************
'Pemanasan selesai. Misi berhasil, Mila.'Ibu mertuaku memberikan senyuman manis. Aku berharap beliau tak membenciku, atau menceritakan semua ini kepada orang tuaku dan ayah mertua. Tak ingin rasanya masalah ini semakin membesar dan ujungnya rencanaku akan berantakan.
"Mila."
"Iya, Yah."
"Kenapa Ayah rasa tidak nyaman dengan kehadiran temanmu tadi?" ujar ayahku setelah menenggak minumannya.
"Nggak tahu, Yah. Mungkin hanya perasaan Ayah saja."
Padahal akupun merasakan hal sama. Mana mungkin nyaman duduk semeja dengan wanita yang akan dinikahi suamiku, nanti. Jujur hatiku masih teriris dan perih. Wanita mana sih yang enggak sakit hati. Cara yang mereka tempuh itu sungguh membuat siapa saja jijik.
Setelah selesai makan aku dan ibu mertua sama-sama berada di dapur. Kami mengemas semua barang-barang. Aku tak membiarkan ibu mertuaku mencuci segala perkakas memasak tadi. Hanya saja beliau ingin berada di dekatku.
"Nak, kamu sengaja, yah melakukan ini?" bisik ibu mertuaku.
Aku tersenyum manja sembari memelukknya. "Ibu jangan bilang pada siapapun, yah. Mila hanya berusaha sebisa, Mila untuk memberikan mereka kata mutiara."
"Ibu sayang padamu, Nak. Seandainya Heri menyadari bahwa kamulah wanita yang benar-benar tulus, mungkin ini tidak akan pernah terjadi."
"Aah Ibu, jangan ngomong begitu. Biarkan saja Mas Heri bertindak sesuka hatinya. Mila akan melihat dan memperhatikan Mas Heri. Maafin, Mila kalau menyakiti, Ibu."
"Enggak ... enggak, Nak. Ibu bangga padamu. Dulu ibu termakan ucapan Heri, sehingga membenci ibunya Safa dan Zidan. Ibu menyesal karena terlalu memanjakan Heri. Bahkan rela ribut sama Ayah Heri. Seandainya Ibu mendengarkan, Silvi, mungkin Safa dan Zidan tidak akan menderita."
"Sudahlah, Buk. Kita lupakan masa lalu itu." Aku memeluk mesra mertuaku. Aku menyayanginya, karena ketulusannya menerimaku sebagai menantu. Orang tua Mas Heri selalu membantu keuangan kami, bahkan ibu mertuaku selalu menghubungi dan mengajak bertemu di luar hanya untuk memberikan uang simpanannya yang diberi, Silvi. Malu! Sebenarnya malu, tapi apa boleh buat
Terharu dan sedih rasanya hati ini, jika mengingat kembali masa pahit itu. Bahkan sampai sekarang, jika mertuaku datang mereka akan membawa banyak sekali makanan untuk kami. Jujur saja, aku tak berani mengadu pada keluargaku. Bisa-bisa aku langsung disuruh cerai. Secara dari kecil aku dan almarhumah hidup serba berkecukupan.
****
Sore, pukul 17.15 WIB. Kedua orang tuaku pamit pulang. Walau rasa rindu masih membara di hati, namun terpaksa kali ini harus kurelakan mereka pulang ke rumah secepat ini."Heri! Kamu harus jaga, Mila," perintah ibuku.
"Iya, Buk."
"Mila jaga diri baik-baik, yah. Kalau ada apa-apa hubungi Ibu."
"Iya, Buk. Mila paham." Aku memeluk kedua orang tuaku. Tak ketinggalan Safa dan Zidan yang sangat antusias mengantar orang tuaku sampai naik ke mobil.
Setelah bayangan mobil berwarna merah itu menghilang. Ibu mertuaku pun bersiap untuk pulang juga. Beliau akan dijemput oleh Silvi, sebentar lagi.
Mas Heri nampak bersiap-siap. Dia langsung masuk ke kamar mandj, berganti pakaian, mengenakan parfum yang sangat kusukai itu.
"Kamu mau ke mana, Mas?"
"Biasa. Aku mau ketemuan sama Dude. Ada sedikit urusan kerjaan yang harus kami lakukan," balas Mas Heri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Video di Dalam Gawai Suamiku. [PROSES TERBIT]
RomanceSeorang wanita bernama Mila Handayani memiliki suami yang sedikit kurang normal. Lelaki itu bernama Heri Soedibyo, seorang duda dengan dua anak. Istri terdahulu Heri meminta cerai karena sudah tak tahan dengan penyiksaan secara mental yang dilakukan...