DUA: Langkah awal untuk melupakan

23 0 0
                                    

" Maafkan bina bu, seharusnya dari dulu Bina mendengar kan ibu, kalau dari dulu Bina mendengarkan ibu, Bina tidak akan sedih seperti sekarang" Permohonan maafku kepada Ibu.

" Sudahlah Bina, semua sudah terjad, Ibu faham dengan perasaan kamu".

" Semua salah Bina bu, salah Binaan huhuu" Tangisku pun pecah di pelukan hangat ibuku.

" Sekarang bukan saatnya untuk menyalahkan siapa Bina, semua yang terjadi adalah takdir yang sudah ditentukan oleh Allah, jadi kamu harus ikhlas sayang, Ibu yakin kamu akan mendapatkan yang lebih baik" Kata-kata ibu yang membuatku sedikit tenang dalam dekapan ibu.

Setelah kejadian itu dan resign dari pekerjaanku, aku memutuskan untuk sementara pulang kerumah Ibuku sambil menenangkan diri atas apa yang telah terjadi.

Sejujurnya sejak dahulu Ibu tidak mengizinkan aku berhubungan dengan Danu, karena Ibu beranggapan Danu orang yang berbeda kasta dengan kami, Ibu merasa aku tidak pantas dengan Danu karena Danu berasal dari keluarga yang cukup berada sedangkan kami dari keluarga yang serba kekurangan. Ibu adalah ibu tunggal dan mengharapkan pensiunan dari Alm. Bapak, aku harus berjuang keras untuk bisa lulus sarjana dimulai dari mencari beasiswa dari sana sini dan mencari pekerjaan sampingan saat kuliah sampai akhir kan aku bisa lulu, bekerja dan bertemu dengannya.

" Kamu yakin mau pulang ke kota Bina" Tanyanya dengan tatapan yang kasihan terhadapku.

" Bu, Bina harus cari kerja lagi, Bina gak mau menyusahkan Ibu, kan Ibu harus membantu Ibu " Jawabanku yang mencoba tegar dihadapan Ibu.

" Ini Binaa? " Sambil menyerahkan sebuah kartu nama.

" Ini kartu nama siapa bu? ".

" Itu teman Ibu dan Bapak dulu, dia punya perusahaan dikota, coba kamu datang kesana siapa tau mereka membutuhkan tenaga kerja".

" Baik bu, Terima kasih. Bina pergi dulu ya, jaga kesehatan ibu, Assalamu'alaikum? "Pamit ku dengan memeluk erat wanita yang paling ku sayang didunia ini.

Sudah cukup. Aku harus move on, aku harus melangkah kedepan, cukup untuk sedih-sedih nya, cukup untuk tangisannya aku harus bangkit dan melupakan semuanya dan memulainya dari awal kembali

Hari ini akupun berniat datang ke perusahaan dengan kartu nama yang diberikan oleh Ibu, saat sampai disana, aku langsung bertemu pemilik perusahaan dan ternyata adalah sahabat baik bapak sewaktu masih sekolah, dia bernama Bapak Adi, dia sangat senang karena aku datang menemuinya. Alhamdulillah dengan perbincangan yang cukup singkat, aku diterima kerja di perusahaannya dan dapat memulai bekerja esok hari.

Hari-hariku cukup lancar di perusahaan itu, para staff kantor menerimaku dengan senang hati. Hari demi haripun aku telah mengenal banyak orang di kantor tersebut. Sejak bekerja di perusahaan Om Adi, lamban laun aku sudah mulai lupa dengan Danu dan masa laluku itu.

Dddddddrrrtt... Dddrrrttt

Ibu menelfon?

Ibu: Assalamu'alaikum Binaa?
Aku: Wa'alaikumsalam ibu, iyaa bu kenapa?.
Ibu: kamu dimana sayang?
Aku: Bina baru pulang kerja bu, Ibu sudah makan?
Ibu: Sudah sayang, besok kamu liburkan?
Aku: iyah bu, besok hari minggu Bina libur, kenapa bu?
Ibu: kamu bertemu ya dengan anak teman ibu disana?
Aku: anak temen ibu siapa? Untuk apa bu?
Ibu: Santi sayang, untuk berkenalan dengan kamu
Aku: haa? Untuk apa bu Bina berkenalan dengan anaknya bu Santi, tunggu? Ibu mau jodohkan Bina dengan anaknya Ibu Santi?
Ibu: Berkenalan dulu sayang, siapa tau kamu cocok
Aku: ibu, Ibu kan tau Bina tidak suka di jodohkan seperti ini.
Ibu: Kamu lupa, kamu pernah janji dengan Ibu? Kalau misalnya kamu gagal dengan Danu, kamu bersedia untuk dijodohkan.
Aku: Iya bu, tapikan?
Ibu: janji harus ditepati Bina, pokoknya kamu hari bertemu dengan anaknya Santi, nanti ibu smskan alamat tempat bertemunya, sudah dulu ya, Assalamu'alaikum.
Aku: Tapi bu?Buu? Wa'alaikumsalam.

Ddrrttt... Ddrrttt (satu pesan masuk)

Namanya Khalid
Di Cafe Rumah Pohon, 10 pagi.

Khalid??....

Bersambung......

TsabinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang