2

1.2K 161 41
                                    

:: Selamat Membaca ::

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

:: Selamat Membaca ::

|

|

Jiyeon berada di kamar Moonbin, menyanyikan lagu pengantar tidur untuk putranya yang sudah masuk ke dunia mimpi, bermimpi tentang permen kapas atau tokoh kartun favoritnya. Jiyeon menghela napas panjang, dari lantai atas ini dia dapat mendengar suara tawa Myungsoo dan para kliennya. Dia ingin makan sesuatu, tetapi ingat perintah suaminya, dia dilarang keluar dari ruangan ini. Tentu saja dia patuh, takut akan hukuman Myungsoo.

Flashback...

Jiyeon masih ingat kejadian saat Myungsoo mengetahui kehamilannya. Lelaki itu melempar dan merusak semua barang yang ada didekatnya. Jiyeon bahkan harus memeluk perutnya sendiri erat-erat untuk melindunginya, menangis tanpa henti. Saat Myungsoo memandang Jiyeon, darahnya mendidih, amarahnya semakin menjadi.

"Kau memegang perutmu, apa sekarang kau ingin melindunginya ha?"

Jiyeon merinding ketakutan mendengar nada suara Myungsoo.

"Oh, jangan takut, Sayang. Bukankah kau ingin membunuhnya hum? Mengapa sekarang justru melindunginya?"

Jiyeon merutuki kebodohan dirinya yang menulis sebuah diary. Myungsoo mengetahui segalanya karena membaca diary bodoh tentang keinginannya untuk bunuh diri dan kehamilannya.

Mata Jiyeon membesar saat menyadari Myungsoo sedang berjalan ke arahnya. Lelaki itu mencengkeram kedua pergelangan tangan Jiyeon dan mendorongnya hingga tersungkur ke lantai.

"Kita akan menggugurkan kandunganmu seperti yang kau harapkan, Jiyeon Sayang." Myungsoo berkata dengan dingin, lalu tiba-tiba mengangkat tubuh Jiyeon dan berjalan menuju pintu.

"Jangan. Jangan, Myungsoo. Aku mengaku salah, maaf. Tolong jangan bunuh bayiku. Maafkan aku." Jiyeon menangis putus asa sambil mencakar punggung Myungsoo, mencoba untuk melepaskan diri dari suaminya itu.

Tiba-tiba saja pintu rumah mereka terbuka dengan kasar, Hoya datang. Saat melihat Jiyeon berada dipundak Myungsoo sambil menangis, Hoya merasakan sesuatu meremas hatinya. Hoya bukanlah seorang yang baik hati untuk bersimpati pada Jiyeon ataupun orang lain. Dia membunuh, dia memukul, dia menyiksa ratusan orang tanpa ampun. Tetapi mengapa dia merasa kasihan pada perempuan itu. Sebuah misteri untuk dirinya sendiri.

Myungsoo merasakan seseorang memukul pipinya dan Jiyeon lepas dari gendongannya. Myungsoo melihat Hoya membantu Jiyeon untuk berdiri, membuat amarahnya semakin menjadi.

"Beraninya kau memukulku. Bedebah kau. Aku akan membunuhmu." Myungsoo mengepalkan tangannya, memukul Hoya tepat dirahang lelaki itu, membuat Hoya terhuyung. Saat dia ingin memukul Hoya lagi, dia melihat Jiyeon pingsan dan segalanya berhenti. Kedua laki-laki itu menatap Jiyeon, detik berikutya Myungsoo mengangkat tubuh Jiyeon dan berlari menuju mobilnya.

End of flashback...

Jiyeon melirik pada jarum jam yang menunjuk angka satu dini hari. Kapan mereka akan mengakhiri pertemuan itu? dia segera menyisir rambutnya saat mendengar pintu kamar Moonbin dibuka.

Myungsoo, suaminya, datang dan tanpa kata langsung melihat anak laki-lakinya yang sedang memeluk erat Mr. Pucky, boneka beruang miliknya. Myungsoo tersenyum dan mencium kening Moonbin penuh kasih sayang. Satu hal tentang Myungsoo yang paling Jiyeon suka adalah sisi Myungsoo sebagai seorang ayah.

Myungsoo melirik Jiyeon sekilas. "Kau sudah bisa keluar sekarang." Nada suaranya dingin.

Jiyeon ingin untuk tidak menuruti perkataan suaminya, ingin tidur di kamar tamu, tidak bersama Myungsoo. Tetapi dia tahu dia tidak bisa melawan. Salah satu peraturan yang dibuat Myungsoo adalah tidur di ranjang yang sama karena Moonbin, Myungsoo ingin menciptakan lingkungan yang damai dan normal bagi Moonbin untuk tumbuh dan mereka sebagai orangtua harus memperlihatkan hubungan mereka yang normal.

"Apa kau sudah makan?" Jiyeon bertanya pelan, tetapi Myungsoo tidak mendengarnya.

Lelaki itu menatap istrinya yang cantik, yang anehnya memiliki cahaya yang bersinar disekelilingnya. "Ya. Sekarang siapkan ranjangnya." Dia berkata dengan datar.

Jiyeon menghela napas. Ketika Myungsoo mengatakan siapkan ranjang, itu artinya mereka akan bercinta malam ini. Tiba-tiba dia merasa seperti selir yang tugasnya melayani sang raja dan memberinya keturunan.

Jiyeon pergi ke kamar mereka dan mengganti pakaiannya dengan gaun tidur yang lembut dan terawang, kesukaan suaminya. Myungsoo masuk ke kamar mereka, dan menggeram saat melihat istrinya, tebak saja tema malam ini adalah bercinta dengan kasar.

Myungsoo terbaring disamping Jiyeon yang penuh keringat dan terengah-engah, dia membelai pipi lembut istrinya, menatap mata Jiyeon, sangat jernih, sangat indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Myungsoo terbaring disamping Jiyeon yang penuh keringat dan terengah-engah, dia membelai pipi lembut istrinya, menatap mata Jiyeon, sangat jernih, sangat indah. "Aku punya klien baru, aku ingin kau dan Moonbin tetap di rumah sebisa mungkin atau jika kau ingin pergi keluar, telepon aku atau Hoya untuk menemanimu."

"Jadi saat kau punya klien baru, aku harus menderita di rumah." Gumam Jiyeon.

"Apa yang kau katakan?" bisik Myungsoo, dengan tajam.

"Bukan apa-apa." Jawab Jiyeon, merapatkan selimutnya.

"Bagus. Ah, aku hampir lupa. Klien ini akan mengadakan pesta. Aku harus membawa pasangan, titipkan Moonbin pada Hoya atau Sungjong." Bisik Myungsoo lagi dan memeluk Jiyeon erat.

Ya, kuno, cara suaminya mengajak dirinya pergi ke pesta sangat datar, tidak lebih hanya sebuah kebutuhan. Jiyeon tertawa miris, hidupnya memang menyedihkan.

|

|

:: Bersambung ::

vote & comment kalian sllu d tggu, makasih^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

vote & comment kalian sllu d tggu, makasih^^

How We Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang