malah meminta tolong.

"Yaudah tunggu." Ia - Riyan- tersenyum lebar, melupakan bahwa beberapa saat yang lalu bibirnya mencebik sebal. "Makasih bang Linggaaaa." Ujarnya kemudian sambil memeluk tubuhnya yang mengigil, tak bisa Ia pungkiri bahwa suhu udara malam ini sangat dingin.

Pria yang dipanggil Lingga oleh Riyan itu memutar tubuh, hendak berjalan menuju lantai dua dimana kamar Riyan berada. Namun ketika pernik cokelat keabu-abuan miliknya menangkap sosok semampai berjalan menuruni tangga dengan sebuah handuk berwarna biru ditangannya membuat langkahnya terhenti.

"Nih handuk lo." Pria itu melewati Lingga, mengulurkan handuk yang Ia bawa pada Riyan. Yang diulurkan handuk hanya memandang sinis, meski tangannya bergerak untuk mengambil alih handuk tersebut.

"Suka kan lo liat gue kehujanan gini? Bangsat emang punya temen kayak lo!" Riyan berujar kesal, sedangkan yang jadi objek kekesalan dari Riyan hanya memutar bola matanya tak hirau. "Kan udah gue bilangin nggak usah sok-sokan kencan malem minggu tai ledig, ngeyel sih lo." Pria itu mengomel, Riyan mendengkus sebal, hidungnya kembang kempis menahan gejolak amarah.

"YA KAN MANA GUE TAU ANYING KALO BAKALAN HUJAN DERESS!!" Riyan tidak mampu menahan lagi, Ia berteriak sejadi-jadinya dimana bisa dibilang teriakannya itu mampu memancing amarah alam. Rasanya bangunan itu bisa rubuh hanya karena teriakannya yang luar biasa menggelegar itu.

"Bacot bego!" Pria itu mendorong kepala Riyan dengan telunjuknya, sebal karena pria bertubuh mungil itu sangat berisik.

"Bodo, nggak usah ngomong sama gue lo bangsat." Setelah mengatakan itu, Riyan melenggang pergi dengan air yang menetes dari tubuhnya itu. Ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum Ia semakin mengigil dan berakhir Ia harus sakit di kemudian hari. Ah, Riyan sangat benci obat!

[12]Petal Fortune 🌼 - Hyunjin x Changbin √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang