Tanpa memperdulikan apapun dan bagaimanapun, tiba-tiba mereka sudah sampai di tempat yang mereka cari selama ini.
Pos ke dua, disana mereka bisa melihat pagar besi, tempat dimana cagar satwa beroperasi, dengan keringat dingin
mereka mendekat, ada sumber cahaya di dalam, di gedorlah pintu dan keluar pemuda setengah baya, memandang mereka dengan tatapan curiga.
"Sampeyan-sampeyan yang ninggalin KTP di pos 1 yo" (kalian yang ninggalin KTP di pos 1)
mereka pun mengangguk.
saat itu juga, si petugas-
melapor.
tidak ada yang tau satupun dari mereka bila bukan karena si petugas yang mengatakan sudah 2 hari sejak pencarian mereka di mulai.
"Goblok. nek kate nggok P******** lapo lewat kene? lewat Moj****** lak isok seh" (Bodoh!! kalau mau naik ke P********* kenapa lewat sini)
(kan bisa lewat Moj******)
sudah 2 jam mereka di ceramahi oleh pemuda paruh baya itu, wajahnya tampak sangar seperti sudah lama menahan luapan amarah, mas Erik dan mas Damar hanya diam mengangguk. pasrah. bingung, tidak tau harus mengatakan apa.
setelah beberapa saat, barulah terdengar suara motor mendekat, dan yang masuk kemudian adalah seorang pria, yang mungkin 10 tahun lebih tua, ia hanya mengenakan kaos kutang dengan sarung di lilitkan di tubuhnya.
wajahnya tidak kalah sangar, ia menatap mas Erik dan mas Damar.
kalimat pertama yang ia ucapkan bukan luapan amarah seperti penjaga di pos 2, tapi hanya pertanyaan yang membuat mas Damar dan mas Erik diam lama.
"Isih urip to awak awak iki?" (masih hidup ya kalian-kalian ini)
ia meneguk kopi di meja, kemudian duduk bersila di depan mereka.
"wes ceritakno kabeh, nang ndi ae awak awak iki 2 dino iki?" (sudah ceritakan saja, kemana kalian selama 2 hari ini)
"Pak." kata mas Damar, "onok Deso yo pak nggok kene" (ada desa ya pak disini)
terlihat 2 penjaga itu saling melihat satu sama lain.
"Onok" kata si bapak. (ada)
si bapak terdiam lama, sementara penjaga yang lebih muda tampak bingung, sembari berbisik ia bertanya.
"nang ndi onok deso pak, nek Vila akeh nang kene?!" (dimana ada desa pak, kalau disini Vila banyak pak) kata si penjaga yang lebih muda.
sembari menghisap rokok, wajah si bapak tampak tegang. "opo bener, awak-awak mek wong loro sing munggah liwat kene?" (apa benar kalian cuma berdua saja waktu mendaki disini?)
mas Erik dan mas Damar mengangguk bersamaan.
"Syukur" kata si bapak. "alas Tr**** iki, pancen angker"
"biyen, wes terkenal akeh sing tau eroh bahwa nang alas iki, onok enggon sing di arani jeneng'e Petuk Sewu, wit sing keramat, sing kabare onok Deso nang jero'ne kunu, jenenge deso iku. Deso Gondo Mayit"
(dulu, sudah terkenal bahwa banyak yang pernah lihat kalau ada tempat yang-
namanya, Seribu Pintu, pohon keramat, yang kabarnya bila di lihat ada desa di dalamnya, desa ini namanya adalah desa Gondo Mayit)
hembusan asap rokoknya, membuat semua orang yang ada di ruangan terdiam mendengarkan, wajah mereka semua tegang.
"masalahe, ra onok sing eroh nang ndi wet iki" (masalahnya tidak ada yang tau dimana keberadaan pohon ini)
"untung'e awak-awak gak keblobok nang deso iki ambi nggowo awak ganjil, sampe iku kedaden, biasane, siji ra isok muleh" (untungnya, kalian tidak terjebak di desa ini,-
dengan membawa jumblah orang ganjil, kalau sampe itu terjadi, biasanya hanya satu yang tidak akan bisa pulang)
mas Erik dan mas Damar saling memandang satu sama lain.
"sak iki aku takon, opo sing mbok rasak'ne sak iki?" (sekarang aku tanya, apa yang kalian rasakan sekarang?)
disini mas Damar awalnya bingung, apakah ia harus bercerita soal kondisi tubuhnya, dan akhirnya dengan bantuan mas Erik, mas Damar menunjukkan area dimana ia mendapat musibah.
si bapak hanya diam, tampak tidak terkejut sama sekali, seperti pernah melihat ini sebelumnya.
si Bapak menginstruksikan agar mas Damar tidur terlentang, sementara jari-jari kakinya di tarik satu persatu, kurang lebih hampir setengah jam si bapak memijit kaki mas Damar, ajaibnya, T*st*snya yang membesar perlahan kembali normal.
"mene ojok nguyuh sembarangan nggih"
(besok-besok jangan kencing sembarangan lagi ya)
setelah percakapan itu, mas Damar dan mas Erik berpamitan pulang, saat fajar mulai menyingsing. mas Damar yang pertama pergi, ketika mas Erik akan beranjak, ia kembali menemui si bapak, bertanya dengan wajah penasaran.
"pak, kulo tandet, neng Deso niku, enten si mbah wadon, sing sempet ngejar kulo bade rencang kulo, niku sinten nggih" (pak saya mau tanya sekali lagi, ada wanita tua yang sempat mengejar saya dan teman saya, itu siapa ya)
wajah si bapak tampak berpikir, kmudian berucap. "Sartih"
"Sartih" kata mas Erik mengulangi.
"sampeyan tau, kalau pocong itu sebenarnya bisa di ikat sama ilmu hitam, nah Sartih itu hanya sebuah gelar, Pocong bisa di kirim untuk mencelakai siapapun, bisa di gunakan untuk menganggu bisnis orang, nah, Desa itu, di miliki oleh si mbah ini"
"si Mbah niki menungso toh pak?" (si mbah ini manusia dong pak)
si bapak hanya diam sembari menggeleng, ia tidak bisa melanjutkan ini lebih jauh. sekarang, dari informasi ini, mas Erik mengambil kesimpulan, cara mengikat pocong berarti dengan memegang tali pocongnya.
sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, berapa banyak pocong yang sudah di ikat, dan kenapa eksistensi Desa ini masih muncul.
sebenarnya, cerita tentang pesugihan pocong bukanlah hal yang baru, banyak cerita tentang pesugihan pocong, mulai dari sebagai pelaris makanan, hingga-
pembawa balak atau sial bagi keluarga yang tidak di suka, apapun itu, mungkin ujung dari cerita ini berhubungan satu sama lain dengan desa ini. yang menjadi poin penting disini adalah, jauh di luar akal sehat ini, memang hal-hal ghaib kerab kali menyembunyikan misterinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESO GONDO MAYIT
TerrorMalam ini, ijinkan gw memulai sebuah cerita, sebuah cerita yang penah di ceritain oleh seseorang, seseorang yang menurut gw spesial, karena gw udah kenal dia lama. lama sekali, meskipun gak pernah satu sekolah, satu kampus, satu pekerjaan, tapi gw u...