PART.2

24 3 0
                                    

“EL... lho tenang dulu, gua gak mungkin bohongin lho, serbuk itu udah gua kemas rapi dalam bentuk permen, lho coba cari lagi karena gua yakin, barang itu gak mungkin ilang gitu aja” ujar Aray memberi penjelasan.

Jamalpun kembali memunguti isi koper yang telah ia lempar sadis bersama Erik, hingga iapun menemukan sebuah foto gadis yang terbingkai indah tergeletak di lantai bersama beberapa pakaian. Ia pungut foto itu dan dipandanginya lekat-lekat. Jamal terbelalak kaget saat mengingat sosok gadis di foto itu ternyata gadis yang sama dengan yang ditemuinya di sekitar bandara.

“Oow...sial! aku salah bawa koper”

“Apa? bagaimana bisa?” tanya Erik seraya terbelalak.

Tanpa menyahut pertanyaan Erik, Jamal bergegas beranjak menuju tempat semula ia mendapatkan koper itu. Sesampainya di sana, pandangannya mengedar ke seluruh arah mencari-cari sosok gadis yang diduga membawa koper miliknya.

Sementara di tempat lain, seraya menangis penuh kepanikan, Humaira sekuat tenaga berusaha menegarkan diri untuk menjawab setiap pertanyaan dari polisi yang tengah menginterogasinya.

“Demi Tuhan Pak, saya benar-benar tidak mengerti, kenapa isi koper saya bisa berubah”

“Semua orang yang tertangkap basah kedapatan membawa barang terlarang juga menjawab hal yang sama sepertimu nona” ujar sang polisi yang berhasil membuat Humaira frustasi setelah berkali-kali gagal meyakinkan polisi. Iapun akhirnya terisak tak dapat lagi membendung perasaannya saat kejujurannya tak dipercayai.

Kring...kring... ponsel Humaira berdering, segera ia angkat saat nama Abah tertera di layar.

“Assalamu’alaikum Humaira... kau sudah sampai mana nak?”

“Abah... aku di kantor polisi,”

“Apa? memangnya apa yang sedang kau lakukan di sana, Nak?”

“Polisi mendeteksi ada barang terlarang di koperku yang aku sendiri juga gak ngerti kenapa isi koperku bisa berubah,”

“Innalillahi.... ada apa ini? Kau jangan panik, Abah akan segera kesana, sebutkan saja alamatnya!”

Humaira pun menyebutkan alamat kantor polisi dimana ia berada, dan setelah melewati hampir dua jam dalam penantian, akhirnya abah pun datang. Ia lekas menghambur ke pelukan abah seraya terisak dan menjelaskan kronologis penangkapannya.

“Kamu yang tenang, Nak! Insya Allah semuanya akan terselesaikan dengan baik.” ujar abah seraya menyeka ai mata yang membanjiri wajah putri semata wayangnya. Iapun segera menghadap sang polisi dan memberikan keterangan-keterangannya berusaha meringankan dugaan-dugaan yang mengarah pada Humaira.

“Mohon maaf pak, kami tidak bisa melepas putri bapak sebelum ada bukti kuat yang menyatakannya putri bapak tidak bersalah, mulai malam ini terpaksa kami akan menahan putri bapak sampai ada jaminan yang bisa membebaskannya. Sekali lagi mohon maaf, kami harus melaksakanan prosedur,” jelas sang polisi yang kemudian segera menyuruh beberapa petugas untuk menyeret Humaira ke sel tahanan.

“Humaira... jangan menangis, Nak! abah janji, besok pagi om Fakhri akan datang untuk membebaskanmu. Kamu yang sabar, dan berdo’alah... karena Allah Maha melihat dan mengetahui apapun yang hambaNya kerjakan” ujar abah saat melihat putri kesayangannya menangis ketika harus mendekam di ruangan sempit nan gelap dan tak beralas.

Tak ada jawaban dari Humaira, ia hanya menganggukan kepala seraya menghentikan tangisnya sekuat tenaga untuk menengangkan hati abah.

Sementara di tempat lain, Jamal yang kini sudah kembali berada di rumah setelah sekian lama mencari-cari keberadaan kopernya, ia tampak meringkuk di atas tempat tidurnya dengan wajah pucat pasi dan tubuh menggigil hebat. Ia cengkram kuat-kuat tubuhnya menahan rasa sakit akibat sakau yang dideritanya.

MAHAR (Original Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang