01

25 4 0
                                    


***

Hembusan kasar berkali-kali keluar dari mulut seorang gadis yang baru saja menyelesaikan lipatan terakhir piyama nya. Senyuman mengembang kala sang mama keluar dari dapur sambil menenteng tas belanjaan.

"Udah kelar nyonya, boleh saya tidur sekarang?" ucap bora sambil tersenyum semanis mungkin.

"Kerjaan molar-molor terus, gak pernah ada kegiatan. Itu baju kamu dicuci, pusing mama punya anak gadis pemalas kaya kamu." Oke yang dari tadi beres-beres rumah itu arwahnya bora. Bora ikhlas.

Mata kecoklatan itu menatap segala arah, saat hana mamanya mulai menasihati nya dari kalimat yang sengaja diperhalus hingga yang pedas. Bora paham jika sudah begini ia hanya perlu mengangguk paham tanpa membantah guna mencegah terjadinya perang dunia bertema keluarga ke-9. Alhamdulillah, ketukan pintu rumah menyelamatkan bora dari segala kebosanan yang melanda. Kakek herman datang, Bora berjanji akan segera memeluknya nanti sebagai rasa syukurnya.

"Itu di depan ada dua anak bujang nyariin kamu, diusir aja. Muka-muka berandalan." ucap kakeknya santai sambil duduk di sofa.

"Ma, kakek mulai halu bikinin kopi" teriak bora karena seingatnya tidak ada siapapun sejak tadi.

"Bora itu beneran ada tamu didepan sayang, tanyain ada perlu apa gih yang ramah tapi." rasa mual bora langsung mencuat saat ini. Setelah mengomel berjam-jam kini mamanya sedang dalam mode manis di depan mertua nya. Dasar artis kesasar pikirnya.

Krek

"Cari si--" Hening. Lidah Bora kelu saat menyadari kehadiran dua orang di hadapannya. Bukan, lebih tepatnya pada seorang bermata hitam legam itu.

"Gimana? Udah puas? Sekarang gue pengen balik." ucap dena pada tero yang dibalas anggukan.

Matanya melotot, apa-apaan ini. Bora seolah tidak dihargai sepeserpun oleh mereka. Walaupun tidak dijual tetapi egonya merasa tersentil.
"Sadena Anhar sialan, masih aja sombong dan pelit. Pelit ngomong!" teriak bora jengkel.

Dena menoleh sebentar lalu tersenyum miring, "Gitulah si bora, berisik anaknya. Nggak yakin lo bisa betah sekelas sama dia."

Perlahan tapi pasti bora membuka sedikit horden ruang tamunya. Kedua laki-laki itu langsung masuk ke mobil sport yang luar biasa keren itu. Ia juga tidak tahu entah milik siapa karena ia juga baru pertama kali melihatnya.

"Oo udah pergi , padahal gua pengen ngobrol bentar sama dia." batinnya .

Sadena, seseorang yang dari sd sampai smp selalu sekelas dengannya. Cinta pertama nya, mungkin. Karena bora belum menyatakan perasaan nya pada dena dan dena pun belum ada tanda-tanda ingin melakukan pdkt dengannya. Haha bora mulai berhayal, boro-boro pdkt bahkan kadang dena seolah tidak mengenal dirinya padahal mereka selalu di kelas yang sama sejak dulu.

"Dasar bodoh," tunjuk bora pada kepalanya.

"Ma, mama" hana yang sedang memperhatikan tingkah aneh bora semakin bingung dengannya yang berlari memeluknya setelah nggak tau ngapain mojok di jendela.

"Ini gara-gara mama si kalo ngasih masako apa royko suka kebanyakan, kan enak bikin jadi nambah terus makan nya. Liat nih sekarang jadi jundel kan otak bora sekarang."

"Lah yang suka minta makanan dikasi micin kan kamu, malah sok-sokan. Lagian yang penting itu beauty sayang mama. Pinter mah masalah gampang, bisa diatur. Papa kamu udah pinter dan kaya" ucap mamanya santai

"Kok mama malah ngomongin papa sih. Liat bora nih ma, jundel. Gak bisa masuk kelas Ipa, kelasnya dena." isakan bora semakin kencang membuat mamanya pusing.

Lagi, hana tahu anaknya sangat menyukai dena. Bahkan ia sangat penasaran dengan rupa bocah yang menurutnya sok kegantengan itu karena bora sering menyalahkan royko dan masakonya. Anaknya sangat cantik, baik, ramah, bahkan banyak teman seperti dirinya dulu mengapa si dena dena itu tidak mau melirik barang sedikitpun. Tapi kalau menyangkut otak, hana mulai geli sendiri.

"Emang apa yang salah sama ips si sayang? Nanti kamu jadi pinter mengelola uang tau" bora langsung berhenti menangis.

"Iya juga ya ma, nanti bora jadi istri soleha yang bisa mengelola uang keluarga dengan baik kan?"

Hana menahan untuk tidak ngakak, dulu saat seusianya ia memang sedikit bodoh. Tapi tidak sebodoh anak nya, ini mah ketulungan kalau kata kakeknya bora.

"Nah sekarang kamu mandi, terus ajakin kakek maen ps biar makin pinter. Oke sayang?"

"Siaap mamaku sayang, cinta, lopyu." semangat bora langsung membara kala itu. Mood nya sudah kembali, ia sudah memutuskan untuk tidak menyalahkan diri lagi ia berjanji. Btw bora tidak jadi memeluk kakeknya dikarenakan ia kelupaan. Janji bora sepertinya meragukan.

**
Gimana gimana??
Ini cerita pertama aku gaes maaf kalo aneh🌛

Destiny, MaybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang