6

3 0 0
                                    

Sinta keluar dari ruangan rapat dengan membawa setumpuk berkas hasil rapat. Selesai rapat, Presdir, Irwan, para arsitek dan klien dari Jepang sudah pergi untuk makan siang. Sinta memutuskan pulang ke villa karena harus menerjemahkan hasil rapat ke dalam bahasa Indonesia untuk dibagikan kepada para arsitek. Pertemuan dengan klien Jepang sudah selesai. Presdir membebaskan para arsitek untuk menikmati waktu luang dengan pergi ke tempat yang mereka suka dan mau. Mereka sepakat keliling kota Osaka. Sinta yang sudah selesai menerjemahkan dan membagi kepada semua orang, memilih ikut ke kebun buah bersama keluarga Presdir. Setibanya di kebun buah, dia begitu takjub dengan berbagai macam pohon buah yang ada di sana dan mengambil beberapa foto buah anggur yang indah.


"Ambil aja anggurnya kalau kamu memang mau makan." Mama Irwan memotong setangkai buah anggur yang segar dan meletakkannya di keranjang buah.

"Terima kasih, Bu Dita."

"Nih, makan." Irwan mengulurkan sebutir anggur.

"Terima kasih, Irwan." mengulurkan tangannya hendak mengambil anggur yang disodorkan Irwan, namun Irwan menarik cepat tangannya dan memasukkan anggur ke dalam mulutnya. Sinta hanya menghela napas setengah kesal.

"Kalau nggak ikhlas nggak usah sok baik hati." berjalan menjauhi Irwan.

"Dasar tukang ngambek." Irwan mengikuti langkah Sinta dari belakang.

"AAAAAAAAA!" Spontan Sinta berbalik dan menabrak Irwan yang ada di belakangnya. Irwan yang sigap segera menarik tubuh Sinta ke dalam pelukannya agar gadis itu tidak limbung.

"Ya ampun Papa, ngagetin aja." Irwan perlahan melepaskan pelukannya pada Sinta.

"Maaf Sinta, saya kira kamu mamanya Irwan." Presdir memberikan cengir bersalahnya.

"Oh gitu sama istri sendiri? Jahil ya. Apa jadinya kalau aku punya penyakit jantung?" Ibu Dita mencubit lengan suaminya. "Sudah siap jadi duda?"

"Iya deh sorry." Presdir menjawil dagu istrinya yang mengkerut.

Sinta perlahan membuka kedua tangannya yang menutupi wajah. Jantungnya masih berdegup kencang, sisa rasa terkejutnya tadi. Pasalnya dia melihat wajah berbentuk aneh saat akan keluar dari kebun anggur, yang ternyata adalah sebuah topeng,. Irwan mengajak Sinta ke kebun apel yang ada di sebelah kebun anggur. Sampai di kebun apel, Sinta dibuat takjub. Pohon apel yang daunnya hijau tua dan buahnya yang merah-merah.

"Indah sekali."

Sinta berlari mengelilingi beberapa pohon apel. Irwan hanya tersenyum melihat tingkahnya. Diambilnya keranjang untuk memanen buah apel. Irwan memberikan informasi dengan baik tentang tandatanda buah apel yang matang dan manis rasanya.

"Sinta coba apelnya. Manis banget." menyodorkan satu apel ke Sinta.

"Ini langsung digigit?"

"Ya iyalah langsung digigit, memangnya diapain lagi?" memandang heran Sinta.

"Maksudku aku nggak bisa makan apel kalau nggak dikupas kulitnya." menyerahkan kembali apelnya pada Irwan.

"Yaelah lagian ini apel nggak pake pestisida jadi aman dimakan sama kulitnya." Irwan memberikan apelnya kembali, tapi Sinta menolak.

Mereka menghabiskan Sabtu itu dengan penuh kesenangan. Terlebih lagi saat mereka berada di kebun melon. Tak henti-hentinya Sinta dan Irwan saling lempar biji melon. Tidak ada yang mau mengalah. Bahkan Irwan dengan jahil membawakan ulat kecil dan membawanya ke depan muka Sinta, membuat gadis itu mengambil langkah seribu menjauh dari Irwan. Untuk menebus rasa bersalah, saat makan siang Irwan mengupaskan apel untuknya. Sinta menerima apel permintaan maaf Irwan namun dia tetap duduk menjauh dari pria itu. Hari sudah mulai sore, mereka memutuskan pulang ke villa. Saat berjalan menuju mobil, Sinta melihat anggur yang dibawa Ibu Dita dan timbul ide brilian untuk membalas kelakukan Irwan.

"Ibu, boleh minta buah anggurnya satu?"

"Ambil saja yang kamu mau." Ibu Dita menyodorkan keranjang buah anggurnya.

"Satu saja cukup." tersenyum penuh arti.

"Buat apa?"

"Balas kelakuan anak ibu yang sudah bawa ulat ke depan muka saya." memberikan cengir jahil. Ibu Dita mengangguk mengerti.

Sinta menyusul Irwan yang sudah jalan duluan membawa keranjang apel. "Irwan." panggilnya

"Ya?"

Sinta tersenyum sirik lalu memukulkan anggur ke dahi Irwan. Airnya mengalir ke wajah. Sinta segera berlari masuk ke dalam mobil. Irwan yang baru menyadari perbuatan Sinta, menyentuh dahinya dan melihat sisa anggur yang sudah remuk di tangan. Meneriakkan nama gadis itu dengan geram. 

Beautiful ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang