Miss you

872 79 7
                                    

Iman selalu merasa kesal beberapa hari ini, tapi dia juga tidak pernah tahu penyebabnya. Dia merasakan ada sesuatu yang lain setiap kali dia teringat gadis berwajah oriental itu. Hatinya menghadirkan desiran yang membuatnya sulit mengontrol detak jantungnya.

" Allahu Akbar." Pujinya tiap kali jantungnya berdebar tak beraturan.

Pria itu meringis, tangannya mengusap dadanya yang terasa nyeri.

" Hai, disini rupanya. Lihat, aku dapat kabar dari Singapura."

Syaiful masuk ke ruangan Iman tanpa salam ataupun mengetuk pintu. Pria itu terkesiap karena ulah sahabatnya itu. Dia menatap Syaiful yang mengangsurkan ponsel istrinya ke hadapannya..

" Ini, lihatlah. Afifah tidak bohong soal Shanum." Ucap Syaiful sambil memperlihatkan gambar di ponselnya.

Dengan sedikit malas Iman mengambil ponsel itu lalu menatap gambar disana, di bagian bawah gambar itu ada tulisan yang menjelaskan gambar tersebut. Matanya membulat. Senyum samar terlihat mengukir bibirnya.

" Ga usah gitu, Man. Kalau mau senyum, senyum aja. Malu malu gitu."

Celetukan Syaiful membuat wajah Iman memerah.

" Ya Allah...blushing gitu..."

Ucapan Syaiful membuat Iman mendengus kesal. Syaiful tergelak sambil membawa langkahnya keluar ruangan. Iman menatap sahabatnya itu dengan senyum kecut.

Sepeninggal Syaiful, Iman termenung. Dia tanpa malu dan ragu menghadirkan bayangan sosok mungil berparas oriental itu. Mata sipitnya yang bening. Tawa lepasnya yang ceria. Suaranya yang merdu dan senyumnya yang terlihat ramah.

" Ya Allah, dosakah aku jika terus membayangkannya?, bahkan aku menginginkan bertemu dengannya." Lirih Iman bertanya.

Dia menyungging senyum kemudian bangkit dari duduknya. Lalu dia membawa langkahnya menuju ke ruangan di mana Syaiful berada. Dia akan menanyakan kapan gadis itu pulang. Dia ingin bertemu dengan gadis itu. Walaupun hatinya belum merasa yakin benar tapi dia memastikan bahwa dia harus bertemu gadis itu.

Dan sore ini, seperti keluar dari kesadarannya. Iman duduk diantara orang orang yang menunggu kedatangan penumpang dari Singapura. Dia juga bingung. Apa yang nanti akan dikatakannya jika bertemu dengan gadis itu. Dia hanya mengikuti saja apa yang dikatakan suami istri yang terkadang jadi orang yang teramat membuatnya kesal.

" Kau jemput saja nanti sore. Sebenarnya dia memintaku yang menjemput, tapi aku nanti sore akan ke dokter kandungan."

Alasan itu yang tadi siang diucapkan Afifah. Entah benar atau tidak, yang pasti dengan merasa begitu bodoh sekarang ini Iman duduk dengan gelisah menanti gadis itu muncul. Tapi Iman tidak mau memungkirinya, dia merindukan gadis itu.

" Hei, Assalamualaikum. Maaf lama menunggu."

Sebuah suara dengan sosok yang dari tadi dibayangkannya muncul di hadapannya. Wajahnya terlihat lelah. Mata sipitnya tampak sedikit sembab. Imam menatap wajah itu tanpa kedip. Lalu seolah tersadar begitu seseorang menyenggol gadis itu yang membuat tubuh mungil itu menubruknya.

" Eh, iya. Tidak apa apa. Kamu.." Iman tergagap, tangannya memegangi kedua sisi lengan gadis itu.

" Eh, maaf..maaf.." Ucapnya dengan cepat melepas pegangannya. Gadis itu tersenyum.

" Terima kasih." Lirih gadis itu. Iman hanya mengangguk.

Iman mengambil alih koper yang di bawa oleh gadis itu yang menyambut dengan senyum perlakuan pria itu.

" Kenapa kau duduk di belakang, aku bukan sopir." Ketus Iman, begitu melihat gadis itu membuka pintu bagian belakang.

" Maaf, aku takut ada yang marah." Ucapnya pelan.

" Tolong pasang sabuk pengamannya." Pinta Iman ketika dia hendak menjalankan kendaraannya. Gadis itu menurut.

" Tolong tunjukan arah jalannya." Ucapnya lagi. Gadis itu kembali mengangguk.

Sepanjang perjalanan gadis itu terus menekuri ponselnya. Iman jadi sedikit kesal. Dia serasa jadi sopir online, kalau gini ceritanya. Dia menatap gadis di sebelahnya yang kini terkulai. Dia tertidur. Ponselnya hampir terjatuh dan dengan segera Iman mengambilnya. Dia lalu menepikan kendaraannya.

Sedikit terpana Iman menatap ponsel yang dipegangnya. Dia merasa berdosa sekali tadi telah merutuki gadis ini. Di layar tampak baris baris ayat surah Al Kahfi terpampang.

" Jadi, gadis ini sedari tadi membaca surah ini." Bisiknya. Iman menyungging senyum.

Dia menatap gadis itu sekali lagi lalu mendial satu nama di ponselnya.

" Assalamualaikum, dimana rumah Shanum. Aku tidak bisa menanyainya, dia tertidur."

Jawaban orang yang dihubunginya membuatnya sedikit meringis. Iman menatap lagi wajah yang tertidur begitu damai itu. Lalu dia menjalankan mobilnya perlahan. Ada rasa haru yang terasa membalut hatinya kini.

COMPLICATED LOVE ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang