Murderer of Rasionality

79 28 0
                                    

Lisa bangkit dari tempat tidur. Sebuah hal paling menyebalkan untuk dilakukan pada hari kosong tiada jadwal kuliah seperti ini. Lebih dari lima menit sebelumnya dihabiskan Lisa untuk guling-guling tidak jelas dari ujung ke ujung tempat tidur, seolah beralaskan api yang membuatnya tak menemukan juga posisi ternyaman.

Bergelung di atas kasur tidak akan membuat perasaannya jauh lebih baik. Lisa meraih kalender duduk di atas meja, memastikan suatu hal yang selalu ia risaukan seminggu ini.

Jum'at, 23 Agustus 2019. Tanggal bersejarah bagi Je dan Syaima, sekaligus hari penegasan bahwa Lisa harus benar-benar mundur kali ini. Hari terpautnya kedua hati yang melabuhkan bahtera di dermaga kehidupan cinta karena Allah, sekaligus hari terakhir Lisa dalam mempertahankan harapan tak semestinya yang masih saja tumbuh subur di antara kekeringan hati.

Ini adalah puncaknya. Hari yang harus dilalui Lisa untuk membuktikan bahwa hatinya punya sistem imun kekebalan yang kuat. Cukuplah hatinya retak sana-sini, tak perlu sampai tercerai-berai. Kalau tidak, ketika lelaki yang Allah gariskan sebagai pemimpin dunia akhiratnya sudah tiba, maka Lisa akan sangat sulit untuk menatanya kembali. Meskipun payahnya, Lisa tetap saja berharap kisah hidupnya bisa layaknya FTV yang kedua tokoh utamanya kembali bersatu padahal sudah mengikat janji dengan yang lain.

Mimpimu terlalu kejauhan, Sa. Buka mata dan lihat kenyataannya.

Adzan shubuh bergema, sahut-menyahut dari masjid satu dengan masjid yang lain. Bukannya segera bersiap dan membersihkan diri, Lisa justru kembali bermalas-malasan dengan membuka jendela lebar-lebar, menyapa dunia sambil merenungi langit yang masih gelap di atas sana. Sejuknya embun pagi membasuh wajah kebas Lisa. Semilir angin menyampaikan keresahannya.

Harus menggunakan apa Lisa menghadiri pernikahan mereka? Mengenakan outfit kesukaannya terkesan tidak sopan. Mengenakan pakaian syar'i juga Lisa belum siap. Hanya karena kedua mempelai sama-sama alim, bukan berarti dirinya harus membohongi diri sendiri, 'kan?

Sama-sama alim. Oh, Lisa merasa jadi orang tertolol di dunia ini. Seharusnya ia sadar sejak awal, yang sholih pasti bertemu sholihah, yang hafidz pasti ketemu hafidzah. Bukan cewek belangsakan macam dia.

Langkah kaki Lisa membawanya ke kamar mandi untuk berwudhu. Iqamah sudah disuarakan beberapa saat lalu, menyadarkan Lisa untuk segera kembali menghadap-Nya, menghadap Sang Maha Pembolak-balik Hati yang mudah saja untuk mematikan cinta lama dan menyalakan cahaya cinta baru di hati setiap hamba-Nya. Di penghujung sujudnya, Lisa meluapkan segala kehendak hatinya.

Lisa harus mundur saat ini juga.

Namun, tak munafik. Di antara untaian baris do'anya, Lisa masih saja menyelipkan nama itu. Menguatkan tekad, cukup detik ini saja ia menjatuhkan harapan padanya. Kalau tidak, bisa-bisa Lisa seperti air terjun di ujung tebing yang tak bisa dihentikan, jatuh berdebam hanya untuk kembali pada muara sungai yang sudah diblokir jalannya.

Getaran ponselnya membuat Lisa lekas melipat alat sholat setelah mengusap wajah. Tiga pesan WhatsApp yang masuk dalam rentang waktu relatif sama.

Ama Lope Lope♡
Bisa dateng, 'kan? Kutunggu kehadiran kamu di acara nanti, yaaaa:)

Alis Lisa serta-merta mengerut keheranan. Padahal sekitar dua minggu lalu, Lisa sudah memblok kontak itu. Pasti ada yang diam-diam membuka bloknya. Ini ... tidak ada hubungannya dengan nomor misterius itu, 'kan?

Arkan
Let's having fun today, Babe! Nanti kita minta izin ke dua penganten baru buat minjem pelaminannya bentar, biar kita difoto berdua terus diposting pake caption, "Otewe nyusul". Miss u so much, Girl. Masuk ponpesnya bareng-bareng, ya. Chat aja kalo udah nyampe.

Majelis in Love✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang