Part 4

31 2 1
                                    

Lee Jun, kau congkak sejak dahulu.

Lee Jun melemparkan dirinya ke atas kasur, ia mengusap sprai lembut itu dengan telapak tangannya.

Apa itu sangat menyakitkan, Hannah Lee?

Ryu Kim memegangi dadanya yang mendadak tidak nyaman. Ia tidak tahu apa yang terjadi padanya. Tapi, wajah Hannah dan segala sisi misteriusnya memenuhi kepalanya. Ryu Kim meletakkan punggung tangan dimatanya.

“Ah, Hannah Lee. Kau benar-benar menggangguku.”

Ponsel Ryu berdering nyaring. Nama Editor Park yang tertera membuatnya segan menjawab.

“Halo.” jawab Ryu singkat.

“Ryu, aku suka perbaikanmu yang terakhir kau kirim, lebih baik dari sebelumnya. Tapi, apa kau bisa menyelesaikan bab nya akhir pekan ini?”

“Akhir pekan? Sebenarnya, Pak Editor.. Aku..”

“Ah! aku sampai lupa. Awal musim panas ya.. Maaf Ryu, sepertinya aku terlalu menekanmu. Kau harus menemui ayahmu kan akhir pekan ini.”

“Tidak apa-apa, Pak Editor. Akan kuusahakan selesai malam ini.”

“Baiklah, jangan terlalu memaksakan, kau perlu tidur cukup dan jaga kesehatan.”

***

“Bagaimana penampilanku?”

Lee Jun meraih lengan Hannah lembut. Matanya menatap wajah Hannah yang dipoles sedikit make up. Ia memakai dress berwarna soft pink selutut dan jaket levis. Kaki-kaki jenjangnya dibalut heels sembilan sentimeter.

“Kau sangat cocok dengan dress ini, Han. Mereka pasti senang bertemu denganmu.” Puji Lee Jun. “Kau yakin baik-baik saja? Sudah sepuluh tahun semenjak kau mengunjungi mereka. Tidak apa-apa jika kau belum siap.”

Hannah Lee menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan. Ia cukup gugup. Tapi, ia meyakinkan diirinya sendiri dan Jun yang berusaha memberinya kekuatan, bahwa ia siap untuk bertemu mereka, bertemu kedua orang tuanya.

Hannah dan Lee Jun memasuki columbarium. Ruangan luas yang menjadi tempat peristirahatan terakhir dimana abu jenazah di simpan di dalam sebuah guci dan diletakan didalam kotak-kotak kayu yang menempel di dinding.

Hannah memandang dua guci yang bertuliskan nama kedua orang tuanya. Dan beberapa bingkai foto mereka di masa lalu. Matanya berkaca-kaca, dan tangannya terulur menyentuh kaca tembus pandang yang melindungi guci itu dari dunia luar.
“A..Aku kangen..”

“Halo, om. Sekarang Jun datang dengan Hannah.” Ujarnya pelan, dengan senyum mengembang.

Hannah menempelkan sebuah bucket bunga mini pada dinding kaca tembus pandang tersebut, dan meninggalkan columbarium setelah menghabiskan waktu selama tiga puluh menit.

Beberapa saat keduanya meninggalkan gedung, seorang pria berpakaian rapi memasuki ruangan yang sama. Ia menatap salah satu kotak kaca yang tersimpan satu guci dan beberapa fotonya.

“Halo, Ayah.” Sapanya dengan senyum. “Anakmu yang tampan, Ryu Kim sudah datang.”

Ia menatap salah satu foto ayahnya, saat itu foto kelulusan SMP-nya, dan ia dinobatkan sebagai siswa terbaik.

Ryu Kim menatap dirinya. “Lihat. Aku bahkan pakai jas. Kau tahu aku memakai jas hanya untukmu hari ini. bukankah ayah pernah bilang ingin melihat anak laki-lakimu satu-satunya memakai jas?”

Jun mendongakkan kepala, coba menghilangkan linangan dari kelopak matanya.

“Ayah, bagaimana keadaan disana?Aku.. baik-baik saja disini. Editor Kim membimbingku dengan baik, walau dia sangat bawel dan gak sabaran. Dia juga sering menemaniku minum-minum.”

Summer's ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang