Ting..., ting ..., ting...
Suara bel ujian menggema di dalam ruangan dengan cat dominan putih itu. Kami hanya diberikan waktu satu menit untuk menjawab soal preparat anatomi yang sudah disetting Mr. Paul sedemikian rupa hingga mataku terasa sakit membedakan yang mana tendon yang mana insersio atau yang mana arteri yang mana vena atau beberapa bundle otot yang posisinya sengaja dirancukan.
Kata Lucas, anatomi itu salah satu fokus ilmu yang paling kurang kerjaan yang setiap goresan, lubang kecil, atau bahkan alur tipis memiliki nama yang rumit. Hei, pikirannya saja yang sempit, bukankah semua struktur tersebut memiliki perannya masing-masing? Kalau tidak diberi nama bagaimana mengidentifikasinya? Ibarat dia sendiri tidak diberi nama, orang akan memanggilnya siapa? Laki-laki berkulit merah muda? Atau Laki-laki berkepala oval? Susah kan?Maha suci Allah yang menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Papa pernah bilang, belajar anatomi akan menambah ketaqwaan kita kepada Allah, mengagumi setiap detail ciptaanya dan semakin menyadari bahwa kita hanyalah makhluk yang lemah. Satu saja organ tubuh kita bermasalah, rasanya mengganggu seluruh regulasi kehidupan kita. Contohnya sakit gigi atau sakit kepala.
Ting... !
Setiap bel berdenting, kami akan rolling atau berpindah dari nomor soal kecil ke nomor soal yang lebih besar. Begitu seterusnya hingga nomor soal terakhir--25. Sebuah preparat otak potongan coronal berdiam manis di depanku. "Struktur yang ditunjuk jarum warna pink adalah?" Begitu bunyi soal yang menempel di atas meja. Aku tahu, itu adalah nucleus caudatus. Baru saja aku ingin menulis di atas tentamenku, tiba-tiba seseorang menarik pelan ujung hijabku.Sontak aku menengok dengan tatapan protes. "What's up?" Bisikku.
Matanya melirik ke nomor soal di depannya. "What is the answer?"
Sudah kuduga ini akan terjadi. Ya, Allah, kenapa nomor mahasiswanya harus berurutan di belakangku sih? Secara tidak langsung, dalam setiap pembagian kelompok kami akan bertemu. Dan itu membuatku sedikit kesulitan. Bukankah jadwal ujian sudah diberitahukan satu bulan sebelumnya, apakah dia tidak mempersiapkan diri sedikitpun? Ayolah, bukankah kita perlu mempersiapkan senjata sebelum turun ke medan perang?
Aku memberikan sepotong kertas. Dia sigap membuka gulungan kertas itu dengan gerak-gerik waspada.
Ting!
Kami pun rolling. Kulihat air wajahnya seketika berubah, membuatku tak dapat menahan senyum. Ekspresinya sangat menggelikan. Antara kasihan dan harus diberi pelajaran."Maaf, tapi Tuhanku Maha Melihat." Begitu yang kutulis di kertas itu.
***
Short part when i in clinical duties
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung Cinta di Langit Kapadokya
Duchowe1453, Konstantinopel ditaklukan oleh seorang Sultan Utsmaniyah bernama Muhammad Al-Fatih. 565 tahun berikutnya, aku ditaklukan oleh seorang gadis cengeng bernama Allevia Khanza Az-Zahra. -Arslan [Spiritual-Romance] Copyright © 2018 by Hana Humaira