1

7 0 0
                                    

Sinta memarkir motornya di depan rumah makan padang. Lelah, itu yang dia rasakan setelah empat jam berkeliling beberapa perusahaan untuk melamar pekerjaan, berharap ada salah satu yang lulus seleksi. Dia harus berjuang kembali mendapatkan pekerjaan baru akibat PHK pada perusahaan tambang yang dinyatakan pailit.

Dikeluarkannya ponsel dari dalam tas, mengecek email, sms, dan riwayat panggilan telepon. Nihil. Belum ada informasi panggilan kerja.

"Permisi."

Ia mendongak saat mendengar suara ramah mampir di telinganya, dan seketika terpana begitu melihat sosok pria tampan dan rapi di hadapannya.

"Saya dan teman saya ingin makan di sini, tapi semua meja penuh. Boleh kami ikut duduk di sini? Itu kalau anda tidak keberatan," ujarnya sembari menyunggingkan senyum.

Senyuman itu sukses membuat hati Sinta bergetar aneh.

"Halo?" Pria itu menggoyangkan tangannya di depan wajah si gadis.

"Apa tadi?" Sinta tersadar dari lamunannya.

"Saya mau ikut gabung makan di meja anda. Boleh? Karena meja yang lain sudah penuh," katanya lagi sambil memandang penuh harap.

"Oh."

Matanya mengedar ke seluruh ruangan dan mendapati semua meja memang sudah punya tuannya. Sebenarnya hendak berkata tidak, karena paling malas bila makan satu meja dengan orang yang tidak dikenal, tapi entah mengapa mulutnya justru berkata yang
sebaliknya.

"Silakan."

"Terima kasih banyak."

Pria itu duduk tepat di hadapannya, disusul temannya yang duduk di samping kanan pria itu. Tangannya terangkat lalu seorang pelayan pria datang untuk mencatat pesanan mereka.

"Ini pesanannya." Pelayan pria yang lain meletakkan pesanan si gadis di meja.

"Terima kasih, Uda." Sinta memasukkan kembali ponsel ke
dalam tasnya. "Mari makan semua," tawarnya.

"Iya, silakan," jawab mereka bergantian.

Tak berapa lama pesanan dua pria itu datang.

"Akhirnya Rud, gue makan di sini juga. Berkali-kali ke sini nggak pernah kebagian tempat," ucap pria itu sambil mengaduk jus
jeruknya.

"Norak banget, sih, Wan. Kaya baru makan masakan Padang aja," cibir Rudi. Pria itu hanya menjulurkan lidahnya. "Mari makan Mbak." Rudi menyunggingkan senyum sopannya.

"Iya, silakan."

Jujur, kali ini Sinta tak dapat merasakan nikmatnya masakan padang. Sedari tadi berusaha mengalihkan pandangan dari pria
tampan di hadapannya, tapi nyatanya tidak bisa. Sinta menghela napas pelan. Kembali pada pikirannya untuk mendapatkan pekerjaan. Dia harus berjuang lebih keras dari hari ini. Ia yakin, Allah akan membuka jalan bagi orang yang mau berusaha.

Beautiful ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang