clip eight

1.2K 213 16
                                    

Seminggu sebelum acara pernikahan, kedua belah pihak keluarga sepakat untuk melarang anak-anak mereka saling bertemu atau istilahnya dipingit. Mereka hanya diperbolehkan untuk mengirim pesan dan menelfon. Video call pun dilarang.

Tau siapa yang paling menentang keputusan ini?

Siapa lagi kalau bukan Hanandi Fariz Waradana?





"Emangnya ini zaman papa sama mama? Nggak perlu lah pakai pingit-pingitan segala!" Sungut Hanan setelah diberitahu kalau ia tidak boleh bertemu dengan Sarka selama seminggu.

Sementara si mama hanya duduk santai lalu menutup majalah yang sedang ia baca. "Tujuan dari pingit ini kan supaya kamu jaga kebugaran terus dek Sarka menjaga aura kecantikannya. Biar besok tuh, pas akad, kalian kembali terpesona satu sama lain kayak waktu pertama kali jatuh cinta,"

"Tau kok Mama, kamu pasti kangen sama Sarka. Mama juga dulu gitu," Mama berdiri untuk berpindah duduk di sebelah putra sulungnya, mengelus surai putranya itu lembut, "Tapi ya, mas, obat kangen paling membahagiakan itu waktu kamu bertemu sama pasangan kamu di hari bahagia mu. Rasanya tuh, bahagia kamu berlipat ganda,"

"Jadi, sabar ya? Kangennya ditahan dulu."







Hanan mengganti posisi tidurnya. Sudah berkali-kali ia mencari posisi yang nyaman, namun tak kunjung ia temukan juga. Hanan melemparkan kesalahan pada rasa rindu yang membuncah. Karena rasa rindu lah yang membuat ia susah tidur seperti ini.

Hanan bilang, ia sama sekali belum berbicara dengan calonnya ini dari hari kemarin. Katanya, Sarka sedang disibukkan dengan kegiatan mempercantik diri sehingga tidak bisa menjawab telfon dari Hanan.

Padahal tinggal dua hari menuju pernikahan mereka dan Hanan sudah kepayahan menahan rasa kangennya.





DRRT





Dengan ogah-ogahan, Hanan mengambil ponsel di atas nakas sambil berdoa dalam hati kalau ia mendapat notifikasi dari Sarkara tersayangnya.



Sarkara : Mas, masih bangun?

Hanandi : DEK SARKAAAAA

Hanandi : MAS KANGENNN T-T

Sarkara : dih?

Sarkara : lebay

Sarkara : Mau telfon?





Belum sempat Hanan mengetikkan jawaban, layar ponselnya menggelap dan muncul tulisan Sarkara is calling...





"SAYANGNYA MASSSS!!!" Hanan berseru heboh sedetik setelah ia menggulirkan tombol hijau di layar.

Sarka di seberang sana tertawa pelan, 'Shush, nanti orang rumah pada kebangun gimana?'

"Biarin. Salah mereka segala pake acara pingitan." Protesnya, "Kamu apa kabar?"

'Baik. Mas baik juga kan?'

"Nggak. Mas kangen sama kamu."

Lagi, tawa merdu Sarka memenuhi rungunya, 'Dua hari lagi, setelah itu aku punya mas selamanya.'

"Dek, video call yuk?"

Sarka di seberang sana menggeleng, 'Nggak boleh. Riwayat telfon aku di cek sama Bunda tiap pagi soalnya.'

Hanan berdecak, "Di hapus aja nanti riwayatnya."

'Eh, nggak boleh bohongin orang tua, tau?'

"Tapi kangen, gimana dong?"

'Sabar.'

"Aduh, panas ini telinga dari kemarin disuruh sabar mulu."

'Mau ketemu aku nggak?'

"Ya mau lah, dek."

'Yaudah, sabar. Dua hari lagi.'



Hanan mendengus mendengar titah yang mulia Sarka.



'Udah ya, aku tutup. Ngantuk.'



Niatannya, Hanan mau melarang. Mau minta Sarka untuk menemaninya lebih lama lagi. Tapi begitu mendengar suara setengah mengantuknya Sarka, Hanan justu malah ingin yang lebih muda cepat tidur agar besok tidak kelelahan.



"Mas masih kangen, tapi mas maunya kamu istirahat," Hanan berucap, "Jangan mimpi ya, walaupun yang dimimpiin mas tetep jangan."

'Loh, kenapa emang?'

"Karena kalau kamu mimpi, berarti tidur kamu nggak berkualitas. Mas kan mau kamu dapet tidur yang berkualitas," Jelas Hanan, "Selamat tidur, sayang."

'Selamat tidur juga, mas.'





[].

ROAD TO MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang