Catch you

803 75 3
                                    

Iman sampai di tempat tujuannya selepas magrib, bahkan hampir memasuki Isya. Iman tadi shalat magrib di mesjid yang bejarak kira kira dua kilo meter dari tempat tujuan tapi tidak sempat makan. Perutnya terasa perih saat ini, maklum tadi siang pun Iman hanya makan sedikit roti. Beberapa hari ini perasaannya tidak menentu sehingga dia tidak napsu makan.

Iman memasuki halaman luas dengan rumah besar di dalamnya. Seorang pemuda dengan perawakan kurus menghampirinya. Dia tersenyum ramah.

" Assalamualaikum. Betul ini rumah Bu yatni?" Tanya Iman ramah. Pemuda itu menggangguk dengan senyum terulas. Lalu mengulurkan tangannya, Iman menyambutnya. Mereka berjabat tangan.

" Waalaikumsalam, kang. Iya, ada perlu apa ya?"

Pemuda itu menatap Iman seolah meneliti. Iman mengulas senyum.

" Boleh saya bertemu dengan Bu Yatni?"

Iman tidak menjawab pertanyaan pemuda itu, malah balik bertanya. Pemuda itu menatap Iman yang tersenyum menatapnya. Kemudian pemuda itu mengangguk, setelah terdiam beberapa detik.

" Silahkan duduk dulu, kang. Saya akan panggilkan Ibu."

Pemuda itu berlalu ke dalam, sementara Iman duduk di kursi yang ada di sana. Dia sedikit meringis sambil memegangi perutnya.

Tidak sampai lima menit, seorang ibu menghamipiri Iman dengan tersenyum ramah. Iman berdiri dari duduknya lalu mengangguk sopan.

" Mohon maaf mengganggu Ibu. Saya Iman. Saya datang ke sini hendak menanyakan keberadaan Hanifa."

Ucapan Iman begitu santun dan sangat hati hati. Ibu itu tersenyum, dia menatap Iman.

" Duduklah, nak." Ucap Ibu itu lembut. Iman pun menurutinya.

" Ibu sudah mendengar namamu dari Shanum, dia bercerita banyak tentang  kamu. Dia juga bercerita bahwa kau ingin menikahinya tapi kemudian dia memutuskan untuk meninggalkan dirimu. Dia merasa tidak pantas dan terlalu berat nantinya jika menjadi istrimu."

Ucapan Ibu itu membuat Iman tercenung. Kepalanya terasa pusing dan perutnya terasa bertambah perih. Iman meringis menahan rasa sakitnya. Keringat dingin sudah mulai membasahi tubuhnya.

" Bu, saya mohon. Saya ingin bicara dengan Hanifa. Saya ingin tahu apa yang menyebabkan dia meninggalkan saya." Ucap Iman parau.

Rasa pusing di kepalanya kian menjadi. Kini Pandangannya terasa mengabur. Dia berusaha untuk tetap menahan rasa sakitnya.

" Nak, Ibu tidak bisa memaksa Shanum. Ketika tiba di sini lalu bercerita, dia meminta Ibu untuk mengatakan. Tidak akan pernah mau bertemu dengan Nak Iman, jika Nak Iman datang."

Iman tersenyum miris. Wajahnya meringis menahan sakit yang kian tidak dapat ditahannya. Lalu dia menyandarkan tubuhnya ke kursi dan memejamkan matanya.

" Nak, ada apa. Kenapa Nak?" Suara Ibu itu terdengar cemas. Iman menggoyang goyangkan tangannya.

" Saya sebentar istirahat ya, Bu." Ucap Iman lirih.

Lalu matanya memejam begitu rapat. Tubuhnya terlihat lelah dengan butiran keringat menghiasi kening dan wajahnya.

" Ya Allah, kamu sakit ya nak." Ucap Ibu Yatni penuh rasa khawatir. 

" Fandi..Fandi..tolong kamu ke sini. Sama Idrus juga dan Alisa, tolong panggil Kak Shanum. Bilang di minta ibu keluar gitu."

Teriakan Ibu yang cemas membuat penghuni rumah itu keluar menuju beranda. Begitu juga Shanum. Dia memandangi Ibu dan lelaki yang terduduk lemas dengan mata tertutup  dihadapannya.

" Bu, dia kenapa Bu?" Tanya Shanum dengan nada takut. Wajahnya terlihat sangat cemas. Ibu menggeleng.

" Aldi, kamu panggil suster Asih ya, bilang ada yang sakit di rumah Ibu." Ucap Ibu sambil menatap seorang anak tanggung. Anak itu dengan segera menggangguk lalu bergegas berlari.

" Bu, kenapa Bang Iman, Bu?"  Tanya Shanum lagi. Ibu tidak menjawab.

" Bang, bangun bang. Maafkan aku bikin Abang jadi seperti ini. Tolong bangun Bang. Hanifa takut."

Gadis itu menatap cemas pria itu sambil menggoyangkan lengannya perlahan. Air mata sudah menetes membasahi pipinya.

" Ya Allah...Bang, tolong bangun. Hanifa mohon Bang. Hanifa mau menikah dengan Abang, asalkan Abang bangun. Hanifa takut."

Ucapan Shanum yang bercampur isakan membuat Iman membuka matanya dengan perlahan, walaupun terasa berat. Suara lirihnya terdengar sebelum dia kembali memejamkan matanya.

" Hanifa.. Hanifa. Kau kah itu. Jangan pergi lagi. Aku..aku ternyata tidak sanggup tanpa dirimu. Hanifa..."

COMPLICATED LOVE ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang