Starbucks & Cupcakes

162 6 0
                                    

Key
'KRING!'
Bunyi alarm yang sangat kencang menyeruak di telingaku sehingga aku terbangun dari tidurku.
Aku melirik jam wekerku yang berada di nakas, jam 6 pagi. Shit, aku lupa mematikan jam wekerku. Padahal, hari ini hari Sabtu dan seharusnya aku sedang tertidur pulas dan masih berada di alam mimpi.
Aku mengusap-ngusap wajahku lalu beranjak dari ranjangku menuju kamar mandi. Aku membasuh wajahku lalu membasuh tubuhku dengan sabun beraroma cotton candy. Kesukaanku.
Selesai mandi, aku mengambil t-shirt abu-abuku dan jeans hitam lalu mengikat rambutku ponytail.
Seperti biasa, aku turun, menyiapkan makanan sendiri karena Niall belum bangun lalu memakannya sendiri.
"Kau membangunkanku, bodoh." ucap Niall dengan suara khas baru bangun tidurnya.
"Kau mau?" aku menyodorkan sepiring omelette kepadanya.
Dia mengangguk dan hendak mengambil sepiring omelette itu lalu aku memukul tangannya. "Aku tahu kau belum sikat gigi, cepat sikat gigi!"
Niall terkekeh lalu berlari kecil ke arah kamar mandi. Aku beranjak dari tempat dudukku lalu menuju kulkas dan mengambil sekotak susu cokelat.
"Key!" panggil Niall sembari ia duduk di meja makan.
"Hmm?" jawabku lalu duduk disebelahnya.
"Aku ada urusan sebentar. Mau main futsal di rumah Liam. Bye!" kata Niall lalu mengecup keningku dan berlari keluar.
Aku terkekeh. Sendiri lagi. Keluargaku memang sibuk, orang tuaku saja sekarang sedang di Milan karena butiknya baru saja launching disana.
Aku mengambil mantel hijau tuaku yang digantung dibelakang pintu ruman dan meraih converse putihku.
Lebih baik, berjalan mengelilingi London bukan ide yang buruk kan?
Mungkin berjalan ke Starbucks. Aku belum meminum Starbucks bulan ini.
Entah mungkin karena aku sibuk sekali bulan ini.
Aku melihat sekelilingku. Belum banyak aktivitas pagi ini karena masih jam setengah tujuh.
Starbucks tidak terlalu jauh dari rumahku. Hanya berjarak dua blok.
"Morning." suara serak laki-laki itu membuatku refleks menoleh ke sumber suara itu. Oh shit. Laki-laki penggoda lagi.
Aku memutar bola mata kesal. "Apa?"
"Hey, jangan ketus gitu. Aku hanya ingin menyapa mu, memangnya tidak boleh?" tanya Harry.
"Boleh. Tapi hanya sekedar menyapa." balasku dingin.
"Kau mau kemana? Aku mau ke Starbucks." katanya.
"Starbucks. Oh ya, aku tidak menanyakan kemana kau akan pergi." jawabku malas.
"Well, bagaimana kalau jalan bersama?" usul Harry sambil tersenyum manis. Aku benci senyuman itu.
Aku berpikir sejenak. Mungkin Harry dapat menghilangkan kesepianku. "Yasudah."
Aku mendengar Harry tertawa puas. "Akhirnya."
"Jadi tidak?" omelku kencang.
"Iya, iya." balas Harry.
Tidak terasa, kami berdua sudah sampai di Starbucks.
"Satu cotton candy frappucino, dan satu cappucino." pesan Harry.
Aku kira, dia akan memesan cotton candy juga. Eh? Kok dia bisa tau kalau aku suka cotton candy?
"Aku tau karena waktu itu, aku melihat Niall membawakan cotton candy frapp saat kau pingsan, dia bilang bahwa ini minuman favorite mu. Akhirnya, kau belum bangun, jadinya Niall meminumnya." kata Harry lalu memberikan cotton candy frapp.
Aku meraih cotton candy frapp. "Dasar perut karet. Seharusnya aku sudah sadar lalu menampar Niall."
Harry tertawa. "Betul. Aku sudah bilang bahwa Key akan memakan Niall hidup-hidup, tapi dia mengabaikannya."
"Mengapa kau tidak menggantikan menamparnya?" tanyaku sebal.
"Bagaimana aku bisa menampar kakak iparku?" jawab Harry lalu terkekeh pelan.
Aku memukul lengannya pelan. "Kau ini."
Ternyata, Harry tidak seburuk yang aku pikirkan.
"Key, temani aku beli cupcakes yuk!" Harry beranjak dari kursinya.
Aku mengulas senyum. "Yuk."
Kami berjalan menuju London Park karena toko cupcakes langganan Harry berada disana.
Di perjalanan, kami mengobrol sesekali bercanda. Harry benar-benar mengembalikan moodku yang buruk menjadi baik.
"Terimakasih." gumanku pelan.
"Untuk apa?" tanya Harry.
"Lupakan saja." balasku.
Harry menatapku sebentar lalu kembali memilih cupcakes yang akan dia beli.
"Kau mau ke London Eye?" tanyaku.
Harry mengulas senyum manisnya. "Tentu. Jika itu bersamamu, aku akan selalu mau."
"Jangan banyak bercanda, Har. Ayo." aku berjalan mendahului Harry menuju London Eye.
"Key, maaf." guman Harry.
Eh? Apa dia bilang? Maaf? Memangnya dia salah apa? Lebih baik aku diam daripada menanyakan hal yang menurutku tidak penting.
Aku memesan dua tiket menaiki London Eye.
"Nih." aku memberikan satu tiket kepada Harry.
"Thankyou." balas Harry, dia menarik tanganku masuk kedalam kapsul London Eye.
"Tidak usah menarikku." ucapku ketus lalu melepaskan tangan Harry yang menggenggam tanganku.
"Sorry." lirih Harry.
Aku tersenyum simpul.

Cotton Candy ✾ h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang