Tanpa ragu selalu berniat untuk mendekatkan diri padanya. Tanpa kutahu, aku telah menyakiti hati yang lainnya.
🌼🌼🌼
Seperti biasa, pagi hari aku sudah harus bersiap menuju sekolahku, SMA Tunas Bangsa. Sekolah yang lumayan bagus dengan prestasi yang membanggakan. Terdiri dari dua lantai. Berbentuk letter 'L' dengan dilapisi cat berwarna krem. Atapnya yang coklat terlihat mengkilat saat terpancar sinar matahari.
"Lova jalan dulu ya, Ma."
Aku menyalami mama. Mengecup pipinya kemudian berjalan keluar rumah. Di halaman rumah, abang sudah menungguku di atas motor vario kuning miliknya.
"Yuk, bang!"
Aku naik ke atas motor dan memakai helm. Jarak dari rumahku menuju sekolah tidak terlalu jauh. Namun aku tetap menggunakan helm untuk keselamatan diri. Toh, tidak ada yang tahu nasib ke depannya bagaimana kan?
Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya aku mengumbar senyum. Memang, disekolah aku terkenal sebagai siswi yang aktif dan periang. Maka dari itu aku disegani oleh teman-temanku. Mereka bilang, aku orangnya friendly. Aku tidak sombong. Tentu saja semua hal positif yang mereka katakan itu membuatku terus berusaha menjadi sosok yang lebih baik lagi.
"Thanks ya, bang. Bye... "
Aku turun dari motor kemudian menyerahkan helm kepada abangku. Lalu melambaikan tangan padanya.
Dengan semangat pagi ini, aku melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolahku yang tingginya kira-kira 5 meter berlapis dengan cat hitam yang sudah mulai terkelupas dan berkarat.
Sesekali aku menyapa sosok yang kutemui diperjalanan menuju kelasku, kelas XI-2. Letaknya di lantai dua sebelah ruang BK. Walau memiliki letak seperti itu, kelas kami tetap saja berisik. Tak peduli jika kami satu lantai dengan ruang guru dan ruang BK. Serta tepat di lantai bawah adalah ruang kepala sekolah.
"Eh, My lu pr udah?" tanyaku.
Myara, teman yang duduk disebelahku itu hanya memamerkan deretan giginya. "Ailah santuy. Gua mana pernah ngerjain pr," ujarnya sambil tertawa kecil.
Dia juga baru datang, sama sepertiku. Gadis yang memiliki tubuh lebih pendek dariku itu menaruh tasnya sembarangan kemudian menyandarkan kepalanya pada meja. Tertidur. Dasar! Memang itu rutinitasnya setiap hari.
Yasudahlah, aku pun tak berniat untuk mengerjakan pr. Lagipula bukan tugas dari guru killer, toh. Jadi sesuai yang dikatakan teman sebangku ku itu, 'santuy'.
"Eh, My... " Aku memanggil Myara.
Myara hanya berdeham. "Gue udah nerima Fadaf," ucapku yang langsung membuatnya terbangun.
"Eh serius lo? Terus perasaan lo buat Fasya gimana eh?" tanyanya.
Aku mengangkat kedua bahuku. "Gue bakalan coba buka hati buat Fadaf," jawabku walau tak yakin.
"Ya, terserah sih. Asalkan lo jangan mainin perasaan keduanya. Bisa-bisa jadi fatal. Hancur semuanya," katanya. Aku mengangguk setuju. "Iya, tapi gue bakalan serius sama Fadaf."
"Semoga aja."
Setelahnya dia kembali menyandarkan kepalanya di atas meja. Kembali ke alam mimpinya lagi. Huh... punya teman sebangku begini banget sih.
🌼🌼🌼
Waktu terus berjalan. Tiba saat waktunya istirahat, aku dan teman-temanku berjalan menuju mushola untuk melaksanakan sholat dhuha. Tiba-tiba, saat tak sengaja, temanku mendorongku sampai menabrak sosok cowok tinggi dengan kulit sawo matang, hidung mancung, mata tajam nan meneduhkan, senyum manis yang hampir setiap hari kunantikan. Tak lupa juga dengan sikap menyebalkannya. Aku bahkan sampai hafal apa yang dia sukai dan tidak dia sukai.
Dia berhasil menahan tubuhku agar tak terjatuh. Oh... betapa senangnya aku. Nama panjangnya adalah Fasya Zeina Ragaditya. Seorang cowok yang kata teman-temanku dia adalah cowok termanis yang ada disekolah kami. Emang benar kenyataannya seperti itu sih.
"Lu gapapa, Sya?" tanyanya. Aku mengangguk kemudian tersenyum. "Iya gapapa."
Fasya mengangguk kemudian berjalan menuju tempat wudhu pria. Ouh sungguh benar-benar menawan. Entahlah, hatiku merasa teduh saat di dekatnya.
"Va, lo ngapain disini?" tanya seorang cowok yang tiba-tiba ada disebelahku.
Dia adalah Fadaf, yang tak lain adalah kekasihku sejak kemarin sore. Apa aku mencintainya? Kurasa belum. Aku mencintai Fasya, bukan Fadaf. Namun aku tak berani menolak Fadaf karena takut kena karma.
"Mau sholat lah. Ya masa mau jajan," jawabku.
Fadaf tersenyum. "Selow aja dong mbaknya," katanya. Aku tertawa pelan. "Sekali-kali ngegas, biar cepet nyampe." Aku bergurau sedikit agar suasananya tidak kikuk.
Aku dan Fadaf memang memiliki hubungan. Namun entah kenapa rasanya kami hanya sebatas teman. Sedangkan saat aku bersama Fasya, aku selalu merasakan nyaman yang luar biasa. Memang, sedari dulu aku memendam rasa dari Fasya. Karena dia hanya menganggapku teman. Tidak lebih.
🌼🌼🌼
Thanks dah baca Confusing part 1😊
Gimana perasaannya?
Next part minggu depan ya😉Love 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Confusing
Teen Fiction"Ketika yang terjadi tak sesuai dengan harapan." *** Aku berharap pada seseorang. Namun yang kudapatkan bukan hati orang itu. Melainkan sahabatnya-Tsyalova. Ingin mengungkapkan. Namun aku malah beralibi mencintai sosok lain-Fasya Zeina Ragaditya. St...