Part - 07

3.4K 186 1
                                    


   Ali meremas ponselnya dengan raut wajah yang sulit diartikan. Dalam hatinya ia menggeram kesal karena ternyata, orang yang berusaha menghancurkan perusahaannya itu adalah orang yang dulu sangat berjasa dalam hidup Ali. Ya, itu dulu. Sebelum ia berkhianat dan membuat Ali kini sangat membenci orang itu setengah mati.

   "Ternyata, si tua bangka itu belum mendapat hidayah!" desis Ali dengan sorot mata tajamnya. Sumpah serapah terus ia lafalkan dalam hati untuk membalas semua perbuatan 'tua bangka' itu.

   "Sayang?" Ali terlonjak saat ada yang memanggilnya dan menepuk bahu kirinya dari belakang. Ali menoleh, ternyata istrinya. Ali tersenyum lembut meraih dan menggenggam tangan Prilly masih di bahunya. Saat ini mereka memang sedang piknik di sebuah taman yang ramai dengan pengunjung. Tentu, atas permintaan Prilly yang kini kehamilannya menginjak usia 6 bulan.

   "Kok lama sih? Emang siapa yang nelpon?" tanya Prilly. Ali terdiam sejenak sekaligus berfikir, apa ia harus menceritakan masalahnya pada Prilly? Tapi, mengingat Prilly kini sedang hamil, membuat Ali ragu. Jika ia bercerita, pasti Prilly akan terus memikirkan masalahnya ini. Sedangkan kata Dokter Anjani, wanita hamil tidak boleh terlalu memikirkan banyak hal.

   "Sayang, kok diem aja sih?" tanya Prilly lagi membuat Ali tersadar, menghembuskan nafasnya pelan.

   "Gak papa, tadi yang nelpon itu Sisi. Biasalah, urusan kantor," jawab Ali dengan raut wajah yang ia buat setenang mungkin agar istrinya tak banyak bertanya lagi.

   "Tapi kok kamu kayak tegang gini sih?" Prilly kembali bertanya seraya mengusap rahang Ali yang terlihat mengeras. Rupanya, Ali tak bisa membohongi istrinya yang sangat peka-an itu. Ali memejamkan matanya sejenak bersamaan dengan helaan nafasnya lagi.

   "Aku gak papa sayang, percaya dong." jawab Ali seraya mengelus lembut pipi Prilly. Prilly mengangguk percaya. Sebenarnya, ia masih tidak yakin dengan jawaban suaminya. Seperti ada sesuatu yang berusaha ia sembunyikan. Tapi, Prilly 'tak ingin banyak menuntut. Mungkin saja Ali belum siap menceritakan hal yang kini sedang disembunyikannya.

   "Ya udah, jangan dipikirin dulu. Kita kan kesini mau seneng-seneng, iya gak?" Prilly berucap mengalihkan topik pembicaraan lain. Ali mengangguk sekali, kemudian merangkul Prilly membawanya ke tempat semula.

   Setelah puas menghabiskan waktu seharian di taman dan juga berkeliling kota Jakarta sesuai permintaan istrinya, kini Ali membawa Prilly pulang. Karena istrinya terlihat sangat lelah. Buktinya kini, masih dalam perjalanan menuju rumah mereka, Prilly terlihat sudah pulas tertidur dengan kepala bersender. Ali menghentikan mobilnya sejenak, membuka jas yang ia pakai dan menutupi tubuh Prilly dengan jas itu. Prilly pasti kedinginan mengingat pakaian yang digunakannya kini cukup pendek. Kemudian, Ali menarik kepala Prilly dengan hati-hati hingga bersender di bahunya. Setelah mengecup keningnya, Ali kembali melanjutkan perjalanannya.

   Sesampainya di pekarangan rumah mewahnya, Ali menggendong Prilly menuju kamarnya. Rupanya tidur Prilly memang benar-benar pulas, terbukti karena ia tidak terbangun walaupun digendong oleh Ali. Setelah meletakkan Prilly di atas pembaringan, Ali membukakan wedges yang dipakai Prilly saat itu. Kemudian memgambil tissue basah untuk menghapus sisa make up yang masih menempel di wajah cantik istrinya itu.

   Seketika Ali malah tergoda melihat bibir Prilly. Ali menghentikkan pergerakannya yang tadinya fokus membesihkan wajah Prilly, kini malah fokus menatap bibir Prilly yang tetap terlihat merah padahal Ali sudah membersihkan sisa lip gloss nya. Ali semaki mendekatkan wajahnya pada Prilly, hingga hembusan nafas Prilly yang teratur, menyapu permukaan wajahnya. Setelah hampir tak ada jarak, Ali sedikit memiringkan wajahnya hingga bibirnya menempel tepat dibibir istrinya. Ia 'tak melakukan pergerakan apapun selama beberapa detik. Melihat Prilly yang sama sekali 'tak terusik, Ali memaksakan lidahnya memasuki rongga mulut Prilly, dan melumatnya dengan pelan. Semoga Prilly tak terbangun. Tapi ternyata, pergerakan mulutnya membuat Prilly bergerak dalam tidurnya. Dan Ali terkejut saat kedua tangan Prilly tiba-tiba mengalung dilehernya, dan Prilly melepas pagutan bibir Ali.

   "Hmmm, suami nakal!" bisik Prilly pelan diiringi kekehan kecilnya. Ali hanya tersenyum menanggapi dan kembali melumat bibir Prilly. Namun, Prilly kembali melepasnya. Ali berdecak pelan.

   "Kaki aku pegel, jangan ditindih!" seru Prilly membuat Ali menyadari, ternyata posisinya kini menindih tubuh Prilly, walaupun tetap ia sangga supaya Prilly tak merasa keberatan. Tapi tetap saja, kakinya tertindih oleh Ali. Ali pun beralih ke samping Prilly.

   "Maaf ya," Prilly mengangguk meng-iyakan permintaan maaf suaminya.

   "Kalau kamu masih ngantuk, tidur lagi aja." ucap Ali diiringi senyum manisnya. Prilly terdiam.

   "Aku ke kamar mandi dulu ya," pamit Ali.

   "Kamu ngelakuin itu seolah aku gak ada gunanya sebagai istri!"

Hampir saja Ali memasuki kamar mandi, ia terdiam mendengar ucapan Prilly yang begitu tiba-tiba. Ali kembali membalikkan badannya menatap Prilly.

   "Maksud kamu apa?" tanya Ali dengan kening yang mengernyit. Prilly terlihat menghela nafas pelan. Kemudian, bangkit dari posisi tidurnya dan mendekati Ali.

   "Kamu pasti mau onani, 'kan?" Prilly bertanya seperti itu, karena tadi saat posisi Ali menindihnya, Prilly merasa ada sesuatu yang menegang menyentuh perut bagian bawahnya. Dan Prilly paham, bahwa Ali ingin melakukan 'sesuatu' padanya. Ali menggaruk tengkuknya, bingung mau menjawab apa. Ali memang ingin melakukan 'itu' hanya saja, ia takut menyakiti janin yang berada dalam kandungan istrinya. Bahkan semenjak Prilly hamil, Ali jarang sekali menyentuh Prilly, ia lebih memilih memuaskan nafsu nya sendiri dengan cara onani daripada harus menyakiti istri dan bayinya. Dan Prilly mengetahui hal ini.

   "Eum, ak--aku--"

   "Kamu mau bikin aku gagal masuk surga, gara-gara aku gak melayani suami?" Prilly menyela ucapan Ali dengan nada seperti tuduhan. Ali menggeleng cepat.

   "Bu--bukan gitu, sayang. Tadi kan kamu bilang kaki kamu pegel, makanya aku--eumm--" Ali tak tahu harus melanjutkan ucapannya dengan kata apa.

   "Aku cuma bilang kaki aku pegel, bukan berarti aku nolak keinginan kamu." ucap Prilly seolah mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh suaminya.

   Seketika Ali terkejut, karena tiba-tiba Prilly menyerang bibirnya dengan ganas. Ali terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya ia dapat mengimbangi ciuman Prilly.

   "Lain kali jangan ditahan, aku tau rasanya pasti sakit." bisik Prilly disela-sela ciuman mereka.

Mereka melakukan hubungan di sisa waktu sore menjelang malam.
.
.
Bersambung.

SWEET HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang