sampai di rumah si mbah, mas Erik melihat mas Damar, mata mereka saling menangkap satu sama lain.
disini, mereka curiga.
Desa ini, mungkin bukan Desa manusia, namun ada hal yang lebih besar dari semua itu. ada misteri apa yang di sembunyikan di desa ini.
di tengah kebingungan, langkah kaki si mbah mengejutkan mereka, wajahnya yang sempat mengeras ketika melihat mas Damar kini sudah berubah seperti sedia kala, seperti saat pertama kali mereka bertemu dengan si mbah.
"le, kamar'e wes si mbah siapke" (nak kamarnya sudah disiapkan)
mau tidak mau, mereka pun masuk ke sebuah kamar yang asing, tidak ada hal yang menarik selain ranjang dengan lasa(tikar anyaman) sebagai alasnya, namun, mereka sepakat, keganjilan semua peristiwa ini seperti mengerucut pada sesuatu. namun, belum ada yang berani menarik kesimpulan
sampai, di tengah keheningan ketika mereka sudah saling merebahkan tubuh untuk sekedar membuang lelah. terdengar suara yang tidak asing lagi di telinga mereka.
suaranya riuh, namun sangat tipis, seperti dari tempat yang jauh.
itu adalah suara pitik (ayam) yang pernah terdengar.
mas Erik lah yang pertama bangun, ia melihat kesana kemari untuk memastikan sesuatu sampai, mas Erik akhirnya menggoyangkan badan mas Damar, ia baru sadar, wajah mas Damar terlihat pucat pasi, seperti menyembunyikan sesuatu.
"Mar, krungu ora?" (Mar, dengar apa tidak?)
mas Damar masih diam, mencerna setiap kalimat mas Erik, sampai akhirnya ia mengatakan "Rik, awakmu percoyo, pocong ora?" (Rik, kamu percaya gak sama Pocong?)
kalimat itu mengingatkan mas Erik dengan peristiwa yang baru saja ia alami, matanya menatap tajam mas Damar, ia tidak tau harus menceritakanya darimana.
"aku tau krungu, jare'ne, suara pitik, iku nunjuk'ke nek onok pocong gok sekitar kene" (aku pernah dengar, katanya, kalau-
dengar suara ayam, artinya ada pocong di dekat sini)
"Mar" akhirnya mas Erik menceritakan kejadian yang menimpanya. "Deso iki gak beres, ayok minggat ae, nd*k mu wes gak popo toh" (Mar, desa ini gak beres, ayo pergi saja, tes*ismu sudah gak papa kan)
mendengar itu, mas Damar kemudian juga mengatakanya.
"Rik. koyok'e si mbah iki"
(Rik sepertinya si mbah) belum selesai melanjutkan kalimat itu, tetiba mata mas Damar menatap ke jendela kamar yang hanya tertutup gorden, disana, ia melihat wajah mengintip.
"Rik. minggat ae tekan kene" (Rik ayo kita pergi saja dari sini)
"opo to, onok opo?" (ada apa?)
"gok cendelo, gok cendelo!!" (di jendela!! di jendela!!) mas Damar menunjuk ke arah jendela, "gok cendelo onok si mbah!!" (di jendela ada wajah si mbah)
kaget, saat itu juga mas Erik langsung mengemasi barang bawaanya, di ikuti mas Damar, mereka bergegas keluar dari rumah itu, namun, baru saja membuka pintu kamar, di depanya, si mbah berdiri, wajahnya menatap mas Damar dan mas Erik bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESO GONDO MAYIT
HorrorMalam ini, ijinkan gw memulai sebuah cerita, sebuah cerita yang penah di ceritain oleh seseorang, seseorang yang menurut gw spesial, karena gw udah kenal dia lama. lama sekali, meskipun gak pernah satu sekolah, satu kampus, satu pekerjaan, tapi gw u...