Hari-hari yang sedih adalah hari-hari di mana ayah harus pergi ; sendiri. Menamatkan buku hidupnya yang telah usai dibaca waktu.
Kedua lengannya akan dituliskan atas hidup yang pernah ia berikan. Pun demikian namanya. Digaris bawahi oleh zaman.
Dia yang bertarung dengan waktu. Hingga lelahnya berbuah aku. Aku yang masih ada. Di hari ini, di rangkaian hari yang penuh lara.
Jejakmu itu tak bisa diringkas, sebab pada darahku seluruh bagian hidupmu meninggalkan bekas. Tak mampu kukalahkan penyesalan. Tak bisa kutaklukan semua harapan yang lama engkau sandarkan.
Pundakku tak sekuat punyamu. Air mataku tak setegar milikmu. Izinkan hari ini aku kembali menangis atas usiamu yang telah habis.
Aku tak pernah sesedih ini. Dalamnya tak sebanding dengan kekasih yang pergi. Selama ini aku merasa hebat Kerap mengajakmu berdebat. Tapi hingga hari ini, tak satupun kata yang cukup dijadikan alasan yang kuat bagiku,
Untuk memaklumi kepergianmu.Ayah. Malam ini kukirimkan satu doa dengan hatiku sebagai bungkusnya. Semoga Tuhan mendekapmu dalam kemaha-muliaannya. Hingga suatu saat nanti, hidup ini berhenti. Kuharap engkau masih punya pelukan yang sama, seperti pertamakali engkau mengenalkanku pada dunia, di awal semula.