Bab 11 - tak bersekat

1.4K 85 0
                                    

Aku bangun dari tidurku setelah semalam memastikan kak Ara baik-baik saja dan dijaga oleh kak Abil. Badanku terasa sangat lelah karena aku harus meng-handle kerajaan sementara dan juga memastikan bahwa para prajurit menemani kak Arnou dalam perjalanan menuju kerajaan milik Lea.

Aku duduk di tepi tempat tidur untuk menguncir rambutku. Kepalaku tertoleh ke arah pintu kamar mandi yang terbuka dan menampilkan sosok Lion yang bertelanjang dada dengan handuk yang terselampir di pundak.

Pipiku memerah, mengingat kejadian semalam.

Saat aku kembali ke kerajaan,  Lion tengah duduk di taman mansion ini. Sendirian. Aku menghampirinya, dia tak nampak terkejut akan kehadiranku dan menyuruhku untuk duduk disampingnya.

"Kau pasti lelah." Ungkapnya.

"Begitulah" aku mendongak, menatap rembulan bersamanya.
Apa kau pernah merasa bahwa kau sangat lelah tapi saat kau melihat orang yang kau sayangi, seketika rasa lelah itu luruh. Itu yang aku rasakan.

Lion memegang pipiku, dia masih dalam posisi yang sama. Kusandarkan kepalaku di pundaknya. Oh, betapa aku merindukan dia.

Dia mengusap-usap rambutku lembut. Tak ada kata. Tak ada suara. Hanya dua jiwa yang saling mencari arti dari apa yang mereka lalui selama ini.

"Lion." Aku bersuara.

Lion hanya menoleh, menatap lurus ke arahku. Mata yang tajam sekaligus teduh disaat yang bersamaan seperti menghipnotis.

"Apa kau masih tetap mencintaiku seperti pertama dulu?" Aku bertanya, karena sesungguhnya dalam dada ada ketakutan jika ia tak lagi mencintaiku dan setelahnya pergi menginggalkanku.

"Kau bicara apa, Arrine? Tentu aku mencintaimu. Selalu, tak akan pernah berakhir." Ucapnya, serasa merengkuhku dalam peluknya. Hangat dan tenang bisa kurasakan disana.

Harusnya aku tau, tak perlu bertanya, tak perlu ragu. Kalau-kalau dia akan pergi.

Lion memegang daguku, mengangkatnya. Menatapnya sedekat ini masihlah sama, selalu membuatku kikuk.

Lion yang biasa memegang pedang dan senjata, yang disegani banyak orang bisa sebegini lembutnya ketika bersamaku.

"Jangan pernah ragu. Aku akan terus bersamamu." Ucap lion yang diakhiri dengan kecupan singkat di dahiku.

Aku memejamkan mata, menikmati detik demi detik yang berlalu. Aku tak pernah merasa setakut ini untuk kehilangan dia, tapi malam ini. Ada ketakutan luar biasa. Seperti firasat kalau dia akan pergi jauh.

"Tengah malam, ayo masuk."

Aku mengangguk, menuruti, sesampainya di depan kamarku, genggaman tangan Lion tak kunjung ia lepas. Alisku terangkat menyuarakan bahwa aku bertanya.

Lion tak bicara, hanya tersenyum dan sepersekian detik kemudian tubuhku terangkat ke udara. Lion menggendongku ala bridal style.

"Lion! Turunin aku. Kalau ada yang lihat gimana!?" aku memberontak meminta untuk turun.

Lion malah tertawa melihat wajah panik milikku.

"Nggak akan ada yang lihat." Lion lalu membuka pintu kamarku dan meletakkan aku di tempat tidur.

"Udah, jangan bawel, sekarang kamu tidur ya?" Ucap Lion lalu mengecup puncak kepalaku.

Lion mengunci pintu.

"Loh kok dikunci? Kamu tidur dimana?" Aku bertanya keheranan.

"Aku sedang ingin tidur bersamamu. Berapa hari kau menghilang dari mansion ini?"

LunarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang