Sudah jam 4.
Biasanya Jeno sedang duduk-duduk sambil merokok di warung kopi dekat sekolah. Biasanya Jeno akan pulang begitu Ibuk menelepon atau sekedar mengirim pesan WA. Biasanya Jeno pulang naik motor Kawasaki bekas almarhum Bapaknya.
Tapi akhir-akhir ini Jeno menemukan kegiatan baru—sebuah kebiasaan baru. Awalnya adalah karena motornya yang terpaksa masuk bengkel sehingga Jeno untuk pertama kalinya mencoba naik angkutan umum dari sekolah. Padahal sebelumnya ketika kejadian yang sama terjadi, Jeno memilih pulang dengan memesan ojek online atau nebeng temannya. Tapi entah kenapa, kali itu berbeda.
Seakan semesta sudah mempersiapkan rencananya sendiri untuk Jeno. Salah satunya adalah dipertemukan dengan seseorang yang sekarang menjadi alasannya untuk berada di dalam bus Transjakarta. Meskipun saat ini motornya sudah bisa dipakai.
Berhenti di halte Seskoal 1, Jeno mempersiapkan diri. Seperti biasanya, gadis itu selalu naik dari halte ini.
Jeno tidak kenal siapa dia. Bahkan namanya saja Jeno tidak tahu. Entah ada sihir apa yang mengikat Jeno, karena yang Jeno tahu, dia sudah terpikat dengan gadis itu sejak pandangan pertama.
Entah musik apa yang didengarnya, tapi setiap hari telinganya selalu disumpal earphone. Pop? Jazz? Akustik? Entahlah.
Hari ini Jeno akan mengikuti gadis itu dan setidaknya berkenalan dengannya. Meskipun Jeno jijik sendiri dengan dirinya yang seperti stalker, tapi keputusan Jeno sudah bulat.
Jeno harus buat kemajuan.
Berhenti di halte Pesanggrahan, keduanya turun. Jeno masih terus mengikuti gadis itu dari jarak tujuh langkah.
Setelah dia berbelok ke kawasan perumahan yang agak sepi, barulah Jeno berani mendekat. Tapi tiba-tiba saja ponselnya berdering. Mau tidak mau Jeno langsung mengangkatnya.
"Jeno, kamu di mana?! Ibuk mau ada pengajian jam 6 di Meruya. Pulang cepetan anterin Ibuk!"
"Naik Grab dulu aja, Buk. Kan udah Jeno ajarin caranya kemaren. Soalnya Jeno mau kerkom. Ngga bisa pulang sekarang."
Maaf ya, Buk. Jeno bohong.
"Percuma kamu dikasih motor sama Bapak! Ibuk jual aja itu motor besok!"
Kemudian telepon diputuskan sepihak. Jeno berdecak kesal. Memang kemungkinannya kecil Ibuk berani menjual motor warisan Bapak, tapi tetap saja Jeno jadi merasa tidak tenang.
Jeno memasukkan ponselnya ke dalam kantung celana. Lalu ketika menengok, gadis itu tahu-tahu sudah hilang.
Jeno mengerang kesal. Padahal Jeno sudah mempersiapkan semuanya baik-baik. Tapi sekarang semua persiapannya sia-sia dan Jeno harus mengulanginya dari awal lagi besok.
✧ ✧ ✧
Kali ini Jeno sudah berpesan ke Ibuk akan pulang telat. Ponselnya juga dimatikan dengan dalih baterainya habis. Jadi Jeno bebas melakukan aktivitasnya tanpa hambatan dari Ibuk lagi.
Kemarin juga Ibuk tidak semarah seperti yang terdengar di telepon. Mungkin wanita paruh baya itu cuma khawatir anak semata wayangnya pulang telat dan malah ikut-ikutan nongkrong seperti anak teman di pengajiannya.
Soal pengajian, sebenarnya Ibuk bohong. Pengajiannya masih dua hari lagi. Jeno tidak sengaja dengar ketika Ibuk lagi bicara sama temannya lewat telepon. Yah, gimana nggak dengar? Ibuk kan kalau telepon pasti teriak-teriak.
Sama seperti kemarin, gadis itu naik di halte Seskoal 1 dan turun di halte Pesanggrahan.
Tapi hari ini, dia tidak sendiri. Di samping gadis itu ada seorang laki-laki yang menggandeng tangannya.
Siapa dia? Pacarnya? Atau abangnya? Atau cuma teman? Ah masa teman sampai gandengan tangan?
Jeno masih terus mengikuti langkah mereka sampai ke gang komplek yang cukup sepi. Hatinya masih bimbang. Seperti ada yang mengganjal kalau urusannya belum tuntas, kalau rasa penasarannya belum dipuaskan. Tapi tindakan seperti ini namanya kan menguntit, dan bisa-bisa Jeno dituntut kalau gadis itu tahu dan melaporkannya.
"AAAH!"
Lamunan Jeno buyar seketika. Ia tidak percaya apa yang dia lihat sekarang. Tangan laki-laki itu dipelintir dan tubuhnya menghadap ke bawah.
"Maaf! Maaf! Saya pergi!"
Lalu laki-laki itu lari terbirit-birit ke arah yang berlawanan. Tak lama setelah sosoknya menghilang, gadis itu berjongkok dan menangkup wajahnya dengan telapak tangan.
Kesempatan.
Jeno memberanikan diri untuk menghampirinya dan bertanya, "Ada apa, Mbak? Mbak ada yang luka?"
Terdengar dari balik telapak tangan itu satu helaan nafas berat. Lalu ketika Jeno sedikit menyentuh tangannya, ia terkejut dan langsung berdiri.
"Kamu siapa?!"
"Ah saya bukan orang jahat! Sa-"
Gadis itu menghadapkan telapak tangannya ke wajah Jeno. "Sebentar."
Ia duduk di pinggir taman orang sembarangan, lalu menyodorkan sebuah buku kecil dan pulpen dari dalam tasnya pada Jeno. Di depannya terdapat sebuah kalimat dengan huruf kapital berbunyi SAYA TULI.
"Maaf, saya tuli. Maaf kalau intonasi saya kurang pas atau ada kalimat yang kamu tidak mengerti. Tulis di sini apa yang mau kamu bicarakan. Saya susah baca gerak bibir kamu."
Jeno terkejut. Namun kemudian ia kembali tersadar. Rasanya tidak sopan kalau Jeno sampai berekspresi begitu. Lalu ia duduk di samping gadis itu dan mulai menuliskan alasannya.
Saya bukan orang jahat. Saya cuma kebetulan lewat dan liat kamu melintir tangan cowok tadi. Jadi saya samperin karena takut kamu kenapa-kenapa.
"Bohong. Kamu selalu satu bus sama saya setiap sore. Kemarin itu kamu kan yang ngikutin saya?"
Skakmat. Jeno sudah ketahuan. Dari awal, Jeno tahu perbuatannya ini salah. Tapi Jeno tidak tahu cara lain selain ini. Dan sekarang, Jeno tidak punya pilihan lain selain jujur dan mengaku.
Iya. Maaf... Tapi saya benar bukan orang jahat. Saya cuma kagum sama kamu. Saya mau kenalan sama kamu tapi saya gak tau cara lain. Maaf kalo saya ganggu kamu.
"Kalau mau kenalan gak gini caranya. Ini namanya stalking dan ini gak baik. Mengganggu. Paham?"
Jeno mengangguk.
"He? Kamu masih SMA?"
Jeno mengangguk lagi.
Tanpa disangka, gadis itu tertawa. "Astaga... Kamu tuh mestinya di rumah, kerjain pe-er! Bukannya malah sok sok stalking!"
Usai tertawa, gadis itu berdiri dan menepuk-nepuk celananya. "Mending sekarang kamu pulang. Udah mau maghrib. Saya juga mau pulang dan istirahat."
Jeno mengangguk. Tapi kali ini anggukannya ragu-ragu dan pelan. Dan sebelum buku dan pulpennya dikembalikan, Jeno menuliskan beberapa kalimat lagi.
Tujuan saya belum tercapai. Nama kamu siapa?
Gadis itu tersenyum. "Amarilis."
✧ ✧ ✧
Fun fact:
Amarilis sengaja pakai earphone biar orang orang gak ngajak ngomong. Kadang disetel paling kenceng. Kadang gak sengaja yang diputar lagu Slipknot. Ya, Amarilis kan gak dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala Itu
Short StoryMari kita kenang kembali memori di kala itu yang diam-diam dirindukan. - Kumpulan cerita pendek. 2019 © by D. Clarissa Berisi romansa, drama, dan kehidupan sosial.