clip one

4.2K 323 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

//

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




//


Bagi Sarkara, pernikahan itu suci.


Dan saat yang paling ditunggu kedua mempelai adalah saat keduanya mengucap janji suci di hadapan keluarga dan kerabat terdekat. Kemudian, berlanjut dengan pesta sederhana di rumah salah satu mempelai untuk menikmati jamuan bersama dengan para tamu.


Setidaknya, itulah yang ia pahami dari kehidupan sederhana keluarganya.





Namun berbeda dengan si sulung Waradana.

Entah bagaimana konsep pernikahan yang ada di benak Hanan. Tapi dari sudut pandang Sarka, semua ini terlalu berlebihan. Ia jadi sangsi akan menikmati seluruh proses upacara pernikahan nanti.

Hanan melirik Sarka dari sudut mata. Paham betul dengan gelagat tidak nyaman yang terus ditunjukkan setelah ia memberikan daftar lokasi pernikahan yang Sarka yakini biayanya tidaklah murah.





"Maaf, tapi Waradana Corp merupakan perusahaan besar. Dan aku nggak bisa menjatuhkan martabat keluarga Waradana," Hanan menggenggam tangan Sarka. Mengelusnya lembut, berusaha memberi pengertian. "Kalau kita sampai salah pilih tempat, bisa-bisa pernikahan kita dicerca terus."


Sarka menatap Hanan dengan tatapan memelas. Ingin melempar sebuah pernyataan sebelum Hanan lebih dulu menyela, "Maaf ya, gara-gara aku, kita jadi nggak bisa berlaku sesuka kita." Hanan mengecup jemari kecil Sarka.


"Loh, kok jadi nyalahin diri sendiri?!" Sarka bersungut protes, "Aku tuh, cuman, apa ya? Ini terlalu boros. Maksud aku, daripada kita pakai buat sewa gedung kan lebih bagus uangnya kita sumbangin buat orang yang membutuhkan. Yakan?"





Hanan masih diam dibalik senyumnya. Ibu jarinya masih mengusap lembut jemari Sarka. Menunggu kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut si manis.





"Aku juga nggak enak. Aku dan keluargaku nggak banyak menyumbang buat pernikahan ini. Bisa dibilang aku cuman mampu biayain sepuluh persen dari biaya pernikahan. Hampir semuanya kamu yang nanggung."


Kali ini tangan berpindah menangkup pipi Sarka, "Hei, kan emang seharusnya aku yang keluar biaya pernikahan. Kamu cukup diam di dalam rumah menunggu hari pernikahan,"


"Jangan khawatir, ini cuman untuk semalam. Kalau kamu emang mau kasih sumbangan untuk orang nggak mampu, oke, kita lakuin nanti setelah pesta pernikahan. Gimana, deal?"


Ya, mau bagaimanapun, Sarka tidak bisa memikirkan dirinya sendiri. Disini ada martabat keluarga Wardana yang harus dijaga. Akan egois kalau Sarka tetap memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan apapun.


Sarka mengangguk dengan bibir mencebik. Hanan ini, dalam urusan membuang uang ahli sekali ya?





"Loh, masih cemberut?"





Sarka baru akan bersungut protes. Namun sayangnya, bibir Hanan sudah terlebih dahulu membungkam miliknya dengan satu ciuman lembut. Menenggelamkan seluruh racauan terhadap Hanan karena telah menciumnya tanpa izin.

Erangan lirih mulai lolos dari bibir tipis Sarka ketika Hanan menelusupkan lidahnya. Menginvasi seluruh rongganya, sebelum membelit lidahnya untuk bermain bersama.

Disela decakan lidah serta hembusan napas berat saling bertabrakan. Hanan merengkuh Sarka hingga yang lebih muda berakhir di pangkuannya. Memeluk erat pinggangnya. Dan dengan tangan yang gemetar, Sarka mengalungkan tangannya di tengkuk Hanan. Mengelus lembut tengkuknya sebagai tanda kalau Sarka menikmati dan nyaman dengan pangutan ini.

Hanan menghisap bibir bawah Sarka, secara lembut. Sebelum perlahan menjauhkan kepala dan mempertemukan kening mereka, "Aku mencintaimu," Bisiknya di depan bibir yang lebih muda.





"Apa-apaan barusan?!" Sarka berseru tidak terima.

Mendengar seruan Sarka, Hanan tergelak, "Cemberut lagi berarti minta dicium lagi."

Kali ini, satu bantal sofa sukses mendarat di punggung Hanan selaku tunangan tidak resminya.





[].

ROAD TO MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang