Sorry for typo! Happy reading...
Aku menatap botol air mineral didepanku, mengonsumsi segelas kopi membuat asam lambungku meronta. Ternyata aku lupa bahwa sama sekali belum ada makanan berat yang mesuk ketenggorokanku seharian yang begitu penat ini.
Aku sudah duduk selama dua puluh menit di kursi cafe ini, sang penyanyi didepanku pun sudah lima kali mengganti lagunya. Sama sepertiku, kuyakin dia juga telah bosan melihat aku yang seperti orang kehilangan arah duduk didepanya.
Aku lelah, belum sempat beristirahat dan seseorang yang sangat ngotot membuat janji denganku sekarang membuatku menunggu selama lebih dari setengah jam di kursi yang sudah membuat bokongku panas.
"Hai Ica... Sorry ya gue telat"
Helda, sahabat tersayangku akhirnya datang juga dengan wajah polos tanpa dosanya.
Kesal? Jelas aku kesal, apalagi saat ibu satu anak itu memanggilku dengan panggilan Ica.
"Udah gue bilang stop panggil gue dengan sebutan Ica, Ica udah ga ada Helda. Yang ada itu Kai. Akaisha"
Aku menggerutu, menekankan kata kataku.kulihat Helda hanya menyengir melihatku.
"Ya ngak apa-apa sih Ca. Biar bagaimanapun, lo tetep Icanya gue. Ica sahabat gue yang gembul, sahabat gue yang polos, yang luar biasa pinternya ngelukis"
Aku berdecak, memutar bola mataku malas. Selalu saja Helda berkata seperti itu. Percuma juga melarangnya. Seorang helda akan tetap punya pembelaan.
"Jadi? Kenapa ngebet buat janji ama gue?"
"Gue duduk dulu kali Ca. Baru juga nyampe"
Helda menarik kursi yang berada di depanku. Aku hanya berdecak kesal melihatnya. Percuma aku selalu mengingatkannya untuk memanggilku dengan nama Kai, nyatanya memang hanya Helda yang paling batu dan selalu menyebutku dengan nama Ica sialan itu.
"Mbak.. Sini mbak"
Wanita beranak satu itu memanggil pelayan. Dan seorang pelayan segera datang ke meja kami.
"Mbak saya pesen avocado juice sama chiken steak satu ya mbak. Oh ini juga mbak, saya mau ini"
Helda mulai menunjuk-nunjuk buku menunya. Membuatku hanya menggelengkan kepala melihatnya. Hidup macam apa yang kujalani hingga betah dengan orang seperti dia?
Pelayan itu berpamitan setelah mereka berdiskusi banyak tentang makanan dan berakhir dengan dua menu tambahan. Aku meraih minumanku dan menyeruputnya kembali. Entahla, melihat Helda dan semua kelakuan ajaibnya membuat tenggorokanku kering.
"Oh iya. Beberapa hari yang lalu gue dapat Pelanggang yang mau nyewa Wo gue buat nikahannya" ujar Helda dan membuatku memperhatikannya. Kufikir dia sudah masuk ke inti perbincangan kami malam ini.
"Dia berani bayar mahal dengan syarat gue harus bisa ajak A style buat jadi MUA di weddingnya" lanjutnya dengan wajah yang berganti menjadi super serius. Keningku mengerut, aku tau kemana arah pembicaraannya.
"Emang Acaranya kapan?"
"Kurang lebih satu bulan lagi" balas Helda.
"Ya sudah terima!"
Ucapku sekenanya. Memang apa yang di pusingkan? Lagi pula acaranya masih lama, tinggal sebutkan tanggalnya dan aku akan mengosongkan jadwalku untuk membantu Helda hari itu.
It's so Simple. Right?
Tetapi respon lain ditunjukan oleh wajah Helda. Dia memucat, seolah tidak percaya apa yang aku ucapkan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pernikahan Impian
RomanceBagi seorang Akaisha Aiyana atau Kai, menikah dengan seorang Lingga Abyan Trisuseno adalah mala petaka. Hidup indahnya yang ia bangun dengan susah payah terpaksa harus mengerikan kembali. Sedangkan bagi Seorang Lingga abyan Trisuseno atau Abi, menik...